Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Mengurai problematika pengawasan distribusi pupuk bersubsidi: Sebuah tinjauan pengaturan komisi pengawasan pupuk dan pestisida Muh Ali Masnun; Dilla Nurfiana Astanti
EKSPOSE Vol 19, No 2 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/ekspose.v19i2.1145

Abstract

Kebijakan Pemberlakuan Izin Usaha Pemondokan dan Permasalahannya Muh Ali Masnun; Hananto Widodo; Eny Sulistyowati; Mahendra Wardhana; Dilla Nurfiana Astanti
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 6, No 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.513 KB) | DOI: 10.30596/dll.v6i2.5051

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemberlakuan izin usaha pemondokan dan permasalahannya dengan studi di Kota Surabaya yang telah mulai diterapkan dengan dasar Peraturan Walikota Surabaya Nomor 79 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelenggaraaan Usaha Pemondokan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non doktrinal khususnya jenis sociolegal. Penelitian sociolegal adalah penelitian pada ilmu hukum yang tidak hanya mengkaji sistem norma dalam aturan perundangan saja, namun juga mengamati aspek sosial (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang mempengaruhi. Berdasarkan hasil kajian dan analisis, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberlakuan izin usaha pemondokan relatif masih terdapat beberapa kendala diantaranya dalam hal tingkat pengetahuan masih relatif sangat sedikit, hal ini dikarenakan pemerintah baru sebatas mengundang stakeholder terkait, Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan, dan beberapa perwakilan pemilik usaha pemondokan (kos-kosan) dalam menggali aspirasi penyusunan perwali dan sosialisasi perwali setelah disahkan. Dengan keterbatasan kuantitas, tingkat pengetahuan masyarakat akan diberlakukannya izin pemondokan masih sangat terbatas. Kedua, bahwa tingkat kesadaran hukum penyelenggara rumah pemondokan terkait kewajiban memiliki Izin Usaha Pemondokan relatif masih rendah. Karena dari empat indikator kesadaran hukum yakni pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku, hanya indikator sikap saja yang memenuhi, sementara indikator yang lain masih belum memeunuhi 
MENAKAR KEWAJIBAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA MEREK DAGANG Muh. Ali Masnun; Radhyca Nanda; Dilla Nurfiana Astanti
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 32, No 3 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmh.55970

Abstract

AbstractThis study aims to analyze the obligation to use Indonesian in trademarks. The analysis of these problems uses normative juridical research supported by primary and secondary legal materials. Based on the analysis, the obligation to use Indonesian on trademarks cannot be fully applied for several reasons. First, that the provision has not been accommodated in the 2016 Trademark Law which has classified trademarks and services. Secondly, the specificity of the regulation, the provisions stipulated in the 2016 Trademark Law are more specifically related to trademark protection than the Flag and Language Law. Third, related to the implementation and law enforcement that do not yet support these obligations.IntisariPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewajiban penggunaan bahasa Indonesia pada merek dagang. Analisis atas problematika tersebut menggunakan penelitian yuridis normatif dengan didukung bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan analisis, kewajiban penggunaan bahasa Indonesia pada merek dagang belum sepenuhnya dapat diterapkan dengan beberapa alasan. Pertama, bahwa ketentuan tersebut belum mengakomodir dalam UU Merek 2016 yang sudah mengklasifikasikan merek dagang dan jasa. Kedua, aspek kekhususan pengaturan, ketentuan yang diatur dalam UU Merek 2016 lebih khusus mengatur terkait perlindungan merek daripada UU Bendera dan Bahasa. Ketiga, berkaitan dengan implementasi dan penegakan hukumnya yang belum mendukung kewajiban tersebut.
Reevaluasi Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Radhyca Nanda Pratama; Akbar Fitri Yanto Solehudin; Dilla Nurfiana Astanti
Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum Vol 30, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jsh.30.1.28-48

Abstract

The establishment of LAPS in the banking financial services sector in accordance with the mandate of the UU OJK as an institution that has authority in the settlement of consumer disputes outside the court (non-litigation) through the units of financial service institutions contained in the list of alternative Dispute Resolution Institutions established by the OJK. Before the establishment of LAPS, dispute resolution outside the court was conducted through BPSK which had the authority as stipulated in the UUPK. However, the existence of the same authority as the institution for resolving disputes outside the court between BPSK and LAPS raises legal uncertainty. The purpose of this study is to analyze the dispute resolution of financial services institutions in the banking sector after and before LAPS was formed and enacted. The method used in this study is a normative legal research method using a research approach, statue approach and a conceptual approach. The results of this study are the choice of financial services sector consumer dispute resolution forums constituting consumer rights based on consumer protection laws. The existence of LAPS is the implementing regulation of the UU OJK so that consumers can choose to settle disputes through the LAPS financial services sector without prejudice to the settlement of consumer disputes outside the court stipulated in the UUPK. Keywords: Dispute; Bangking; LAPS. Pembentukan LAPS sektor jasa keuangan perbankan sesuai dengan amanat UU OJK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan (non-litigasi) melalui unit-unit lembaga jasa keuangan yang termuat dalam daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK. Sebelum hadirnya LAPS, penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui BPSK yang memiliki kewenangan sebagaimana ditetapkan dalam UUPK. Namun, adanya kewenangan yang sama sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan antara BPSK dengan LAPS menimbulkan ketidakpastian hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penyelesaian sengketa lembaga jasa keuangan sektor perbankan sesudah dan sebelum dibentuk dan ditetapkannya LAPS. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian, pendeketan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini adalah pilihan forum penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan merupakan hak konsumen berdasarkan hukum perlindungan konsumen. Keberadaan LAPS merupakan peraturan pelaksana dari UU OJK sehingga konsumen dapat memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui LAPS sektor jasa keuangan dengan tidak mengesampingkan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang diatur dalam UUPKKata kunci: Sengketa; Perbankan; LAPS.