Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Kajian Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Kepolisian Resort Kota Besar Medan Hartanto, Dadang
Publikauma : Jurnal Administrasi Publik Universitas Medan Area Vol 7, No 2 (2019): PUBLIKAUMA DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (865.781 KB) | DOI: 10.31289/publika.v7i2.2805

Abstract

Reformasi Birokrasi Pemerintah Indonesia dimulai sejak terterbitnya Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Melalui kedua pedoman tersebut Polrestabes Medan mulai menerapkan secara bertahap reformasi birokrasi.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pencapaian wilayah birokrasi bersih dan melayani Polrestabes Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan didukung data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perjalanannya penerapan dan pelaksanaan reformasi birokrasi terdapat area perubahan dan program yang membuahkan beberapa capaian dan perkembangan yang baik. Aspek pencapian tersebut tidak terlepas dari indikator yang telah ditetapkan yaitu perubahan mind set,pembenahan sistem pelayanan publik berbasis IPTEK, Penguatan Peraturan dan Kepemimpinan
INSTITUSI INKLUSIF PRIMUM NON NOCERE KESEJAHTERAAN SOSIAL Hartanto, Dadang
PERSPEKTIF Vol 9, No 2 (2020): PERSPEKTIF Juli
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/perspektif.v9i2.3549

Abstract

The institutional model that works in a country in economic and political aspects influences social welfare. In the inclusive institutional model the principle that must be held is primum non necere or fisrt do no harm for social welfare. Proponents of the state must not suffer the lives of their people. In this paper it is reinforced that politics and economics are two sides of a coin that encourage and influence social welfare. Inclusive institutions always deal with extractive institutions. Daron Acemogle and James A. Robinso (2012) in their book Why Nations Fails reveal that economic growth and prosperity are associated with inclusive economic and political institutions, while extractive institutions typically lead to stagnation and poverty. Indonesia has the opportunity to have extractive institutions and therefore must be prevented by implementing democracy seriously and independent law enforcement based on due process of law. Inclusive institutions must be realized so that Indonesia can become a healthy and strong country. One of the health and strength of a country is determined by its economic strength which contributes to development and fiscal strengthening. Fiscal is built one of them by increasing tax revenue because of the contribution of taxation to the fiscal average of 77.6%
Institusi Inklusif Primum Non Nocere Kesejahteraan Sosial Hartanto, Dadang
PERSPEKTIF Vol 9, No 2 (2020): PERSPEKTIF Juli
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/perspektif.v9i2.3549

Abstract

The institutional model that works in a country in economic and political aspects influences social welfare. In the inclusive institutional model the principle that must be held is primum non necere or fisrt do no harm for social welfare. Proponents of the state must not suffer the lives of their people. In this paper it is reinforced that politics and economics are two sides of a coin that encourage and influence social welfare. Inclusive institutions always deal with extractive institutions. Daron Acemogle and James A. Robinso (2012) in their book Why Nations Fails reveal that economic growth and prosperity are associated with inclusive economic and political institutions, while extractive institutions typically lead to stagnation and poverty. Indonesia has the opportunity to have extractive institutions and therefore must be prevented by implementing democracy seriously and independent law enforcement based on due process of law. Inclusive institutions must be realized so that Indonesia can become a healthy and strong country. One of the health and strength of a country is determined by its economic strength which contributes to development and fiscal strengthening. Fiscal is built one of them by increasing tax revenue because of the contribution of taxation to the fiscal average of 77.6%
Implementasi Kebijakan-Kebijakan Dalam Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pencurian dan Penggelapan, Pencurian Dengan Pemberatan, Pencurian dengan Kekerasan (3C), Penipuan dan Penggelapan (Tipu Gelap) Serta Narkotika Dadang Hartanto
Publikauma : Jurnal Administrasi Publik Universitas Medan Area Vol 9, No 2 (2021): PUBLIKAUMA, Desember 2021
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/publika.v9i2.5778

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana penipuan penggelapan dan narkotika. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Tehnik analisis data memakai analisis deskriptif.  Hasil penelitian ini menemukan bahwa implementasi kebijakan-kebijakan dalam penegakkan hukum bagi pelaku tindak pidana penipuan dan penggelapan (tipu gelap) , pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian kendaraan bermotor dan narkoba adalah mengacu kepada kebijaksanaan Peraturan Kapolri dan Perundang-Undangan. Apabila dalam hal penanganan tindak pidana Narkotika dalam kategori pemakai maka penyelesaian tindak pidana tersebut dengan lebih mengedepankan rehabilitasi ke Balai rehab milik pemerintah maupun swasta, sedangkan implementasi kebijakan-kebijakan dalam penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana curat, curas dan curamor (3C) dan tipu gelap mengacu peraturan Perundang-Undangan. Terhadap pelaku 3C apabila melukai korban bahkan meninggal dunia dan akan melukai petugas maka wajib dilakukan tindakan tegas dan terukur, serta terhadap perkara tipu gelap apabila sudah tercipta rasa keadilan bagi korban dapat dilakukan restorative justice
Kajian Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Kepolisian Resort Kota Besar Medan Dadang Hartanto
Publikauma : Jurnal Administrasi Publik Universitas Medan Area Vol 7, No 2 (2019): PUBLIKAUMA DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/publika.v7i2.2805

Abstract

Reformasi Birokrasi Pemerintah Indonesia dimulai sejak terterbitnya Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Melalui kedua pedoman tersebut Polrestabes Medan mulai menerapkan secara bertahap reformasi birokrasi.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pencapaian wilayah birokrasi bersih dan melayani Polrestabes Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan didukung data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perjalanannya penerapan dan pelaksanaan reformasi birokrasi terdapat area perubahan dan program yang membuahkan beberapa capaian dan perkembangan yang baik. Aspek pencapian tersebut tidak terlepas dari indikator yang telah ditetapkan yaitu perubahan mind set,pembenahan sistem pelayanan publik berbasis IPTEK, Penguatan Peraturan dan Kepemimpinan
HUBUNGAN PERSONAL MASTERY DENGAN KEPEMIMPINAN PADA ORGANISASI BAREKSKRIM POLRI Dadang Hartanto
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 7, No 4 (2020): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.06 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v7i4.856-864

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang hudungan personal mastery dengan kepemimpinan Organisasi Bareskrim POLRI. Metode penelitian yang diterapkan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan cara mengumpulkan data wawancara dan observasi terhadap informan. Selanjutnya tehnik analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan menjelaskan hasil temuan dalam bentuk penyajian data narasi atau katat-kata bersumber dari transkip wawancara yang telah diolah.  Hasil penelitian ini menemukan bahwa didapati hubungan personal mastery dengan kepemimpinan dalam organisasi Breskrim POLRI. Hal ini terbukti bahwa dalam implementasinya faktor yang dianggap oleh informan sebagai sesuatu yang menentukan kelangsungan dirinya tetap dapat bertahan dan hidup dalam organisasi atau kelompok adalah faktor pimpinan atau atasan dan jaringan individu atau kelompok yang mempunyai hubungan dengan pimpinan tersebut. Sehingga, ditekankan bahwa seorang anggota organisasi harus personal mastery guna membangun organisasi yang kreatif dan inovatif.
Pentingnya organisasi bertahan melalui organisasi pembelajaran Dadang Hartanto
SEMINAR NASIONAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN Vol. 1 No. 1 (2020): Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pentingnya organisasi bertahan melalui pembelajaran organisasi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka seperti buku, majalah, jurnal-jurnal, dokumen, catatan data sekunder, data statistik atau penelitian kepustakaan murni yang terkait dengan obyek penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi hanya dapat bertahan jika melakukan perubahan. Perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumberdaya manusia. Organisasi harus mengadopsi struktur dan proses yang memungkinkan mereka menjadi adaptif dan dinamis. Dengan melakukan organisasi pembelajaran dapat menyeimbangkan dan mengoptimalkan sumberdaya manusia yang ada melalui inovasi perilaku manusia yang membutuhkan disiplin. Pemimpin harus memastikan inovasi baik secara internal maupun eksternal untuk memastikan keberlanjutan organisasi di tengah segala bentuk perubahan. Pentingnya organisasi pembelajaran di tempat kerja agar dapat merespon pertumbuhan harapan dari pelanggan organisasi dan meraih kesuksesan dalam berkompetisi di tengah kondisi lingkungan global yang pergerakannya demikian kompetitif, cepat dan kompleks.
MODEL HIERARKI KOMUNIKASI ORGANISASI BADAN RESERSE DAN KRIMINAL KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (BARESKRIM POLRI) Dadang Hartanto
Komunikologi: Jurnal Pengembangan Ilmu Komunikasi dan Sosial Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30829/komunikologi.v4i2.8480

Abstract

AbstrakTugas pokok yang  dijalankan oleh organisasi Polri dibentuk secara nasional dengan konsep organisasi berjenjang mulai dari tingkatan yang bersifat fungsional antara lain fungsi Intelijen, Reserse, Sabhara, Lalu Lintas dan Pembinaan Masyarakat. Namun dalam implementasinya hierarki komunikasi organisasi yang dikembangkan belum berjalan optimal.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang model hierarki komunikasi organisasi Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu peneliti mengeksplorasi suatu entitas atau fenomena (kasus) dan aktivitas (program, kejadian, proses, institusi, atau kelompok) terkait pembelajaran di Bareskrim Polri. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dengan informan kunci yaitu. Metode ini ditujukan untuk mendapatkan database informasi yang ada pada setiap informan yaituPimpinan Polri/Kabareskrim Polri atau wakabareskrim, Direktur/Wakil Direktur Bareskrim Polri, Karo Wasidik, Kasub Dit, Kanit, Penyidik.  Tehnik analisis data dilakukan dengan membaca dan memahami berbagai materi emperik (emperical material) yang telah dikumpulkan tersebut kemudian mengkaitkannya dengan key themes pada penelitian ini. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa model hierarki komunikasi mengarahkan kepada siapa anggota organisasi berinteraksi dan berkomunikasi sehingga tidak dianggap salah (secara etika dan displin) baik dalam bersikap dan berperilaku khususnya dalam hubungan person to person. Disisi lain, juga mempunyai hubungan dan saling terkait yaitu mempengaruhi pengelolaan organisasi yang muncul dalam bentuk keputusan, kebijakan dan arahan baik tertulis maupun lisan. Model hierarki komunikasi mendorong terjadinya manajemen pembelajaran yang tertib karena selain tetap membuka pola komunikasi dua arah, diskusi dan dialog serta di dalamnya ada kritik, masukan dan saran. Namun model komunikasi hierarki mensyaratkan komunikasi tersebut secara formal harus berpedoman pada etika,  prosedur  dan  tata cara tertentu. AbstractThe purpose of this study is to examine the hierarchical model of organizational communication for the Indonesian National Police (Bareskrim Polri). This research uses a qualitative research type, namely, researchers explore an entity or phenomenon (cases) and activities (programs, events, processes, institutions, or groups) related to learning at the Police Criminal Investigation Unit. Data collection was carried out by the interview method. This method is intended to obtain a database of information on each informant. The analysis technique is done by reading and understanding various empirical materials that have been collected and then linking them to the key themes in this study. The results of this study prove that the hierarchical communication model directs to whom the members of the organization interact and communicate so that they are not considered wrong (ethically and disciplinarily) both in attitude and behavior, especially in person to person relationships. On the other hand, it also has a relationship and is interrelated, namely influencing organizational management that appears in the form of decisions, policies, and directions both written and oral. The hierarchical communication model encourages orderly learning management because apart from keeping open two-way communication patterns, discussions, and dialogues, and includes criticism, input, and suggestions. However, the hierarchical communication model requires that communication be formally guided by certain ethics, procedures, and procedures.
Institusi Inklusif Primum Non Nocere Kesejahteraan Sosial Dadang Hartanto
PERSPEKTIF Vol 9, No 2 (2020): PERSPEKTIF - July
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/perspektif.v9i2.3549

Abstract

The institutional model that works in a country in economic and political aspects influences social welfare. In the inclusive institutional model the principle that must be held is primum non necere or fisrt do no harm for social welfare. Proponents of the state must not suffer the lives of their people. In this paper it is reinforced that politics and economics are two sides of a coin that encourage and influence social welfare. Inclusive institutions always deal with extractive institutions. Daron Acemogle and James A. Robinso (2012) in their book Why Nations Fails reveal that economic growth and prosperity are associated with inclusive economic and political institutions, while extractive institutions typically lead to stagnation and poverty. Indonesia has the opportunity to have extractive institutions and therefore must be prevented by implementing democracy seriously and independent law enforcement based on due process of law. Inclusive institutions must be realized so that Indonesia can become a healthy and strong country. One of the health and strength of a country is determined by its economic strength which contributes to development and fiscal strengthening. Fiscal is built one of them by increasing tax revenue because of the contribution of taxation to the fiscal average of 77.6%
Strategi Optimalisasi Sistem Pembinaan Penyidik Polri Guna Meningkatkan Kinerja Organisasi Dadang Hartanto
JUPIIS: JURNAL PENDIDIKAN ILMU-ILMU SOSIAL Vol 12, No 1 (2020): JUPIIS (JURNAL PENDIDIKAN ILMU ILMU SOSIAL) JUNI
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jupiis.v12i1.15823

Abstract

In an effort to optimize organizational performance, various strategies are needed, especially in the police field of investigation. Various efforts can be made in the form of implementing a reward system, a certification system and a performance appraisal system. But until now it is still partial and has not provided a sense of justice and increased motivation. Merit system has not become a foundation in the system. This is influenced by several main factors, namely the role of leadership, mental models of Criminal Investigation personnel, surveillance systems. Stakeholder support is still limited to discourse and in the operational field. Stakeholders in the budget sector are still oriented to other fields of activity outside of coaching. The use of information technology that is still partial does not support the operation of the investigator guidance system. Operationalisation of the system that is still manual also still occurs so that the data and information collected cannot be optimally processed in determining the performance displayed by the National Police investigator, the rewards given as well as the competency map and special areas of expertise. These factors are influenced by mental models in definitive routines, the attention of leaders and blueprints for the design of an IT-based police investigating system. Therefore, the mental model that encourages innovation and breakthrough needs to be created, the struggle of leaders in setting programs and budgets as well as the blueprint for system design that is complete and ready to be followed up.