Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Karakteristik karies periode gigi campuran pada anak usia 6-7 tahun Diani Prisinda; Indah Suasani Wahyuni; Prima Andisetyanto; Yuliawati Zenab
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 1, No 2 (2017): Oktober 2017
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v1i1.22520

Abstract

Pendahuluan: Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan status karies gigi masyarakat masih tinggi. Banyak orang beranggapan bahwa gigi sulung tidak perlu dirawat karena akan digantikan oleh gigi permanen sehingga kurang memperhatikan kesehatan gigi sulung anak, akibatnya keadaan gigi sulung yang dijumpai di praktek dokter gigi seringkali sudah mengalami kerusakan parah. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai karakteristik karies periode gigi campuran pada anak usia 6-7 tahun, sebagai dasar penelitian karies gigi lebih lanjut. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah anak usia 6-7 tahun dan siswa SD kelas 1 di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Teknik purposive sampling mendapatkan subyek penelitian sejumlah 52 anak usia 6-7 tahun yang merupakan siswa kelas 1 dari salah satu SD. Instrumen penelitian yaitu: sinar lampu, kaca mulut, sonde, alat tulis dan formulir pemeriksaan. Data hasil pemeriksaan diolah menggunakan program Excel Office. Hasil: Permukaan gigi permanen yang paling banyak mengalami karies adalah oklusal, sedangkan pada gigi sulung adalah permukaan mesial. Kedalaman karies yang paling banyak ditemukan pada gigi permanen adalah superfisial, sedangkan pada gigi sulung adalah profunda. Ditemukan sejumlah 22 gigi permanen mengalami kerusakan, 343 gigi sulung mengalami kerusakan dan 108 gigi sulung hilang karena karies. Simpulan: Terdapat perbedaan karakteristik karies gigi permanen dan gigi sulung pada periode gigi campuran anak usia 6-7 tahun di Kecamatan Tanjungsari Sumedang.Kata kunci: Karakteristik karies, periode gigi campuran, gigi permanen, gigi sulung.
Frekuensi kelainan ukuran mesiodistal gigi insisif lateral maksila berdasarkan Woelfel pada sub-ras DeutromelayuFrequency of mesiodistal size abnormality of maxillary lateral incisors based on Woelfel in the Deutro-Malays sub-race Nur Fitri Utami; Yuliawati Zenab; Andriani Harsanti
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 30, No 2 (2018): Agustus
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.761 KB) | DOI: 10.24198/jkg.v30i3.18500

Abstract

Pendahuluan: Gigi insisif lateral maksila merupakan gigi yang memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi kelainan ukuran mesiodistal gigi insisif lateral maksila berdasarkan Woelfel. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif. Pengukuran mesiodistal gigi insisif lateral maksila menggunakan kaliper digital. Sampel sebanyak 35 mahasiswa diperoleh dengan teknik purposive sampling dilakukan pada ras Deuteromelayu. Hasil: Rata-rata ukuran mesiodistal gigi insisif lateral maksila pada regio 1 dan 2 adalah 6,28 mm (17,94%) dan 6,20 mm (17,71%). Nilai minimum dan maksimum regio 1 adalah 3,50-7,44 mm, sedangkan pada regio 2 adalah 3,46-7,77 mm. Terdapat 4 gigi insisif lateral maksila (11,42%), sepasang gigi (bilateral) insisif lateral maksila dan dua gigi insisif lateral maksila unilateral (kiri) yang memiliki kelainan ukuran. Jumlah yang mengalami kelainan pada gigi 12 sebanyak 1 gigi (2,85%), dan gigi 22 sebanyak 3 gigi (8,57%). Kelainan ukuran hanya terjadi pada 32 sampel perempuan (9,38%) dan termasuk kedalam golongan mikrodonsia (5,71%). Simpulan: Frekuensi kelainan ukuran mesiodistal gigi insisif lateral maksila berdasarkan Woelfel pada sub-ras Deuteromelayu sebanyak 3 orang dengan jenis kelainan mikrodonsia sejumlah 4 gigi dengan angka kejadian 2 gigi pada bilateral insisif lateral maksila dan dua gigi insisif lateral maksila unilateral.Kata kunci: Gigi insisif lateral maksila, abnormalitas ukuran mesiodistal. ABSTRACTIntroduction: Maxillary lateral incisors have varied shapes and sizes. The purpose of this study was to determine the frequency of mesiodistal size abnormality of the maxillary lateral incisors based on the Woelfel in the Deutro-Malays sub-race. Methods: The research method was descriptive. Measurement of mesiodistal maxillary lateral incisors was performed using a digital callipers. A sample of 35 students was obtained by purposive sampling technique. Result: The average mesiodistal size of the maxillary lateral incisors in regions 1 and 2 was 6.28 mm (17.94%) and 6.20 mm (17.71%) respectively. The minimum and maximum values of region 1 was 3.50-7.44 mm, while in region 2 was 3.46-7.77 mm. There were four maxillary lateral incisors (11.42%), a pair of maxillary lateral (bilateral) incisors and two unilateral maxillary lateral incisors (left) with size deviation. The number of people with abnormalities in tooth number 12 was as much as one tooth (2.85%), and in tooth number 22 was as much as three teeth (8.57%). Size abnormalities only occurred in 32 female samples (9.38%) and included in the microdontia type (5.71%). Conclusion: Frequency of mesiodistal size abnormalities of the maxillary lateral incisors based on the Woelfel in Deutero-Malays sub-race was found in 3 people with microdontia as the abnormality type, in as much as 4 teeth consisted of 2 bilateral maxillary lateral incisors and 2 unilateral maxillary lateral incisors.Keywords: Maxillary lateral Incisors, mesiodistal size abnormalities.
Tipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi angkatan 2010-2013 Universitas PadjadjaranDescription of facial types and dental arch form of the students in the Faculty of Dentistry Universitas Padjadjaran batch 2010-2013 Istiqomah Nur Oktarina; Yuliawati Zenab; Iwa Rahmat Sunaryo
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 28, No 3 (2016): Desember
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.454 KB) | DOI: 10.24198/jkg.v28i3.18689

Abstract

Pendahuluan: Wajah merupakan salah satu bagian terpenting dari penampilan. Bentuk wajah yang ideal dipengaruhi oleh bentuk lengkung gigi, karena lengkung gigi dijadikan sebagai faktor yang penting dalam perawatan ortodonti. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tipe wajah dan bentuk lengkung gigi. Metode: Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Sampelnya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran angkatan 2010-2013 yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan melakukan pengukuran pada foto profil dan model lengkung gigi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi angkatan 2010-2013 Universitas Padjadjaran. Hasil: Terdapat tipe wajah hypereuryprosopic sebanyak 76,97%, euryprosopic sebanyak 86,06%, mesoprosopic sebanyak 18,18%, leptoprosopic sebanyak 12,12%, dan hyperleptoprosopic sebanyak 6,67%. Bentuk lengkung gigi tapered sebanyak 85,71%, square sebanyak 0%, dan ovoid sebanyak 14,29% baik pada rahang atas dan rahang bawah. Simpulan: Tipe wajah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi angkatan 2010-2013 Universitas Padjadjaran adalah euryprosopic dan Bentuk lengkung gigi adalah bentuk tapered.Kata kunci: Tipe wajah, bentuk lengkung gigi. ABSTRACTIntroduction: The face is one of the most fragile parts of appearance. Face types are things that can describe the differences in the shape of each person’s face. The aim of the study was to find out the description of the face type and the shape of the dental arch. Methods: The study was conducted using descriptive method. The samples were students of the Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, 2010-2013 generation who were selected using purposive sampling technique. Results: There were hypereuryprosopic facial types as much as 30%, euryprosopic as much as 48.57%, mesoprosopic as much as 14.29%, leptoprosopic as much as 5.71%, and hyperleptoprosopic as much as 1.43%. From the same number of samples, found tapered dental arches as much as 85.71%, square as much as 0%, and ovoid as much as 14.29% both in the maxilla and mandible. Conclusion: Face types in the Faculty of Dentistry students of 2010-2013 University of Padjadjaran University are mostly hypereuryprosopic in male and euryprosopic students in female students. The curvature of the teeth in the Faculty of Dentistry students of the 2010-2013 University of Padjadjaran University is tapered to the maxilla and mandible in both male and female students. All facial types, namely hypereuryprosopic, euryprosopic, mesoprosopic, leptoprosopic, and hyperleptoprosopic in the 2010-2013 Faculty of Dentistry students at Padjadjaran University were dominated by tapered dental arches in both the maxilla and mandible.Keywords: Facial type, dental arch form.
Kemajuan perawatan ortodontik dengan sekrup ekspansi rahang atas pada crowding ringanOrthodontic treatment progress of mild crowding with maxillary expansion screws Ester Vania; Yuliawati Zenab; Iwa Rahmat Sunaryo
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 28, No 2 (2016): Agustus
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.619 KB) | DOI: 10.24198/jkg.v28i2.19796

Abstract

Pendahuluan: Perbaikan susunan gigi geligi dan oklusi dapat dilakukan dengan perawatan ortodonti. sifat kooperatif pasien sangat berpengaruh dalam kemajuan perawatan dan memerlukan waktu yang panjang. Tujuan penelitian adalah mengetahui kemajuan perawatan pasien dengan sekrup ekspansi rahang atas pada alat ortodonti lepasan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria yang ditentukan, sebanyak 20 model studi crowding ringan yang dirawat menggunakan sekrup ekspansi rahang atas pada alat ortodonti lepasan. Hasil: kemajuan perawatan dengan mengaktivasi sekrup ekspansi secara rutin menunjukan terdapat pertambahan lebar lengkung gigi (LLG) serta jarak gigi 14-24 sebesar 49,1% (bermakna) dan 16-26 sebesar 33,8% (bermakna). Simpulan: Kemajuan perawatan dapat terjadi setelah aktivasi sekrup ekspansi sejumlah 9-10 kali, dimana jumlah aktivasi dan interval hari sebesar 49,1% dan 33,8% sehingga diperoleh ruang untuk memperbaiki susunan gigi pada pasien dengan crowding ringan.Kata kunci: sekrup ekspansi rahang atas, crowding ringan. ABSTRACTIntroduction: Improvement of the tooth and occlusion arrangement can be performed with orthodontic treatment. Cooperativeness of patients will be very influential in the treatment progress which requires a long time. The study was aimed to determine the development of a treatment with maxillary expansion screws on removable orthodontic appliances at Dental Hospital of Faculty of Dentistry Universitas Padjadjaran. Methods: The research was descriptive. The sampling technique was purposive sampling with the specified criteria, as much as 20 study models of mild crowding were treated using maxillary expansion screws in the removable orthodontic appliance. Results: The treatment progress by activating expansion screws continuously showed that there was an increase in the dental arch width and a distance of tooth number 14 – 24 was 49.1% (significant), and a distance of tooth number 16 – 26 of 33.8% (significant). Conclusion: Treatment progress can occurred after activation of expansion screws 9-10 times, where the number of activations and interval days was 49.1% and 33.8% so that space was obtained to improve the tooth arrangement in patients with mild crowding.Keywords: Maxillary expansion screw, mild crowding.
Hubungan antara diskrepansi ukuran gigi anterior rahang atas dan rahang bawah terhadap profil jaringan lunak wajah berdasarkan analisis BoltonThe correlation between maxillary and mandibular anterior size discrepancy and soft tissue facial profile based on Bolton analysis Andrian Fadhlillah Ramadhan; Gita Gayatri; Yuliawati Zenab
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 32, No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkg.v32i2.26980

Abstract

Pendahuluan: Diskrepansi ukuran gigi dan profil wajah merupakan dua faktor yang membantu dalam proses penegakan diagnosis dan penentuan rencana perawatan ortodonti. Pengukuran diskrepansi ukuran gigi dapat dilakukan dengan analisis Bolton, analisis ini dapat menunjukkan rasio lebar mesiodistal antara gigi pada maksila dan gigi pada mandibula. Profil wajah dapat digunakan sebagai guideline dalam menentukan estetik wajah yang ingin dicapai setelah perawatan. Tipe profil wajah dapat diinterpretasi dari hasil fotografi ekstraoral, pada penelitian ini analisis Bolton yang dilakukan hanya meliputi rasio anterior saja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan  antara diskrepansi ukuran gigi rahang atas dengan ukuran gigi rahang bawah berdasarkan analisis Bolton terhadap profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Metode: Penelitian analitik observasional diawali dengan pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dan didapatkan 50 orang sampel mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi angkatan 2016 kemudian dilakukan analisis rasio anterior Bolton pada model studi dan interpretasi hasil foto profil ekstraoral. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui korelasi dari kedua variabel tersebut. Hasil: Rata-rata anterior ratio dari 50 orang sampel sebesar 79,53% ±2,61 dengan profil wajah lurus sebanyak 33 orang (66%) dan profil wajah cembung sebanyak 17 orang (34%) dengan rata-rata derajat konveksitas 172,11°. Uji korelasi Pearson menghasilkan nilai p-value (0,896) yang lebih besar dari α=0,05. Tidak ada korelasi yang signifikan antara diskrepansi ukuran gigi dan profil wajah. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara diskrepansi ukuran gigi dan profil wajah.Kata kunci: Analisis Bolton, diskrepansi ukuran gigi, profil wajah. ABSTRACTIntroduction: Tooth size discrepancy and facial profile are two crucial factors for helping diagnosis and treatment planning of orthodontic treatment. Bolton analysis could measure tooth size discrepancy; and the analysis result shows the ratio of mesiodistal width between maxillary and mandibular teeth. The facial profile could be used as a guideline for aesthetic result in orthodontic treatment. The facial profile can be analysed from an extraoral profile photograph. In this research, we only calculate the anterior ratio of the sample. The purpose of this study was to determine the correlation between maxillary and mandibular anterior size discrepancy and soft tissue facial profile of the students of the Faculty of Dentistry Universitas Padjadjaran based on Bolton analysis. Methods: The research was conducted with observational analytic methods. The sampling method was conducted using the purposive sampling method, which resulted in 50 samples taken from students of the Faculty of Dentistry Universitas Padjadjaran batch 2016. Analysis of the sample’s anterior ratio was measured on the study cast with Bolton analysis and interpretation of the extraoral profile photograph. Both variables (tooth size discrepancy and facial profile type) were then analysed with Pearson’s correlation test to determine the correlation between the two variables. Results: The average anterior ratio from 50 samples was 79.53% ± 2.61, and the most common facial profile type was straight/orthognathic, which was found in 33 samples (66%) followed by convex in 17 samples (34%) with average facial convexity was 172.11°. The result of Pearson’s correlation test showed that the p-value was 0.896, which was higher than α = 0.05. There was no significant correlation between tooth size discrepancy and soft tissue facial profile. Conclusion: There is no correlation between tooth size discrepancy and soft tissue facial profile.Keywords: Bolton analysis, tooth size discrepancy, facial profile.
Nilai facial index berdasarkan klasifikasi maloklusi angle pada sub ras deuteromelayuFacial index value based on angle’s classification of malocclusion on deuteromalay subrace Wafa Hanifah; Avi Laviana; Yuliawati Zenab
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 2 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i2.32426

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Perawatan ortodonti bertujuan untuk mencapai oklusi yang ideal dengan konfigurasi wajah yang harmonis. Proporsi ideal wajah pada masyarakat suatu daerah harus diketahui untuk digunakan sebagai sumber data dalam menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan yang tepat agar perawatan ortodonti memperoleh hasil terbaik. Tujuan penelitian ini adalah mengukur nilai facial index berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada Sub ras Deuteromelayu. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian yaitu mahasiswa Program Studi Sarjana Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran sub ras Deuteromelayu. Metode pengambilan sampel yaitu total sampling dengan kriteria inklusi sampel berasal dari keturunan Suku Aceh, Suku Minangkabau, Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Bali, Suku Bugis, dan Suku Makassar. Nilai facial index dihitung dari tinggi wajah dibagi lebar wajah lalu dikali 100. Hasil: Jumlah sampel total 115 orang, terdiri dari 17 pria dan 98 wanita. Data nilai facial index berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada penelitian ini untuk pria terdapat 6 sub kelas maloklusi dengan 4 tipe wajah yang berbeda, sementara untuk wanita terdapat 6 sub kelas maloklusi dengan 5 tipe wajah yang berbeda. Klasifikasi Maloklusi Angle yang terbanyak pada pria dan wanita yaitu Kelas I Tipe 1 dan tipe wajah terbanyak yaitu mesoprosopic pada pria dan euryprosopic pada wanita. Rerata nilai facial index pada pria adalah 87,28 dan wanita adalah 84,16. Simpulan: Nilai facial index berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle pada sub ras Deuteromelayu yang terbanyak pada pria yaitu Kelas I Tipe 1 dengan tipe wajah mesoprosopic dan leptoprosopic, dan pada wanita Kelas I Tipe 1 dengan tipe wajah euryprosopic.Kata kunci: Maloklusi; Nilai facial index; Sub Ras Deuteromelayu ABSTRACTIntroduction: Orthodontic treatment aims to achieve an ideal occlusion and a harmonious facial configuration. The ideal proportion of face in various area must be known for a data source in establishing a diagnosis and making the right treatment plan so that the orthodontic treatment achieves the best results. This study aimed to measure facial index based on Angle’s classification of malocclusion on Deuteromalay Subrace. Method: This research was a descriptive study with cross sectional approached. The research population were undergraduate students of Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Deuteromalay Subrace. The sampling method was total sampling with the inclusion criteria of samples were the descendants of the Acehnese, Minangkabau, Sundanese, Javanese, Balinese, Bugis, and Makassar ethnic groups. The facial index value was calculated from the height of the face divided by the width and then multiplied by 100. Results: The total sample was 115 people consisting of 17 men and 98 women. The facial index value data based on Angle’s classification of malocclusion in this study for men was 6 malocclusion subclasses with 4 different facial types, for women was 6 malocclusion subclasses with 5 different facial types. The most Angle’s classification of malocclusion in men and women were class I type 1 and the most facial types were mesoprosopic in men and euryprosopic in women. The average facial index in men was 87.28 and women was 84.16. Conclusions: The most facial type in men was mesoprosopic and euryprosopic in women, the most Angle’s classification of malocclusion was Class I Type 1.Keywords: Malocclussion; Facial Index; Deuteromayal subrace
Perbandingan buccal corridor pada maloklusi kelas I sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat dengan dan tanpa pencabutan gigi premolar Comparison of the buccal corridor in class I malocclusion before and after fixed orthodontic appliances treatment with and without premolar extraction Zain Irfan Muyassar; Elih Elih; Yuliawati Zenab
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 3 (2022): Oktober 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i3.34315

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Perawatan ortodonti dilakukan untuk mengoreksi maloklusi sehingga dicapai oklusi yang baik dalam melakukan fungsi maupun estetika. Salah satu penilaian estetika bisa dilihat dari buccal corridor yang terlihat ketika tersenyum. Perawatan ortodonti pada maloklusi kelas I dapat dilakukan dengan pencabutan atau tanpa pencabutan. Perawatan tersebut dapat memengaruhi tampilan pasien saat tersenyum. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan buccal corridor pada maloklusi kelas I sebelum dan sesudah perawatan dengan dan tanpa pencabutan gigi premolar yang dirawat dengan alat ortodonti cekat menggunakan software Image-J. Metode: Jenis penelitian analitik komparatif dengan sampel penelitian berupa fotografi frontal pasien maloklusi kelas I dentoskeletal yang telah selesai dirawat alat ortodonti cekat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad pada tahun 2015 – 2019 sebanyak 30 sampel tanpa pencabutan dan 14 sampel pencabutan empat gigi premolar pertama. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengukuran buccal corridor dilakukan menggunakan software Image-J. Analisa data menggunakan uji paired t-test, sedangkan untuk membandingkan perubahan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan dilakukan uji independent t-test. Hasil: Terdapat penurunan yang signifikan buccal corridor pada kelompok tanpa pencabutan yaitu sebesar 2,45%  3,41% (p < 0,05), tidak terdapat penurunan yang signifikan buccal corridor pada kelompok pencabutan yaitu sebesar 0,51%  3,47% (p>0,05) dan perbandingan perubahan nilai buccal corridor pada perawatan dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0,05). Simpulan: Terdapat penurunan  buccal corridor sesudah perawatan pada kelompok tanpa pencabutan, tidak terdapat penurunan pada buccal corridor sesudah perawatan pada kelompok pencabutan dan tidak terdapat perbedaan buccal corridor antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan gigi premolar. Kata kunci:  buccal corridor; ekstraksi; non-ekstraksi. ABSTRACT  Introduction:Orthodontic treatment was performed to correct malocclusion to obtained good occlusion in performing both function and aesthetics. One of the aesthetics assessments can be seen from the buccal corridor which is visible when it smiles. Orthodontic treatment in class I malocclusion can be treated with extraction or without extraction. The treatment can affect the patient’s appearance when smiling. This study was conducted to analized the comparison of the buccal corridor in class I malocclusion before and after treatment with and without premolar extraction which is treated with fixed orthodontic appliances. Methods: This study was conducted of comparative analysis and the sample of this study consisted of frontal photography of dentoskeletal class I malocclusion patients who had finished being treated with fixed orthodontics appliances at the Orthodontic Clinic of RSGM Unpad in 2015 – 2019, as many as 30 samples without extraction and 14 samples fours first premolars extraction. The sample were taken using purposive sampling technique. Buccal corridor measured using Image-J software. Analisa data menggunakan uji paired t-test, sedangkan untuk membandingkan perubahan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan dilakukan uji independent t-test. Results: There was a significant decrease in the buccal corridor in the non-extraction group, which was 2.45% ± 3.41% (p<0.05), there was a non-significant decrease in the buccal corridor in the extraction group, which was 0.51% ± 3.47% (p>0.05) and the comparison of changes in the value of the buccal corridor in the treatment with extraction and without extraction showed no significant result (p > 0.05). Conclusion: There was a decrease in the buccal corridor after treatment in the non-extraction group, there was a decrease in the buccal corridor after treatment in the extraction group and there was no difference in the buccal corridor between extraction and non-extraction premolar groups. Keywords: buccal corridor; extraction; non-extraction.