Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Implementasi Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Pada Lembaga Pemasyarakatan Nurlaila Nurlaila; Kristiawanto Kristiawanto; Mohamad Ismed
JOURNAL of LEGAL RESEARCH Vol 4, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jlr.v4i1.24812

Abstract

Discussion of the Implementation of Guidance for Victims of Narcotics Abuse in Correctional Institutions via Rehabilitation. This legal research takes a normative juridical approach, which means that it examines still-in-force legal concepts and norms. According to Article 54 of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, addicts and victims of drug abuse must undergo medical and social rehabilitation. Additionally, pursuant to Law Number 12 of 1995 concerning Corrections, special narcotics prisons are provided for violators of narcotics crime laws. Fostering victims of drugs misuse in Correctional Institutions is accomplished in two ways: medical rehabilitation and social rehabilitation in accordance with court rulings. Where medical rehabilitation is provided to victims of narcotics misuse in accordance with the therapy plan established by the Doctor Team from the Integrated Assessment Team and in accordance with the program applicable to the rehabilitation institution. Meanwhile, a rehabilitation institute built by the Provincial National Narcotics Agency provides social rehabilitation for victims of narcotics usage.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korban Penyalahguna Narkotika Nurhakim Nurhakim; Ramlani Lina Sinaulan; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 6 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23094

Abstract

The purpose of this research is to analyze the criminal responsibility of narcotics abuse against narcotics criminals, and the factors that influence it. This type of research is empirical juridical, with qualitative research methods. The results of the study authors found that criminal liability for narcotics abuse against perpetrators of criminal acts is based on the applicable laws and regulations, namely the Criminal Procedure Code and Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, where judges in examining and deciding cases can seek medical rehabilitation and social rehabilitation.Keywords: Narcotics; Abuse; Accountability AbstrakTujuan penelitian untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana penyalahgunaan narkotika terhadap pelaku tindak pidana narkotika, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tipe penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan metode penelitian kualitatif. Hasil Penelitian penulis mendapatkan bahwa Pertanggungjawaban pidana penyalahgunaan narkotika terhadap pelaku tindak pidana didasarkan atas peraturan perundangundangan yang berlaku yakni KUHAP serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana hakim dalam memeriksa dan memutus perkara dapat mengupayakan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.Kata Kunci: Narkotika; Penyalahgunaan; Pertanggungjawaban
Kebijakan dan Penegakan Hukum Terhadap Organisasi Masyarakat (Ormas) Dalam Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Undang-Undang Yang Belaku Di Indonesia Heri Susanto; Ramlani Lina Sinaulan; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23240

Abstract

Community Organization (Ormas) is an organization established and formed by the community voluntarily based on common aspirations, desires, needs, interests, activities, and goals to participate in development in order to achieve the goals of the Unitary State of the Republic of Indonesia based on Pancasila and the Constitution of the State of the Republic of Indonesia. Unitary Republic of Indonesia. Indonesia in 1945. But in reality, mass organizations often commit crimes of extortion and are often accompanied by threats. This crime of threatening or arresting has several similarities with the crime of extortion or a criminal act, namely in both these crimes the law requires coercion on a person so that that person gives up an object which is partly or wholly his. person or his. third parties, and enter into debt and receivable engagements as the party who owes or cancels the debt. The two crimes also have the same element, namely with the intention of unlawfully benefiting oneself or others. This causes the reality of crime and deviant behavior to develop.Keywords: Community Organization; The Crime of Extortion; Law enforcement  AbstrakOrganisasi Kemasyarakatan (Ormas) adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, keinginan, kebutuhan, minat, kegiatan, dan tujuan untuk ikut serta dalam pembangunan guna mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia pada tahun 1945. Namun pada kenyataannya, ormas sering melakukan tindak pidana pemerasan dan seringkali disertai dengan tindakan ancaman. Tindak pidana pengancaman atau penangkapan ini mempunyai beberapa persamaan dengan tindak pidana pemerasan atau tindak pidana yaitu dalam kedua tindak pidana tersebut undang-undang mensyaratkan adanya paksaan terhadap seseorang agar orang tersebut menyerahkan suatu benda yang sebagian atau seluruhnya miliknya. orang atau miliknya. pihak ketiga, dan mengadakan perikatan utang dan piutang sebagai pihak yang berutang atau membatalkan utang. Kedua kejahatan tersebut juga memiliki unsur yang sama yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Hal ini menyebabkan realitas kejahatan dan perilaku menyimpang berkembang.Kata Kunci: Organisasi Masyarakat; Tindak Pidana Pemerasan; Penegakan hukum
Tanggngjawab Pidana Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Cukai Rokok Atas Pelanggaran Cukai Rokok Ilegal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Deddy Afdhal; Ramlani Lina Sinaulan; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 6 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23093

Abstract

Discussion on criminal responsibility for conducting investigations into criminal acts of cigarette excise on illegal cigarette excise violations based on Law No. 39 OF 2007. The approach method used in this legal research is a normative juridical approach which is supported by empirical juridical by detailing the description, namely research that Deductive analysis begins with an analysis of the articles in the laws and regulations governing the issue of conducting investigations into criminal acts of cigarette excise on illegal cigarettes based on Law number 39 of 2007 and legal responsibility for perpetrators of excise crimes for the implementation of law number 39 of 2007. The executor in the field of excise is the Directorate General of Customs and Excise so that the enforcement of the Excise Law is carried out by the ranks of the Directorate General of Customs and Excise, both from the central level and the level of service and supervision in the smallest units in the region. The enforcement of the Excise Law by the Directorate General of Customs and Excise is carried out through two types of sanctions, namely administrative sanctions and criminal sanctions.Keywords: Criminal Liability; Cigarette Excise Violation Abstrak Pembahasan mengenai Tanggungjawab pidana pelaksanaan penyidikan tindak pidana cukai rokok atas pelanggaran Cukai rokok ilegal berdasarkan Undang-undang nomor 39 TAHUN 2007. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yang  didukung  dengan  yuridis empiris dengan merinci uraian  yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan Pelaksanaan penyidikan tindak pidana cukai rokok atas rokok ilegal berdasarkan Undang-undang nomor 39 tahun 2007 dan Tanggungjawab hukum atas pelaku tindak pidana cukai atas pelaksanaan undang-undang nomor 39 tahun 2007. Pelaksana dibidang cukai adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga penegakan Undang-Undang Cukai dilakukan oleh jajaran Diretorat Jenderal Bea dan Cukai, baik dari tingkat pusat maupun tingkat pelayanan dan pengawasan di unit terkecil di daerah. Penegakan Undang-Undang Cukai oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan melalui dua jenis pengenaan sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.Kata Kunci:  Tanggungjawab Pidana; Pelanggaran Cukai Rokok; Tindak Pidana  Cukai
Pengaturan Tata Cara Pemeriksaan Upaya Keberatan oleh Pihak Ketiga Pada Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Gunawan Gunawan; Kristiwanto Kristiwanto; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 6 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23411

Abstract

This article aims to provide an understanding of the position of third parties as owners of assets in corruption crimes and to regulate procedures for trial examinations by third parties on corruption crimes in Indonesia. The method used in the article related to the regulation of the examination method is an effort made by a third party in this corruption crime in Indonesia to overcome the law with a normative juridical type, by utilizing a statutory approach to analyze the issues in this article. The results of this study found that if the position of a third party as the owner of assets in a criminal act of corruption, in the third part, they are parties other than the party who carried out a corruption case, and has a relationship with the confiscation of assets that have been carried out, which belongs to a third party. For this reason, if the asset is confiscated from a third party, the third party must prove that the acquisition of the asset is based on an acquisition containing good faith. Furthermore, until now there has been no regulation regarding the procedures for examining efforts by third parties on corruption crimes in Indonesia, although in the Anti-Corruption Law, namely Article 19, a third party can prove if the asset is indeed in the possession of a third party and part of a criminal act. corruption or possession of the convict. Therefore, a special regulation is needed regarding the procedures for examination for the benefit of third parties on corruption.Keywords: Objection Effort; Third-party; Corruption Crime Abstrak:Artikel ini memiliki tujuan untuk memberi pemahaman tentang kedudukan pihak ketiga sebagai pemilik aset pada kasus tindak pidana korupsi dan agar mengetahui pengaturan tata cara pemeriksaan upaya keberatan oleh pihak ketiga pada tindak pidana korupsi di Indonesia. Metode yang dipergunakan pada artikel terkait pengaturan tata cara pemeriksaan upaya keberatan oleh pihak ketiga dalam tindak pidana korupsi di Indonesia ini mempergunakan penelitian hukum dengan jenis yuridis normatif, dengan mempergunakan pendekatan perundang-undangan untuk menganalisis isu hukum pada artikel ini. Hasil dari studi ini menemukan jika kedudukan pihak ketiga sebagai pemilik aset pada kasus tindak pidana korupsi, pada intinya kedudukan pihak ketiga yakni mereka pihak selain  pihak yang melakukan dari suatu kasus tipikor, serta memiliki keterkaitan dengan penyitaan yang di tuju pada asset yang sudah dilakukan pengalihan kepunyaannya pada pihak ketiga, untuk itu apabila asset yang dilakukan perampasan dari pihak ketiga, pihak ketiga tersebut harus melakukan pembuktian jika perolehan atas aset itu dilandasi pada perolehan yang mengandung itikad baik. Selanjutnya, hingga saat ini belum terdapat pengaturan terkait tata cara pemeriksaan upaya keberatan oleh pihak ketiga pada tindak pidana korupsi di Indonesia, walaupun pada UU Tipikor yakni Pasal 19, pihak ketiga bisa melaksanakan pembuktian jika aset itu memang atas kepemilikan pihak ketiga serta tidaklah bagian dari suatu tindak pidana korupsi ataupun kepemilikan terpidana. Sehingga diperlukan suatu aturan khusus mengenai tata cara pemeriksaan upaya keberatan oleh pihak ketiga pada tindak pidana korupsi.Kata Kunci: Upaya Keberatan; Pihak Ketiga; Tindak Pidana Korupsi
Praperadilan: Senjata Pamungkas Para Tersangka Dan Alat Koreksi Bagi Penyidik Agar Semakin Profesional Ditinjau Dari Perspektif Kemanfaatan Hukum Albertus Luter; Ramlani Lina Sinaulan; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23171

Abstract

Pretrial is not an autonomous judicial entity or separate from the district court, as the formulation of Article 1 Number 19 in conjunction with Article 77 of the Criminal Procedure Code demonstrates (only for district courts). The District Court (PN), as a general court, is one of the means by which judicial power is exercised for the benefit of those seeking justice. The author discusses pretrial research as one of the efforts made in the Indonesian legal system. The author explains how to utilize pretrial legal remedies to assist a suspect in defending their human rights in court and how the optimal legal structure would produce legal clarity in Indonesia's execution of pretrial procedural law. The writers conducted normative juridical research for this subject.Keywords: Pretrial; Researchers; Legal Benefits AbstrakPraperadilan bukanlah lembaga peradilan yang mandiri atau berdiri sendiri terlepas dari pengadilan negeri, karena dari perumusan Pasal 1 Butir 19 jo Pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa Praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri (hanya kepada pengadilan negeri). Pengadilan Negeri (PN) sebagai peradilan umum merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan atau mengadili dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata ditingkat pertama. Penulis mengangkat kajian tentang Praperadilan sebagai salah satu upaya dalam proses hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis membahas mengenai bagaimana pelaksanaan pengajuan upaya hukum praperadilan bagi seorang tersangka dalam memperjuangkan hak asasinya di pengadilan dan bagaimana kontuksi hukum yang ideal agar tercipta kepastian hukum dalam pelaksanaan hukum acara praperadilan di indonesia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normative.Kata Kunci: Praperadilan; Penyidik; Kemanfaatan Hukum
Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Anak Titus Adhi Sanjaya; Ramlani Lina Sinaulan; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i6.23241

Abstract

People who follow Marc Ancel's theory of criminal policy say that mass media is one way to keep people from getting into trouble. It turns out, though, that when it comes to child crimes, the media has an impact on how many crimes happen. Mass media has been shown to have an effect on children's development, so this is a good thing. A child may have a strong desire to do bad things because of pictures, readings, and movies. It's important to look at one part of social policy that deals with public mental health problems (social hygiene), both as individuals in the community and as parents and caregivers. This includes both the well-being of children and adolescents and the community as a whole.Keywords: Integral Penal Policy; Non-Penal Policy; Child Crime AbstrakSebenarnya apabila memperhatikan teori kebijakan kriminal yang dikemukakan oleh marc Ancel, mass media adalah salah satu sarana yang digunakan untuk melakukan pencegahan kejahatan. Namun dalam kaitan kejahatan anak, mass media justru berpengaruh terhadap timbulnya suatu kejahatan. Hal ini dibenarkan karena mass media dipahami berpengaruh pula terhadap perkembangan anak. Keinginan atau kehendak anak untuk melakukan kejahatan kadangkala timbul karena pengaruh gambar-gambar, bacaan dan film. Salah satu aspek kebijakan sosial yang patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa masyarakat (social hygiene), baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun kesejahteraan keluarga termasuk kesejahteraan anak dan remaja serta masyarakat luas pada umumnya.Kata Kunci: Integral Penal Policy; Non Penal Policy; Kejahatan Anak
Tinjauan Hukum Penerapan Lembaga Paksa Badan Terhadap Direksi Perseroan Terbatas Yang Dijatuhi Putusan Pailit Widiyanto Widiyanto; Tofik Yanuar Chandra; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 4 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i4.26637

Abstract

A Limited Liability Company is a legal entity that aims to seek profit to develop its business, one of which is by borrowing credit, both for working capital and capital goods. However, in practice many companies suffer losses which then become bankrupt and/or bankrupt, thus affecting the repayment of these credit loans. One of the settlements of debts and their relevance to the bankruptcy of the business world is bankruptcy as regulated in the Bankruptcy Law and this is related to the liability of the debtor. The Board of Directors is the person who is fully responsible, because he is the one who runs and is responsible for a company. during the bankruptcy process of the Bankruptcy Law and PKPU, the Bankrupt Debtor was held hostage because he deliberately failed to fulfill the obligations as regulated in Articles 93 – 96. 1 of 2000 concerning Agency Forced Institutions. because it is forced by the body in bankruptcy cases to make the debtor cooperative.Keywords: Bankruptcy; Detention Body Abstrak Perseroan Terbatas adalah suatu badan hukum yang bertujuan mencari keuntungan untuk mengembangkan bisnisnya, salah satunya dengan cara melakukan peminjaman kredit, baik untuk modal kerja maupun modal barang. Namun dalam prakteknya banyak perusahaan yang mengalami kerugian yang kemudian menjadi bangkrut dan/atau pailit, sehingga berpengaruh terhadap pengembalian pinjaman kredit tersebut. Salah satu penyelesaian utang-piutang dan relevansinya dengan kebangkrutan dunia usaha adalah kepailitan sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan dan hal ini terkait dengan pertanggung jawaban Debitur. Direksi adalah orang yang bertanggung jawab penuh, karena ia yang menjalankan dan bertanggung jawab atas suatu perseroan. untuk selama proses pailit UU Kepailitan dan PKPU adanya penyanderaan terhadap Debitur Pailit karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal 93 – 96. Hal ini dikaitkan dengan Pengaturan Lembaga Paksa Badan yang terdapat pada Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa Badan. karena paksa badan dalam perkara kepailitan bertujuan agar Debitur kooperatif.Kata Kunci: Pailit; Penahanan Badan
Problematika Penerapan Pidana Di Bawah Minimum Khusus Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika Muhamad Fuady; Kristiawanto Kristiawanto; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 3 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i3.26425

Abstract

Juridically, Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics is a legislative product produced in order to provide certainty in law enforcement for narcotics crime. The substance of this law regulates the criminal act of narcotics, which is about prohibited or permissible acts accompanied by criminal threats if the prohibition is violated. However, in the current practice of criminal justice there are problems related to legal certainty for the implementation of the narcotics law, because it turns out that the convictions made by judges against the accused of narcotics crime are not in line with the narcotics law. The imposition of crimes below the special minimum limit by the judge is very contrary to the provisions of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics so that this creates legal uncertainty which has implications for the effectiveness of law enforcement on narcotics crime in Indonesia.Keywords: Special Minimum Crime, Narcotics Crime AbstrakSecara yuridis, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan produk legislatif yang dihasilkan dalam rangka memberikan kepastian dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika. Substansi undang-undang tersebut mengatur mengenai tindak pidana narkotika, yakni tentang perbuatan yang dilarang atau dibolehkan yang disertai ancaman pidana apabila larangan tersebut dilanggar. Namun dalam praktik peradilan pidana saat ini terdapat permasalahan terkait dengan kepastian hukum atas pelaksanaan undang-undang narkotika, karena ternyata putusan-putusan pemidanaan yang diputuskan oleh hakim kepada terdakwa tindak pidana narkotika tidak sejalan dengan undang-undang narkotika. Adanya penjatuhan pidana di bawah batas minimum khusus oleh hakim sangat bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sehingga hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang berimplikasi pada efektifitas penegakan hukum tindak pidana narkotika di Indonesia.Kata Kunci: Pidana Minimum Khusus, Tindak Pidana Narkotika
Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan David Andi; Tofik Yanuar Chandra; Mohamad Ismed
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 4 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i4.26636

Abstract

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Penelitian ini tentang upaya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja disabilitas menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan upaya Pemerintah dalam mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas. Pemerintah dalam mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas antara lain menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang jaminan kesetaraan dengan tenaga kerja non penyandang cacat, kondisi kerja yang adil, penggajian yang setara, promosi jabatan yang adil, kondisi kerja inklusif, dan akses penyandang disabilitas, jaminan perlindungan atas keikutsertaan dalam serikat buruh, serta melarang setiap perusahaan mem-PHK tenaga kerja yang mengalami kecacatan saat bertugas di perusahaan dan melakukan sosialisasi, pengawasan ke perusahaan-perusahaan tentang kuaota 1% mempekerjakan penyandang disabilitas serta memberikan rewards/penghargaan bagi perusahaan-perusahaan yang merekrut tenaga kerja penyandang disabilitas.Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Penyandang Disabilitas AbstractPersons with disabilities are every person who has physical and/or mental disorders, which can interfere or become obstacles and obstacles for him to perform properly. This research is about legal protection for workers with disabilities according to Law Number 13 of 2003 concerning Manpower and the Government's efforts to employ workers with disabilities. The government in employing workers with disabilities, among others, implements policies that regulate the guarantee of equality with non-disabled workers, fair working conditions, equal pay, fair promotions, inclusive working conditions, and access for persons with disabilities, protection guarantees. for participating in labor unions, and prohibiting every company from laying off workers with disabilities while on duty at the company and conducting socialization, supervision to companies about the 1% quota for employing people with disabilities and providing rewards/awards for companies that recruit workers. work of persons with disabilities.Keywords: Legal Protection, Persons with Disabilities