Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

TINGKAT KELAYAKAN OPERASIONAL KAPAL PERIKANAN 30 GT PADA PERAIRAN SULAWESI (STUDI KASUS KM INKA MINA 957) The Operational Feasibility Level of 30 GT Fishing Vessel in Sulawesi Waters (case study of KM INKA MINA 957) Andi Haris Muhammad; Daeng Paroka; Sabaruddin Rahman; ` Syarifuddin
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 9 No. 1 (2018): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (620.353 KB) | DOI: 10.29244/jmf.9.1.1-9

Abstract

The ability of a vessel to obtain catches is known as fishing vessel productivity. This greatly influences the feasibility level of the fishing operation. The objctive of the study is to evaluate the operational feasiblity level of 30 GT fishing vessel that operates in Sulawesi waters (case study INKA MINA 957). The use of  Net Present Value (NPV) and Internal Rate of Return (IRR) methods showed that the catch should be of more than minimum 116 ton per year or the NPV value at  Rp. 124.797.638,- with 10% interest rate assumption within 10 years. Furthermore, based on the internal rate of return (IRR) the interest obtained was approximately 12.2% which was higher than the market interest rate assumptions at about 2.2%. Keywords: fishing vessel, operational feasibility, NPV and IRRABSTRAKProduktivitas kapal perikanan adalah kemampuan kapal untuk memperoleh hasil tangkapan ikan. Produktivitas ini sangat mempengaruhi tingkat kelayakan operasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kelayakan operasional kapal perikanan 30 GT yang beroperasi di perairan Sulawesi (studi kasus KM INKA MINA 957). Metode Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR) telah digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan operasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa kapal perikanan layak dioperasikan dengan prediksi hasil tangkapan minimal sebesar 116 ton pertahun atau nilai NPV sebesar Rp.124.797.638,- dengan asumsi suku bunga 10% selama 10 tahun. Selanjutnya berdasarkan Metode IRR diperoleh suku bunga 12,2%, hasil ini lebih besar 2,2% sebagaimana asumsi suku bunga dipasaran.Kata kunci: kapal perikanan, kelayakan operasional, NPV dan IRR
LOKASI KRITIS JALUR EVAKUASI PENUMPANG KAPAL PENYEBERANGAN ANTARPULAU DENGAN METODE PERGERAKAN SIMULTAN Andi Haris Muhammad; Daeng Paroka
Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 2 (2015)
Publisher : Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.392 KB) | DOI: 10.26593/jtrans.v15i2.1730.%p

Abstract

Abstract One important factor to avoid casualties on a shipwreck is a safe evacuation route design. Number of locations that can slow the evacuation process, such as doors, stairs and corridors are essential for analysis. This paper discusses a number of critical locations that have the potential failure of evacuation, particularly in the inter-island ferry. The method used to identify the critical location or locations, where the density of passengers occurs during the evacuation process, is the Simultaneous Movement Method. The simulation results showed that the total time required to evacuate passengers was 870 seconds or 14.50 minutes. This time is much smaller than the time required by the International Maritime Organization (60 minutes). Potential passenger density or the critical path starts at the door 1 when the path traversed by all economy class passengers before entering the hall 1 and hall 2. The number of passengers that accumulates at these sites is 72 people on the 300th second. Furthermore, passenger density occurs at the meeting area of the movement passengers toward the exit deck, where the passengers come from the corridors 3 and 4. At that location the density of passengers reached 76 people in the 490th second. The potential location or the critical point of passenger evacuation path occurs at the junction between two or more evacuation lanes, especially in the transition location, such as at doors, stairs, or narrowing lane due to the large number of passengers. Keywords: evacuation lane, critical location, evacuation time, emergency exit, ferry  Abstrak Salah satu faktor penting untuk menghindari terjadinya korban jiwa pada suatu kecelakaan kapal adalah desain jalur evakuasi yang aman. Sejumlah lokasi yang dapat memperlambat proses evakuasi, seperti pintu-pintu, tangga, dan koridor penting untuk dianalisis. Makalah ini membahas sejumlah lokasi kritis yang berpotensi terjadinya kegagalan evakuasi, khususnya pada kapal penyeberangan antarpulau. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi lokasi kritis atau lokasi tempat terjadinya kepadatan penumpang selama proses evakuasi adalah Metode Pergerakan Simultan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa total waktu evakuasi yang diperlukan penumpang adalah 870 detik atau 14,50 menit. Waktu tersebut lebih kecil daripada waktu yang disyaratkan Organisasi Maritim Internasional (60 menit). Potensi kepadatan penumpang atau jalur kritis dimulai pada pintu 1 ketika jalur tersebut dilalui oleh semua penumpang kelas ekonomi sebelum memasuki koridor 1 dan koridor 2. Jumlah penumpang yang terakumulasi pada lokasi tersebut adalah 72 orang pada detik ke-300. Selanjutnya kepadatan penumpang terjadi pada daerah pertemuan pergerakan penumpang yang menuju pintu darurat geladak, yaitu penumpang yang berasal dari koridor 3 dan koridor 4. Pada lokasi tersebut terjadi kepadatan penumpang yang mencapai 76 orang pada detik ke-490. Potensi lokasi atau titik kritis jalur evakuasi penumpang terjadi pada pertemuan antara dua atau lebih jalur evakuasi, khususnya pada lokasi transisi, seperti pada pintu, tangga, atau penyempitan jalur yang disebabkan jumlah penumpang yang besar. Kata-kata kunci: jalur evakuasi, lokasi kritis, waktu evakuasi, pintu darurat, kapal penyeberangan
Karakteristik Manuver dengan Variasi Sudut Kemudi Kapal Ro-Ro I Made Alet; Andi Haris Muhammad; Daeng Paroka
Jurnal Penelitian Enjiniring Vol 22 No 2 (2018)
Publisher : Center of Techonolgy (COT), Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1177.241 KB) | DOI: 10.25042/jpe.112018.12

Abstract

Secara prinsip ada tiga gerakan kapal yang tidak dapat direspon oleh kapal yaitu gerakan Surging, Swaying dan Yawing. Untuk mengendalikan gerakan ini diperlukan Maneuver kapal. Kemampuan maneuver sangat menentukan keselamatan kapal, khususnya saat kapal beroperasi diperairan terbatas atau beroperasi disekitar pelabuhan, oleh karena IMO (International Maritime Organization) telah mensyaratkan sejumlah kriteria standar keselamatan kapal diantaranya adalah Turning Ability dan Course Keeping-Yaw Checking Ability. Dalam paper ini dibahas pengujian model simulasi manuver dengan variasi sudut kemudi kapal jenis Roll-on Roll-off (Ro-Ro) twin rudder dan twin propeller yang dilakukan di Bridge Simulator Politeknik Pelayaran Barombong dengan menggunakan metode software Polaris Ship’s Bridge Simulator-Kongsberg. Pengujian simulasi ini dapat memprediksi kemampuan manuver kapal pada tahap kompetensi khususnya bagi para operator kapal. Hasil efektifitas respon kapal pada self turning basin ke kanan menunjukkan bahwa pada kemudi kanan, dengan memposisikan sudut kemudi pada arah kanan dapat mengurangi Rate of Turn, memperlambat waktu putar, menambah kecepatan kapal dan memperpanjang jarak putar kapal, sebaliknya memposisikan sudut kemudi pada arah kiri dapat menambah Rate of Turn, mempercepat waktu putar, mengurangi kecepatan kapal dan memperpendek jarak putar kapal. Simulasi turning basin kanan yang baik adalah yang menunjukkan Rate of Turn tertinggi, kecepatan kapal terendah serta waktu dan jarak putar yang terpendek.
WAKTU EVAKUASI MAKSIMUM PENUMPANG PADA KAPAL PENYEBERANGAN ANTAR PULAU Daeng Paroka
Wave: Jurnal Ilmiah Teknologi Maritim Vol. 7 No. 2 (2013)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jurnalwave.v7i2.3200

Abstract

Korban jiwa pada kecelakaan kapal dapat terjadi akibat kesulitan untuk mengevakuasi penumpang akibat kepanikan, kelebihan penumpang serta dimensi serta rute dari jalur evakuasi yang tidak memungkinkan untuk mengevakuasi penumpang dalam waktu yang singkat.Paper ini mengevaluasi waktu evakuasi berdasarkan standar IMO apabila terjadi kebocoran satu atau beberapa kompartemen secara bersamaan. Waktu kebocoran diestimasi dengan memakai prinsip Bernoulli. Jalur evakuasi dianggap layak apabila waktu evakuasi yang dibutuhkan lebih kecil dari waktu kebocoran. Hasil perhitungan dan analisis menunjukkan bahwa kebocoran pada kompartemen tertentu dengan luas penampang bocor yang besar dapat mengakibatkan penumpang tidak dapat dievakuasi sebelum kapal kehilangan stabilitas atau tenggelaman. Oleh karena itu, penentuan jalur evakuasi hendaknya tidak hanya mempertimbangkan kasus kebakaran tetapi juga bentuk kecelakaan lain yang mungkin terjadi di kapal seperti masalah kebocoran
Pengenalan Perangkat Keselamatan Sarana Pelabuhan Moda Waterway Sungai Tallo Makassar Taufiqur Rachman; Juswan -; Daeng Paroka; Achmad Yasir Baeda; Sabaruddin Rachman; Chaerul Paotonan; Hasdinar -; Muhammad Zubair MA; Ashury -; Firman Husain
JURNAL TEPAT : Teknologi Terapan untuk Pengabdian Masyarakat Vol 1 No 1 (2018): Teknologi untuk Masyarakat
Publisher : Faculty of Engineering UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1747.518 KB) | DOI: 10.25042/jurnal_tepat.v1i1.21

Abstract

Pengoperasian sebuah pelabuhan moda waterway harus memenuhi syarat adanya perangkat keselamatan yang memenuhi standar pelayanan sandar dan tambat secara layak dan aman bagi penumpang dan barang. Sarana pelabuhan dermaga 3 Lakkang yang melayani moda waterway Sungai Tallo dengan rute Kera-kera - Pulau Lakkang yang merupakan kawasan wisata sejarah ini tidak dilengkapi dengan perangkat keselamatan dan kondisi trestle dermaga 3 yang dibangun sejak tahun 2013 ini sudah mulai mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan mutu pelayanan sandar dan tambat kurang aman ditinjau dari aspek keselamatan bongkar muat penumpang dan kendaraan roda dua. Sosialisasi kebutuhan perangkat keselamatan dan pemenuhan sarana pelabuhan yang layak dan aman secara mandiri perlu dilakukan dalam penerapan keselamatan sarana pelabuhan angkutan moda. Transfer pengetahuan melalui sosialisasi ini akan meningkatkan standar mutu layanan sandar dan tambat secara aman dan nyaman bagi penumpang dan barang angkutan moda waterway Sungai Tallo sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 perubahan atas Peraturan Pemerintah 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan. Sosialisasi dan perbaikan jembatan penghubung (trestle) dan geladak moda waterway kepada kelompok moda waterway ini dapat menambah keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penumpang lokal dan pengunjung wisata Lakkang baik turis domestik maupun mancanegara dalam pelayaran dan proses bongkar dan muat waterway di dermaga 3 Lakkang. Respon positif diberikan oleh penumpang dan pemilik moda waterway. Mereka berharap bahwa kegiatan serupa yang memberi nuansa pengetahuan baru bagi kelompok moda waterway sebagai operator khususnya dan kepada khalayak warga Kelurahan Lakkang umumnya.
PENGGUNAAN PEMECAH GELOMBANG TERENDAM UNTUK MENGURANGI ABRASI DI PULAU LAMPUTANG firman husain; Daeng Paroka; Sabaruddin Rahman
Jurnal Pengabdian Masyarakat Teknik Vol 3, No 2 (2021): Jurnal Pengabdian Masyarakat Teknik (JPMT)
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/jpmt.3.2.65-70

Abstract

Pemecah gelombang merupakan sebuah stuktur laut yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Pemecah gelombang juga biasa digunakan untuk melindungi pantai dari terjangan gelombang sehingga dapat mengurangi dampak dari abrasi pantai. Salah satu kegiatan dari KKN PPM di Pulau Lamputang adalah pemasangan pemecah gelombang tipe terendam yang diharapkan dapat menjaga pantai Lamputang dari terjangan gelombang. Abrasi yang terjadi di pantai Lamputang menyebabkan luas daerah dari Pulau Lamputang mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Dari data visual yang diperolah dari google earth memperlihatkan pada tahun 2013 luas daerah Pulau Lamputang sebesar 3,7 Ha, sedangkan pada tahun 2018 berkurang menjadi 2,8 Ha. Berdasarkan dari kondisi tersebut maka digagas sebuah upaya untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakat Pulau Lamputang berupa penyuluhan tentang abrasi pantai dan pembuatan bangunan pelindung pantai tipe terendam yang di harapkan dapat digunakan untuk melindungi pantainya. Pemecah gelombang tipe terendam ini juga dapat digunakan sebagai rumpon sebagai tempat berkembang biaknya biota laut, ikan dan lainnya. Kegiatan pembuatan pelindung pantai terendam sebagai bagian dari kegiatan KKN PPM Unhas 2019 di Pulau Lamputang. Hasil dari pemasangan pelindung pantai dengan tipe terendam ini efektif dapat mengurangi tinggi gelombang sebesar 30% dari ketinggian gelombang datang, sehingga diharapkan abrasi pantai dapat dicegah.
Socialization of Boat Hull Measurement Using Total Station to Traditional Boatbuilding Group in Tanah Beru, Bulukumba Regency Sabaruddin Rahman; Daeng Paroka; Achmad Yasir Baeda; Chairul Paotonan; Hasdinar Umar; F.M. Assidiq
JURNAL TEPAT : Teknologi Terapan untuk Pengabdian Masyarakat Vol 5 No 2 (2022): Mengembangkan Kehiodupan Masyarakat melalui Kesatuan dan Kekuatan
Publisher : Faculty of Engineering UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25042/jurnal_tepat.v5i2.320

Abstract

Wooden boat construction in a traditional boatbuilding group in Tanah Beru, Bulukumba district, continues to meet domestic and foreign orders. After construction, the craftsmen did not re-measure the hull so the boat’s characteristics were not well documented. This may be due to not being well understood how important these measurements are. This activity aims to introduce craftsmen to an easy way of measuring boat hull using a total station. The main dimensions of the boat that became the object of socialization were the deck length, breadth, and height of 37.75, 10.15, and 3.85 m, respectively. At the implementation stage, pre-test and post-test were conducted in the form of a questionnaire to determine the extent to which the program was successful. Among six participants of the socialization, there were two participants (33.33%) who understood the six definitions of the ship’s main dimension, namely the distance between perpendicular (LBP), length of waterline (L1), draft (T), deck length (L2 ), width of waterline (BWL) and overall width (B). While the other participants did not fully understand it. There was even one person who did not understand all of it. After socialization was carried out, 66.67% fully understood it. The measurement results show that the width and height of the built ship are 10.38 m and 4.00 m, respectively. These sizes are 0.20 and 0.15 m larger than the designed dimension.