Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI HAL YANG MERINGANKAN HUKUMAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Budi Prakarsa Ketaren; Alvi Syahrin; M. Hamdan; Madiasa Ablisar
Jurnal Abdi Ilmu Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu
Publisher : UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The corruption is an axtradionary crime that damage and endagers the financial and economic of a state. If this nation did not aware the corruption as the root of problem, it is difficult for Indonesia to manage its self even for rise from the buried. The returning the loss of nation did not terminate the law prosecess on the corruption crime. But the returning of the loss of the state and followed by the elimination of the law process on corruption crime can be accepted as ultimate in corruption eradication. The problem in this thesis are : How the returning process of the state financial asset through the corruption crime justice as mentioned in the Act ? Did the returning the state financial will influence the punisment for criminal in the corruption crime justice ? What a returning of state financial in corruption crime justice in relationo to the objective of the punishment ? The asset recovery did not determined explicitly in Act No. 17/2003 concering to the State Financial and Act No. 20/2001 concering to theCorruption Crime Eradication even did not in Act No. 15/2002 that revised by Act No. 25/2003 concerning ti the money Laundry. The asset recovery is new nomenclatire and independent, separated from the term “State Financial”.this term indicate ecplicitly that asset of corruption is a property as the state asset. If the asset recovery had implemented in corruption crime justice, the judge is wise to provide the lower punishmen because the asset had be recovered.
PERLINDUNGAN HUKUM PADA ANAK KORBAN PENCABULAN DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi Kasus Laporan Polisi No. LP/222/XI/2019/SU/Res.Tapteng, Tertanggal 18 November 2019) Elysa Sani Merynda Simaremare; Syafrudin Kalo; M. Hamdan; Marlina Marlina
Law Jurnal Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v3i1.2294

Abstract

ABSTRAKPenyelidikan dan penyidikan terhadap Anak Korban tindak pidana pencabulan pada keluarga sulit untuk dilaksanakan karena sering mendapat perlawanan dalam keluarga. Sebagaimana contoh kasus dalam penelitian ini, pencabulan yang dilakukan oleh Ayah Kandung terhadap anaknya, dimana saudara kandungnya ikut dalam pencabulan. Mengangkat topik penelitian terhadap Laporan Polisi No. 222/XI/SU/2019/Res.Tapteng tentang tindak pidana pencabulan dengan permasalahan yang dikaji pengaturan hukum tentang perlindungan hukum bagi Anak Korban tindak pidana pencabulan dalam tahap penyelidikan dan penyidikannya; Proses penyelidikan dan penyidikan Laporan Polisi tersebut; dan upaya yang dilakukan Penyidik Satreskrim Polres Tapteng dan instansi-instansi terkait. Penelitian merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, selanjutnya dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Disimpulkan dalam penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana pencabulan terhadap Anak Korban oleh keluarga kerap mengalami kendala, salah satunya kendala biaya dan sulitnya mengumpulkan bukti-bukti dan saksi-saksi karena keluarga sulit untuk dimintai keteranga. Upaya yang dilakukan oleh penyidik yakni Polres Tapteng berdasarkan kebijakan kriminal dengan pendekatan represif jugan mempercepat pemberkasan perkara guna mampu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sibolga. Disamping itu juga melakukan pendekatan dengan konsep kebijakan non-penal berupa memberikan pendidikan seks usia dini dan pengenalan pentingnya menjaga alat reproduksi serta penyuluhan hukum untuk memotivasi anak-anak di sekolah-sekolah dalam memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian tindak pidana yang dialaminya.Kata Kunci: perlindungan hukum; anak korban pencabulan; dan ayah kandung
Pertanggungjawaban Pidana Praktik Dokter Dalam Transplantasi Organ-Jaringan Pada Tubuh Manusia Henry Joni Rambe; Alvi Syahrin; M. Hamdan; Suhaidi Suhaidi
Jurnal Pencerah Bangsa Vol 2, No 1 (2022): Juli - Desember
Publisher : Jurnal Pencerah Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transplantasi organ-jaringan tubuh manusia merupakan suatu tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien yang mengalami gangguan fungsi organ tubuh yang rusak berat. Gangguan fungsi organ tubuh yang rusak dalam arti organ tersebut memang sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya dan keadaan ini dapat mengganggu sistem metabolisme dan kelangsungan hidup orang tersebut. Transplantasi berasal dari kata transplant yaitu to take up and plant to another atau mengambil dan menanamkan organ-jaringan ke tempat lain di dalam tubuhnya atau tubuh orang lain dengan tujuan pengobatan. Menurut kamus Oxfortd transplant adalah take one organ from one person, animal, part of the body and put it in to or on to another yang artinya mengambil organ dari seseorang, hewan atau bagian tubuh dan memindahkannya pada tubuh kita atau tubuh orang lain. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan tidak memberikan secara tegas tentang pengertian dari transpalntasi, namun pada Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Bab I ketentuan Pasal 1 ayat (5) ada memberikan definisi secara jelas tentang transplantasi yaitu rangkaian tindakan medis dengan memindahkan organ atau alat-alat tubuh dan atau jaringan tubuh manusia, yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang tidak berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan tesis ini adalah metode penelitian normatif atau legal research sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriftif analisis. Kesimpulan penelitian ini adalah sanksi pidana praktik dokter pada transplantasi organ-jaringan manusia setelah memenuhi unsur berupa Informed Consent berupa perbuatan dengan kesalahan yang disengaja ataupun kelalaian, yang telah melawan hukum serta telah berakibat pada pasien dan dapat dipertanggung jawabkan antara lain berupa pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda disamping sanksi administratif dan sanksi perdata.
Guru Dan Perspektif Pendidikan Islam Pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini Henry Joni Rambe; Alvi Syahrin; M. Hamdan; Suhaidi Suhaidi
Jurnal Pencerah Bangsa Vol 2, No 1 (2023): Januari - Juni
Publisher : Jurnal Pencerah Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendidik harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik secara spiritual, intelektual, serta moral. Pendidik harus mampu memenuhi kebutuhan jamani dan rohaninya peserta didik. Islam telah mengatur dengan terperinci bagaimana yang dikatakan sebagai pendidik, bagaimana Pendidikan itu, dan bagaimana cara mendidik anak usia dini. Sebagai seorang tenaga pendidik cukup apa yang telah diajarkan oleh islam saja yang menjadi pedoman utama kita. Menjadi seorang guru yang sabar, tawadhu, berakhlak mulia, menyebarkan ilmunya dengan baik, sehingga mampu mencerdaskan generasi bangsa. Menjadi seorang guru tidak sulit, namun menjalankan tanggung jawab seorang guru yang sulit. Maka dari itu niat kan bekerja karena Allah SWT
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perintangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 684 K/Pid.Sus/2009 Dan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 23/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI) Alvin Ziawa; Ediwarman Ediwarman; Madiasa Ablisar; M. Hamdan
Jurnal Pencerah Bangsa Vol 2, No 2 (2023): Januari - Juni
Publisher : Jurnal Pencerah Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berbagai kasus korupsi yang mencuat saat ini nampaknya merupakan upaya pihak-pihak yang berkepentingan untuk menghalangi proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, menghalangi tindakan tersebut jika tidak diambil secara tegas, pelaku korupsi dapat menggunakan jaringan atau rekannya untuk menghindari proses hukum atau melemahkan pembuktian. Bahwa pelakunya tidak terjerat undang-undang atau putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dilaksanakan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penyidikan perkara tindak pidana korupsi, pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana terhadap penyidikan perkara korupsi, dan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana terhadap penyidikan perkara tindak pidana korupsi. Untuk menemukan jawaban atas permasalahan tersebut, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, dimana penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder sebagai data utama dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan analisis data menggunakan metode kualitatif. analisis data. Tanggung jawab seseorang secara pidana atas perbuatan yang melawan atau melanggar hukum, di mana dalam ketentuan hukum tersebut memuat sanksi pidana. Pemberian hukuman sangat erat kaitanya dengan pertanggungjawaban pidana di mana orang yang dihukum harus mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Urgensi Pemusatan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Pada Tingkat Polres Dikaitkan dengan Tugas dan Fungsi Polri dalam Mengayomi, Melayani, dan Melindungi Masyarakat: (Studi Pada Polrestabes Medan) M. Ainul Yaqin; Madiasa Ablisar; M. Hamdan; Mahmud Mulyadi
Locus Journal of Academic Literature Review Volume 2 Issue 5 - May 2023
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/ljoalr.v2i5.158

Abstract

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) diberikan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Hal ini dikarenakan Polri terbentuk dari masyarakat dan bekerja untuk masyarakat, oleh karenanya Polri harus Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter). Dalam hal ini, berbagai Jumlah Tindak Pidana (JTP) yang ditangani, dilaksanakan melalui tahap: penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah apakah urgensi pemusatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pada polsek-polsek di jajaran Polrestabes Medan di wilayah Kota Medan dapat diselesaikan. Bagaimana pula hambatan yang akan dihadapi, sebab jika penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (mengungkap kasus-kasus) diserahkan kepada Polrestabes Medan, maka dibutuhkan dasar hukum dan “pilot project”. Apabila terjadi pemusatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dilaksanakan, maka setiap polsek-polsek hanya bertugas patroli untuk mencegah kejahatan, mengunjungi warga, mendamaikan perselisihan di tingkat kecamatan, dan sebagainya. Kajian ini akan mengkaji dan menganalisis urgensi pemusatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pada tingkat polres kabupaten/kota dikaitkan dengan tugas dan fungsi Polri dalam melindungi masyarakat di Kota Medan; dan hambatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pada Polrestabes Medan terkait tugas Polri dalam rangka penegakan hukum dalam melindungi masyarakat di Kota Medan.
Analisis Hukum Tentang Kepentingan Umum Menurut Pasal 310 Ayat (3) KUHP di Indonesia sebagai Alasan Penghapusan Pidana dalam Kegiatan Pers Aditya Pranata Kaban; M. Hamdan; Budiman Ginting; Mahmud Mulyadi
Mahadi: Indonesia Journal of Law Vol. 1 No. 2 (2022): Edisi Agustus
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/mah.v1i2.8754

Abstract

The public interest is the foundation of any norms and rules of law in force in the Republic of Indonesia. It’s because the public interest is most important than others, such as the interests of the state, the interest of a group, and the interests of the individual, after that the public interest is the reason for removing the offense if it can be proved that the punishable act was done in the public interests, in accordance with Article 310 Paragraph (3) of the Criminal Code. As we all know the activities of the Press often cause problems where the press is considered a crime to make " the public interest" an excuse for his actions, regardless of whether the source of the news is true or not. In press activities, other legislation that serves as the founding members of the press to make an article is the Law of the Republic of Indonesia Number. 40 of 1999 on the Press, which regulates the press freedom (sometimes called freedom of the press). Those two things make the press feel that the offense should be resolved by way of press releases, and no longer use the Code as a legal basis. In other words, the Press Act serves as Lex specialis of the Code of Penal Code (Code) in the case of defamation, detraction, and mockery, as well as to resolve disputes with other press.