Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KETAHANAN LIMA JENIS KAYU TERHADAP SERANGAN DELAPAN JENIS JAMUR PELAPUK Sihati Suprapti; Djarwanto Djarwanto; Esti Rini Satiti; Lisna Efiyanti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 39, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2021.39.1.27-38

Abstract

Kayu kurang dikenal yang berasal dari hutan alam saat ini merupakan alternatif bahan baku yang digunakan oleh industri perkayuan nasional.  Optimalisasi pemanfaatan kayu kelompok  ini memerlukan informasi mengenai ketahanan terhadap serangan jamur pelapuk dari setiap jenis kayu yang  digunakan.  Dalam  penelitian ini  dilakukan pengujian ketahanan lima jenis kayu kurang dikenal bagian gubal dan teras, dan pengkaratan logam yang berikatan dengan kayu diuji terhadap jamur menggunakan metode Kolle-flask. Kelarutan kayu dalam NaOH 1% dianalisis mengacu pada  standar ASTM D 1110-84.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa Albizia sp. dan Syzygium sp. diklasifikasikan dalam kelompok kayu-tahan (kelas II), Santiria sp.  dan Lithocarpus ewyckii termasuk  kayu agak-tahan (kelas III), dan Xanthophyllum excelsum termasuk kayu tidak-tahan (kelas IV). Kehilangan berat terbesar terjadi pada kayu gubal, Xanthophyllum excelsum yang diumpankan kepada Pycnoporus sanguineus. Rata-rata kehilangan berat kayu teras lebih rendah (termasuk kelas II) dibandingkan dengan kehilangan berat kayu gubal (Kelas III). Kehilangan berat tertinggi dari kayu yang berikatan dengan sekrup dijumpai pada kayu Syzygium sp. yang disekrup dan diumpankan kepada Polyporus sp. Rata-rata kehilangan berat kayu yang disekrup lebih tinggi dibandingkan dengan kayu tanpa sekrup, sedangkan kehilangan berat tertinggi dari sekrup yang telah berikatan dengan kayu terjadi pada Xanthophyllum excelsum kemudian Syzygium sp. yang diumpankan pada jamur Polyporus arcularius. Didapatkan bubuk karat terbanyak dalam kayu Syzygium sp. yang diumpankan kepada jamur Polyporus arcularius. Lima jenis jamur memiliki kemampuan sedang dan tiga jenis lainnya berkemampuan rendah dalam melapukkan kayu. Pengaruh jamur dalam pengkaratan sekrup semuanya rendah.
KOMPOSISI KIMIA DAN KEAWETAN ALAMI 20 JENIS KAYU INDONESIA DENGAN PENGUJIAN DI BAWAH NAUNGAN Jasni Jasni; Gustan Pari; Esti Rini Satiti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 34, No 4 (2016): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (885.499 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2016.34.4.323-333

Abstract

Pemanfaatan kayu untuk berbagai produk seperti konstruksi bangunan, mebel, dan barang kerajinan perlu memperhatikan sifatnya, antara lain komponen kimia dan keawetannya, karena sifat ini saling berhubungan. Tulisan ini mempelajari komposisi kimia dan keawetan alami 20 jenis kayu dari berbagai daerah di Indonesia. Kandungan selulosa dianalisa berdasarkan metode Norman dan Jenkins, lignin berdasarkan SNI 14-0492-1989 dan zat ekstraktif berdasarkan SNI 14-1032-1989. Pengujian keawetan di lapangan dilakukan dengan pengujian kayu di bawah naungan. Pengujian keawetan tersebut dilaksanakan di kebun percobaan Cikampek, Jawa Barat. Pengamatan dilakukan setelah satu tahun pengujian, dengan cara menilai persentase kerusakan contoh uji yang disebabkan oleh organisme perusak kayu. Hasil penelitian menunjukkan kadar selulosa tertinggi pada jenis kayu Jaha (Terminalia arborea K. et. V.) (61,35%) dan terendah kayu bambang lanang (Michelia champaca L. var. pubinervia) (43,30%). Kadar lignin tertinggi 35,80% pada jenis kayu mahang putih (Macaranga hypoleuca Muell. Arg.) dan terendah 23,67% pada jeniskayu cempaka ( Elmerrillia papuana Dandy).Kadar zat ek straktif tertinggi (7,87%) ditemukan pada jenis kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dan terendah (1,52%) pada jenis kayu kandis (Pentaphalangium pachycarcum A. C. Smith.). Hasil penelitian keawetan alami kayu dari 20 jenis kayu terhadap organisme perusak kayu di lapangan, menunjukkan bahwa sebanyak empat jenis termasuk  awet (kelas II), enam jenis termasuk agak awet (kelas III), tiga jenis termasuk tidak awet (kelas IV) dan tujuh jenis termasuk sangat tidak awet (Kelas V).
EFEKTIVITAS PENGAWETAN DENGAN TEKNIK INFUS DAN BANDAGE PADA POHON BALAM TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING Evi Sribudiani; Esti Rini Satiti; Wa Ode Muliastuty Arsyad; Sonia Somadona; Ratih Damayanti; Djarwanto Djarwanto; Rudianda Sulaeman; Sulaeman Yusuf; Yusup Amin; Didi Tarmadi; Dwi Ajias Pramasari; Syafrinal Syafrinal
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 39, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2021.39.2.65-73

Abstract

Saat ini keberadaan kayu jenis meranti merah, kulim dan mersawa sebagai bahan baku pembuat jalur  di Kabupaten Kuansing Provinsi Riau semakin langka, sedangkan kebutuhan kayu sebagai bahan pembuat jalur semakin tinggi. Oleh sebab itu diperlukan pemilihan jenis kayu alternatif yang memiliki persamaan sifat kuat dan awet dengan kayu jenis meranti merah, kulim, dan mersawa agar dapat memenuhi spesifikasi pembuatan jalur. Penelitian ini bertujuan mempelajari efektivitas pengawetan kayu balam dengan teknik infus dan bandage terhadap rayap kayu kering. Balam (Macaranga conifera Muell. Agr.) dipilih sebagai kayu alternatif untuk membuat jalur karena saat ini masih banyak ditemukan namun belum banyak dipakai untuk pembuatan jalur. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jalur yang disimpan di darat mendapatkan serangan rayap kayu kering, sehingga diperlukan pengawetan jalur agar tidak terserang organisme perusak kayu (OPK) khususnya rayap kayu kering.  Pengawetan pohon berdiri dengan senyawa boron komplek dengan teknik infus dan bandage dipilih untuk meningkatkan kelas keawetan kayu balam. Pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap kayu kering dilakukan sesuai metode SNI 7207-2014. Data diolah dengan menggunakan rancangan faktorial acak lengkap. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengawetan dengan teknik infus dan bandage berbeda nyata terhadap pengurangan berat dan mortalitas rayap. Pengamatan derajat serangan secara visual pada kontrol dan teknik infus  yaitu 40 (tahan) yang nilainya lebih rendah dibandingkan teknik bandage 70 (sedang). Mortalitas pada teknik infus lebih tertinggi yaitu 90,67% dibandingkan kontrol 86,08% dan bandage 61,75%. Teknik pengawetan dengan teknik infus menunjukkan kandungan boron yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik bandage.
PERUBAHAN WARNA DAN LAPISAN FINISHING LIMA JENIS KAYU AKIBAT PENCUACAAN Krisdianto Krisdianto; Esti Rini Satiti; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 36, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1287.012 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2018.36.3.205-218

Abstract

Peningkatan penggunaan produk kayu disebabkan karena warna alami kayu menimbulkan kesan hangat dan nyaman. Namun demikian, untuk penggunaan di luar ruangan secara alami kayu mengalami penurunan kualitas diantaranya perubahan warna dan pengurangan lapisan finishing di permukaan kayu. Penelitian ini bertujuan mempelajari perubahan warna dan ketahanan lapisan finishing setelah satu tahun terpampang di luar ruangan. Lima jenis kayu kurang dikenal dari Riau diberi pelapis bahan finishing transparan menggunakan bahan finishing akrilik, enamel, poliuretan, ultran lasur ultra violet (UV), dan ultran politur P-03 UV sebelum dipaparkan di luar ruangan selama satu tahun. Perbedaan warna kayu diukur berdasarkan sistem CIELab dan ketahanan lapisan film finishing dianalisis secara digital menggunakan perangkat lunak ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan warna kayu berubah menjadi abu-abu pucat setelah terpapar cuaca di luar ruangan selama satu tahun. Perubahan warna sangat tinggi tercatat pada bulan pertama, dan sedang sampai kecil pada setiap bulan pengamatan selanjutnya. Permukaan kayu yang diberi bahan finishing lebih tahan terhadap pencuacaan daripada permukaan kayu alami tanpa bahan finishing. Bahan enamel (ET), lasur (LSR), dan P03 (PP) merupakan bahan finishing yang lebih baik dari bahan lainnya dalam hal perlindungan di luar ruangan. Hubungan antara penutupan bahan finishing dengan perubahan warna menunjukkan korelasi sedang, yaitu semakin luntur bahan finishing di permukaan kayu, maka perubahan warna semakin besar.
Proses Pengambilan Keputusan dalam Adopsi Inovasi Stimulan Organik Melalui Analisis Peran Pemangku Kepentingan Wa Ode Muliastuty Arsyad; Esti Rini Satiti; Sukadaryati Sukadaryati
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 16, No 1 (2019): Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Publisher : Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (715.37 KB) | DOI: 10.20886/jakk.2019.16.1.1-10

Abstract

Wood vinegar-based stimulant is potential to be developed in Perhutani, therefore, the process of adoption is indispersable to be analyzed. This study aims at identifying the involved stakeholders and analysing the relationships among stakeholders in the policy of adopting stimulant innovation in Perhutani areas. Respondents are selected using a snowball sampling method. Stakeholder analysis is performed by using Interpretative Structural Modeling (ISM) while stakeholder relations analysis is carried out by classifying the relation into five categories: interaction, continuity, synergy, strength, and the presence or absence of conflicts. The results shows that the stakeholders involved in the stimulants innovation adoption policy are mostly in Quadrant IV or performs that Perhutani officials have legal authority in decision-making process. The pine tappers in Quadrant I implies that they have limited influence to stimulants innovation adoption policy but they have enormous interest in the management of pine forests. Academicians, researchers, forest rangers, forestry services officials and Ministry of Environment and Forestry officials are in Quadrant II. They play important role as intermediaries or facilitators and have considerable influence on decision-making process. Interaction, synergy and relationship continuity among stakeholders are well-established, except among researchers and academicians. Meanwhile, they could colaborate research with Perhutani.
Pengaruh pengawetan pohon berdiri terhadap sifat kimia dan mekanis Bintangur (Callophyllum soulattri) dan Balam (Macaranga conifera (Rch.f. & Zoll) Mull.Arg.) Dwi Ajias Pramasari; Sonia Somadona; Evi Sribudiani; Yusup Amin; Didi Tarmadi; Sulaeman Yusuf; Ratih Damayanti; Djarwanto Djarwanto; Wa Ode Muliastuty Arsyad; Esti Rini Satiti; Syafrinal Syafrinal; M. Mardhiansyah
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol 13, No 2 (2021)
Publisher : Kementerian Perindustrian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24111/jrihh.v13i2.6938

Abstract

Teknologi pengawetan kayu dengan metode infus dan bandage-wrapping pada pohon berdiri yang masih hidup merupakan metode baru dalam pengawetan kayu. Metode ini memiliki keunggulan dapat mengawetkan kayu berukuran besar secara mudah. Kayu utuh berukuran besar dibutuhkan untuk bahan baku pembuatan Jalur, yaitu, perahu tradisional khas daerah Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pengawetan kayu pada pohon berdiri terhadap karakteristik kayu, terutama sifat kimia dan sifat mekanisnya. Masing-masing sebanyak dua pohon dari jenis kayu alternatif bahan baku pembuatan Jalur yaitu Bintangur (Callophyllum soulattri Burm.f.) dan Balam (Macaranga conifera (Rch.f. & Zoll) Mull.Arg) diawetkan menggunakan senyawa boron dengan metode infus dan bandage-wrapping. Sebagai kontrol, satu pohon dari masing-masing jenis juga ditebang dan diuji. Sampel kayu yang digunakan dibagi menurut posisi aksial pohon (pangkal, tengah, dan ujung) untuk diamati sifat kimia dan sifat mekanis dengan masing-masing tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi aksial mempengaruhi sifat kimia kayu Balam dan Bintangur secara siginifikan pada kadar lignin (30-36%) dan kadar alfa selulosa (48-52%). Secara umum, sifat mekanis yaitu Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE) meningkat secara signifikan setelah diawetkan, kecuali pada Bintangur untuk metode bandage-wrapping. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan infus memberikan pengaruh nyata yang positif terhadap sifat kimia dan mekanis kayu Bintangur, sehingga pohon Bintangur yang telah diawetkan menggunakan metode infus dapat direkomendasikan sebagai alternatif bahan baku pembuatan Jalur.
KETAHANAN LIMA JENIS KAYU TERHADAP SERANGAN DELAPAN JENIS JAMUR PELAPUK Sihati Suprapti; Djarwanto Djarwanto; Esti Rini Satiti; Lisna Efiyanti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 39, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2021.39.1.27-38

Abstract

Kayu kurang dikenal yang berasal dari hutan alam saat ini merupakan alternatif bahan baku yang digunakan oleh industri perkayuan nasional.  Optimalisasi pemanfaatan kayu kelompok  ini memerlukan informasi mengenai ketahanan terhadap serangan jamur pelapuk dari setiap jenis kayu yang  digunakan.  Dalam  penelitian ini  dilakukan pengujian ketahanan lima jenis kayu kurang dikenal bagian gubal dan teras, dan pengkaratan logam yang berikatan dengan kayu diuji terhadap jamur menggunakan metode Kolle-flask. Kelarutan kayu dalam NaOH 1% dianalisis mengacu pada  standar ASTM D 1110-84.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa Albizia sp. dan Syzygium sp. diklasifikasikan dalam kelompok kayu-tahan (kelas II), Santiria sp.  dan Lithocarpus ewyckii termasuk  kayu agak-tahan (kelas III), dan Xanthophyllum excelsum termasuk kayu tidak-tahan (kelas IV). Kehilangan berat terbesar terjadi pada kayu gubal, Xanthophyllum excelsum yang diumpankan kepada Pycnoporus sanguineus. Rata-rata kehilangan berat kayu teras lebih rendah (termasuk kelas II) dibandingkan dengan kehilangan berat kayu gubal (Kelas III). Kehilangan berat tertinggi dari kayu yang berikatan dengan sekrup dijumpai pada kayu Syzygium sp. yang disekrup dan diumpankan kepada Polyporus sp. Rata-rata kehilangan berat kayu yang disekrup lebih tinggi dibandingkan dengan kayu tanpa sekrup, sedangkan kehilangan berat tertinggi dari sekrup yang telah berikatan dengan kayu terjadi pada Xanthophyllum excelsum kemudian Syzygium sp. yang diumpankan pada jamur Polyporus arcularius. Didapatkan bubuk karat terbanyak dalam kayu Syzygium sp. yang diumpankan kepada jamur Polyporus arcularius. Lima jenis jamur memiliki kemampuan sedang dan tiga jenis lainnya berkemampuan rendah dalam melapukkan kayu. Pengaruh jamur dalam pengkaratan sekrup semuanya rendah.
KOMPOSISI KIMIA DAN KEAWETAN ALAMI 20 JENIS KAYU INDONESIA DENGAN PENGUJIAN DI BAWAH NAUNGAN Jasni Jasni; Gustan Pari; Esti Rini Satiti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 34, No 4 (2016): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2016.34.4.323-333

Abstract

Pemanfaatan kayu untuk berbagai produk seperti konstruksi bangunan, mebel, dan barang kerajinan perlu memperhatikan sifatnya, antara lain komponen kimia dan keawetannya, karena sifat ini saling berhubungan. Tulisan ini mempelajari komposisi kimia dan keawetan alami 20 jenis kayu dari berbagai daerah di Indonesia. Kandungan selulosa dianalisa berdasarkan metode Norman dan Jenkins, lignin berdasarkan SNI 14-0492-1989 dan zat ekstraktif berdasarkan SNI 14-1032-1989. Pengujian keawetan di lapangan dilakukan dengan pengujian kayu di bawah naungan. Pengujian keawetan tersebut dilaksanakan di kebun percobaan Cikampek, Jawa Barat. Pengamatan dilakukan setelah satu tahun pengujian, dengan cara menilai persentase kerusakan contoh uji yang disebabkan oleh organisme perusak kayu. Hasil penelitian menunjukkan kadar selulosa tertinggi pada jenis kayu Jaha (Terminalia arborea K. et. V.) (61,35%) dan terendah kayu bambang lanang (Michelia champaca L. var. pubinervia) (43,30%). Kadar lignin tertinggi 35,80% pada jenis kayu mahang putih (Macaranga hypoleuca Muell. Arg.) dan terendah 23,67% pada jeniskayu cempaka ( Elmerrillia papuana Dandy).Kadar zat ek straktif tertinggi (7,87%) ditemukan pada jenis kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dan terendah (1,52%) pada jenis kayu kandis (Pentaphalangium pachycarcum A. C. Smith.). Hasil penelitian keawetan alami kayu dari 20 jenis kayu terhadap organisme perusak kayu di lapangan, menunjukkan bahwa sebanyak empat jenis termasuk  awet (kelas II), enam jenis termasuk agak awet (kelas III), tiga jenis termasuk tidak awet (kelas IV) dan tujuh jenis termasuk sangat tidak awet (Kelas V).
EFEKTIVITAS PENGAWETAN DENGAN TEKNIK INFUS DAN BANDAGE PADA POHON BALAM TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING Evi Sribudiani; Esti Rini Satiti; Wa Ode Muliastuty Arsyad; Sonia Somadona; Ratih Damayanti; Djarwanto Djarwanto; Rudianda Sulaeman; Sulaeman Yusuf; Yusup Amin; Didi Tarmadi; Dwi Ajias Pramasari; Syafrinal Syafrinal
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 39, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2021.39.2.65-73

Abstract

Saat ini keberadaan kayu jenis meranti merah, kulim dan mersawa sebagai bahan baku pembuat jalur  di Kabupaten Kuansing Provinsi Riau semakin langka, sedangkan kebutuhan kayu sebagai bahan pembuat jalur semakin tinggi. Oleh sebab itu diperlukan pemilihan jenis kayu alternatif yang memiliki persamaan sifat kuat dan awet dengan kayu jenis meranti merah, kulim, dan mersawa agar dapat memenuhi spesifikasi pembuatan jalur. Penelitian ini bertujuan mempelajari efektivitas pengawetan kayu balam dengan teknik infus dan bandage terhadap rayap kayu kering. Balam (Macaranga conifera Muell. Agr.) dipilih sebagai kayu alternatif untuk membuat jalur karena saat ini masih banyak ditemukan namun belum banyak dipakai untuk pembuatan jalur. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jalur yang disimpan di darat mendapatkan serangan rayap kayu kering, sehingga diperlukan pengawetan jalur agar tidak terserang organisme perusak kayu (OPK) khususnya rayap kayu kering.  Pengawetan pohon berdiri dengan senyawa boron komplek dengan teknik infus dan bandage dipilih untuk meningkatkan kelas keawetan kayu balam. Pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap kayu kering dilakukan sesuai metode SNI 7207-2014. Data diolah dengan menggunakan rancangan faktorial acak lengkap. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengawetan dengan teknik infus dan bandage berbeda nyata terhadap pengurangan berat dan mortalitas rayap. Pengamatan derajat serangan secara visual pada kontrol dan teknik infus  yaitu 40 (tahan) yang nilainya lebih rendah dibandingkan teknik bandage 70 (sedang). Mortalitas pada teknik infus lebih tertinggi yaitu 90,67% dibandingkan kontrol 86,08% dan bandage 61,75%. Teknik pengawetan dengan teknik infus menunjukkan kandungan boron yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik bandage.
PERUBAHAN WARNA DAN LAPISAN FINISHING LIMA JENIS KAYU AKIBAT PENCUACAAN Krisdianto Krisdianto; Esti Rini Satiti; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 36, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2018.36.3.205-218

Abstract

Peningkatan penggunaan produk kayu disebabkan karena warna alami kayu menimbulkan kesan hangat dan nyaman. Namun demikian, untuk penggunaan di luar ruangan secara alami kayu mengalami penurunan kualitas diantaranya perubahan warna dan pengurangan lapisan finishing di permukaan kayu. Penelitian ini bertujuan mempelajari perubahan warna dan ketahanan lapisan finishing setelah satu tahun terpampang di luar ruangan. Lima jenis kayu kurang dikenal dari Riau diberi pelapis bahan finishing transparan menggunakan bahan finishing akrilik, enamel, poliuretan, ultran lasur ultra violet (UV), dan ultran politur P-03 UV sebelum dipaparkan di luar ruangan selama satu tahun. Perbedaan warna kayu diukur berdasarkan sistem CIELab dan ketahanan lapisan film finishing dianalisis secara digital menggunakan perangkat lunak ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan warna kayu berubah menjadi abu-abu pucat setelah terpapar cuaca di luar ruangan selama satu tahun. Perubahan warna sangat tinggi tercatat pada bulan pertama, dan sedang sampai kecil pada setiap bulan pengamatan selanjutnya. Permukaan kayu yang diberi bahan finishing lebih tahan terhadap pencuacaan daripada permukaan kayu alami tanpa bahan finishing. Bahan enamel (ET), lasur (LSR), dan P03 (PP) merupakan bahan finishing yang lebih baik dari bahan lainnya dalam hal perlindungan di luar ruangan. Hubungan antara penutupan bahan finishing dengan perubahan warna menunjukkan korelasi sedang, yaitu semakin luntur bahan finishing di permukaan kayu, maka perubahan warna semakin besar.