Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Kajian aspek produksi dan pemasaran kedelai di Jawa Tengah: Studi kasus di Kabupaten Wonogiri nFN Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v10n2-1.1993.8-18

Abstract

IndonesianKedelai memegang posisi strategis dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena perannya yang sangat penting dalam menu pangan penduduk dan dalam penyediaan kesempatan kerja. Bahan makanan dari kedelai ini cukup potensial karena selain harganya murah, juga mengandung nilai gizi yang tinggi (16 - 20 persen lemak, 35 - 45 persen protein, 25 persen karbohidrat, serta mengandung vitamin A, B1 dan B2). Dilihat sumbangannya terhadap konsumsi masyarakat (terutama protein dan kalori) kedelai memberikan andil 61 persen protein dan 28 persen kalori dari semua kacang-kacangan yang dikonsumsi penduduk  Indonesia (BPS, 1985). Eksistensi perkedelaian di Indonesia menjadi semakin penting karena laju permintaan terhadap kedelai yang tinggi setiap tahun dan melebihi laju peningkatan produksi. Kendala pengembangan aspek produksi yang dihadapi petani diantaranya adalah rendahnya persepsi dan tingkat adopsi beberapa komponen teknologi seperti benih berlabel, sistem tanam larikan, penggunaan pupuk secara lengkap dan berimbang, dan penyiangan tanaman secara lebih baik. Untuk mengatasi masalah ini di Wonogiri telah dihasilkan suatu paket teknologi budidaya kedelai yang dirancang oleh ESCAP CGPRT yang bekerjasama dengan Balittan Bogor dan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Secara umum aspek pemasaran kedelai berjalan cukup baik yang ditunjukkan oleh pangsa harga yang diterima petani cukup besar (80 - 90 persen) dan tidak ada fluktuasi bulanan yang tajam. Permasalahan yang dihadapi dalam aspek pemasaran adalah rendahnya kualitas kedelai. Pemerintah diharapkan berperan dalam menetapkan harga jual dan beli pedagang besar menurut kualitas dikaitkan dengan penyaluran kedelai impor.
Keragaan Investasi di Subsektor Perkebunan Muchjidin Rachmat; nFN Saptana; nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v13n1.1995.1-21

Abstract

IndonesianPembangunan di subsektor perkebunan tidak terlepas dari peran investasi, baik yang bersumber dari pemerintah maupun swasta domestik maupun asing. Pemerintah telah merangsang investasi swasta melalui berbagai kebijaksanaan pemerintah khususnya dalam hal kemudahan investasi. Selama periode tahun 1968-1990, perkembangan nilai investasi di subsektor perkebunan yang disetujui oleh pemerintah meningkat dengan laju 17.8 persen pertahun untuk PMDN dan 9.0 persen pertahun untuk PMA. Kenaikan cukup besar terjadi pada PMDN sebagai akibat berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah. Kegiatan investasi perkebunan menyebar di seluruh propinsi, terbesar berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Penyebaran investasi di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan berperannya subsektor perkebunan bagi penyebaran pembangunan. Komoditi yang diminati sebagian besar adalah cokalt, karet, dan kelapa sawit, baik di bidang budidaya dan atau pengolahannya. Permasalahan umum yang dijumpai dalam menarik minat investasi di perkebunan adalah persaingan dengan sektor lain sejalan dengan sifat investasi di sektor pertanian umumnya memerlukan modal besar, ketergantungan terhadap faktor alam, memerlukan jangka waktu panjang, seringkali berlokasi di daerah terpencil (bukaan baru) serta harga produk pertanian yang tergantung kepada harga pasar dunia. Namun demikian investasi di perkebunan masih prospektif dilihat dari segi pasar dan didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam serta situasi negara yang stabil. Usaha untuk menarik minat investasi di perkebunan diperlukan penyebarluasan tentang informasi, baik informasi prospek pasar dan potensi daerah serta kemudahan dalam kegiatan investasi.
Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian nFN Ashari; nFN Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n2.2005.132-147

Abstract

EnglishOne of the main problems in agricultural development is the weakness of capital support. The government have tried to overcome this problem by launching some credit programs for the agricultural sector. Many credit programs, those use fixed interest base, showed less satisfied result. In any cases even generate new problems such as the the greater farmer’s debt and also nonperformance credit. Based on that phenomena it is required the alternative financing schemes. Sharia scheme, can be choosen as the alternative financing model for supporting agricultural development.  Different to the conventional credit, the sharia scheme is free of interest, profit loss sharing equity principle, and profit sharing will be executed in the end of transaction. This paper aim at introducing the sharia financing model and its prospect to be implemented in agricultural sectors. The result of study indicate that sharia scheme is prospective to strengthen the capital of agricultural sector. To support implementation of sharia finance in agricultural sector, the crucial factors are political will of policy maker and also intensive socialization related to sharia principle finance to public authority and society. IndonesianSalah satu permasalahan utama dalam pembangunan di sektor pertanian adalah lemahnya permodalan. Pemerintah telah berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan meluncurkan beberapa kredit program untuk sektor pertanian. Kredit program yang memakai sistem bunga menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, bahkan menimbulkan permasalahan baru seperti membengkaknya hutang petani serta kredit macet. Berdasarkan hal tersebut perlu dicari model pembiayaan alternatif, salah satu di antaranya adalah dengan skim syariah. Berbeda dengan model kredit, pembiayaan syariah ini  bebas bunga, pembagian keuntungan didasarkan atas bagi hasil  yang dilakukan setelah periode transaksi berakhir. Tulisan ini bertujuan untuk menge-nalkan model pembiayaan syariah serta prospek implementasinya di sektor pertanian. Hasil kajian menunjukkan bahwa pembiayaan syariah cukup prospektif untuk memperkuat permodalan di sektor pertanian. Untuk mendu-kung implementasinya di sektor pertanian diperlukan keberpihakan para pembuat kebijakan serta sosialisasi yang intensif mengenai prinsip-prinsip pembiayaan syariah.
Mewujudkan Keunggulan Komparatif Menjadi Keunggulan Kompetitif Melalui Pengembangan Kemitraan Usaha Hortikultura nFN Saptana; nFN Sunarsih; Kurnia Suci Indraningsih
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v24n1.2006.61-76

Abstract

EnglishChanges in strategic environment indicated by trade liberalization, regional autonomy, consumer preference, and environmental sustainability, require conduct adjustment of horticulture agribusiness partnership institutions. This review focuses: (1) the concept of competitiveness and importance of partnership; (2) status of competitiveness of some Indonesian horticultural commodities; (3) formulating critical nodes of competitive business partnership; (4) efforts to realize comparative advantage into competitive advantage through business partnership.  In general, horticultural commodities have both comparative and competitive advantages, but its comparative advantage parameters are less than those competitive advantage. It indicates that horticulture farmers pay higher costs of inputs or receive lower price of their outputs than they have to. The fact shows that domestic horticulture products get difficulty in penetrating Singapore and Malaysia’ markets due to low quality, irregular supply, significant losses during transportation, and unfavorable domestic political circumstance. Strategy of horticulture agribusiness partnership institutions through satisfactory social process based on mutual interest will change comparative advantage into competitive advantage. IndonesianPerubahan lingkungan strategis seperti liberalisasi perdagangan, otonomi daerah, perubahan  preferensi konsumen, dan tuntutan terhadap kelestarian lingkungan, menuntut adanya perubahan cara beroperasinya kelembagaan kemitraan usaha agribisnis hortikultura. Tulisan ini membahas: (1) Konsep daya saing dan pentingnya kemitraan usaha; (2) Status daya saing komoditas hortikultura di beberapa sentra produksi di Indonesia; (3) Rumusan simpul-simpul kritis pengembangan kelembagaan kemitraan usaha yang berdaya saing; dan (4) Upaya untuk mewujudkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui strategi kemitraan usaha. Secara umum komoditas hortikultura memiliki keunggulan komparatif dan sekaligus keunggulan kompetitif, namun parameter keunggulan komparatif lebih rendah dibandingkan keunggulan kompetitifnya.  Hal ini mengandung makna bahwa petani hortikultura membayar harga input produksi lebih tinggi dari yang seharusnya dan atau menerima harga output lebih rendah dari yang seharusnya.  Faktanya dewasa ini produk hortikultura tetap mengalami kesulitan untuk dapat bersaing dan akses terhadap pasar Singapura dan Malaysia karena masalah kualitas, kontinuitas pasokan, tingginya kerusakan dalam pengangkutan, serta kondisi sosial politik dalam negeri yang belum kondusif.  Srategi pengembangan kelembagaan kemitraan usaha agribisnis hortikultura melalui proses sosial yang matang dengan dasar saling percaya mempercayai di antara pelaku agribisnis diharapkan dapat membantu mewujudkan keunggulan komparatif yang dimiliki menjadi keunggulan bersaing.
Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan nFN Ashari; nFN Saptana; Tri Bastuti Purwantini
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v30n1.2012.13-30

Abstract

EnglishFood security remains as a fundamental problem in most countries along with population increase, purchasing power improvement, and climate change. To support national food security, it is necessary to implement it at the households’ level such as farming on backyard land (pekarangan) areas. This paper aims to review the potencies, policies and programs, as well as constraints related with use of backyard land in supporting food security at households’ level. Backyard land is potential for farming in order to supply family food needs, especially vegetables, to reduce household food expenditure, and to increase the household income. Some constrains are found in backyard farming, such as less intensive cultivation, not a core business, lack of specific technology, and less field workers’ of assistance. Support from various stakeholders is necessary in order to improve backyard farming. IndonesianKetahanan pangan akan tetap menjadi permasalahan pokok di sebagian besar negara di dunia seiring dengan semakin besar jumlah penduduk, peningkatan daya beli dan dinamika iklim global. Upaya membangun ketahanan pangan keluarga, salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, diantaranya melalui pemanfaatan lahan pekarangan.Tulisan ini bertujuan untuk mengulas potensi, kebijakan dan program, serta kendala pemanfaatan lahan pekarangan untuk mendukung ketahanan pangan, terutama di tingkat rumah tangga. Lahan pekarangan memiliki potensi dalam penyediaan bahan pangan keluarga, mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk pembelian pangan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Sejumlah kendala terkait masalah sosial, budaya, dan ekonomi masih dijumpai dalam program pemanfaatan  lahan pekarangan, diantaranya belum membudayanya budidaya pekarangan secara intensif, masih bersifat sambilan dan belum berorientasi pasar, kurang tersedianya teknologi budidaya spesifik pekarangan, serta proses pendampingan dari petugas yang belum memadai. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang matang dan dukungan lintas sektoral dalam pemanfaatan lahan pekarangan sehingga mampu lebih optimal dalam mendukung ketahanan pangan.
Perspektif pengembangan agribisnis udang tambak Indonesia: Studi kasus di Propinsi Jawa Barat nFN Saptana; Muchjidin Rachmat; nFN Hermanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v12n2.1994.11-23

Abstract

IndonesianKomoditas udang merupakan salahsatu komoditas pertanian penting yang ditunjukkan oleh meningkatnya ekspor udang Indonesia di pasar internasional dari tahun ke tahun. Namun dewasa ini, dari penelitian di lapang menunjukkan bahwa udang yang dikelola secara ekstensif dan intensif menghadapi berbagai kendala yang berat, dan praktis banyak yang berjatuhan karena kegagalan dan kekurangan modal. Hasil analisis usaha tambak per hektar pada berbagai cara pengusahaan di Jawa Barat dengan R/C ratio menunjukkan bahwa usaha tambak intensif tidak layak diusahakan dengan nilai R/C ratio 0,97, usaha tambak semi intensif dan tradisional layak diusahakan dengan nilai R/C 1,60 dan 1,80. Dari hasil analisis margin pemasaran, besarnya marjin pemasaran Rp 5.680/kg (36,22 persen), yang terdiri dari biaya pemasaran 90 persen dan keuntungan pelaku tataniaga 10 persen. Sementara itu pangsa pasar yang diterima petani mencapai 63,7 persen dari harga jual ekportir. Tulisan ini ingin mengungkap keragaan dan permasalahan usaha tambak udang dan pemasarannya. Disamping itu juga akan diungkap perkembangan ekspor dan harga udang, serta kendala Indonesia dalam memasok pasar udang internasional.
Konsep Efisiensi Usahatani Pangan dan Implikasinya bagi Peningkatan Produktivitas nFN Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v30n2.2012.109-128

Abstract

EnglishBasic problems for farm business improvement are lack of types, quantity, quality, and continuity of agricultural products supply in accordance with market demand dynamics. Improving agricultural productivity can be carried out through efficiency enhancement and technology breakthrough. Empirical studies on technical efficiency (TE) show that Indonesian farming TE values for some food commodities are moderate to high (0.50-0.80) suggesting that the food-crop farm business are not fully technically efficient.  Meanwhile, the allocative efficiencies (AE) of some food-crop farm businesses range from 0.45 to 0.70, and economic efficiencies (EE) vary from 0.35 to 0.60 indicating low to moderate efficiency levels. Socio-economic factors affecting the lower technical inefficiencies are: (a) land size, (b) household income, (c) formal education of household heads, and (d) household heads’ experience in farming. Strategies to improve farm business efficiency are through transformation of traditional farming to modern one In the future the farming should be driven by innovation in science and technology and skilled human resources. IndonesianPermasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengembangan usahatani adalah belum terwujudnya ragam, kuantitas, kualitas, dan kesinambungan pasokan berbagai produk pertanian yang sesuai dengan dinamika permintaan pasar.  Berkaitan dengan permasahan tersebut maka upaya peningkatan produktivitas pertanian dapat dilakukan dengan peningkatan efisiensi dan terobosan teknologi baru.  Hasil review studi empiris pencapaian efisiensi teknis (TE) usahatani pangan di Indonesia tergolong moderat hingga tinggi (0,50-0,80) yang menunjukkan usahatani beberapa komoditas belum sepenuhnya efisien secara teknis.  Sementara itu, tingkat efisiensi alokatif (AE) beberapa usahatani pangan berkisar (0,45-0,70) dan efisiensi ekonomi (EE) berkisar (0,35-0,60), berada pada level rendah hingga moderat. Faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani pangan adalah : (a) variabel luas garapan, (b) variabel pendapatan rumah tangga, (c) variabel pendidikan formal KK,  dan (d) Variabel pengalaman KK dalam usahatani. Pilihan strategi peningkatan efisiensi usahatani dapat di lakukan dengan transformasi usahatani dari usahatani tradisional ke arah kebudayaan industrial, selanjutnya ke depan harus mengarah pada usahatani yang digerakkan oleh inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta SDM yang terampil.
Perspektif Pengembangan Ekonomi Kedelai di Indonesia Tahlim Sudaryanto; I Wayan Rusastra; nFN Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v19n1.2001.1-20

Abstract

EnglishSoybean as one of agricultural commodity plays an important role in the Indonesian' economy. The role intertwined in the food crops demand, consumption, trade, and the farmers' income. Technical as well as economical aspects are faced by the Indonesian government to promote local or domestic soybean, especially when it has to compete with the imported soybean. Presently, soybean farming system is financially profitable, taking the advantage of the Indonesian protection policy. Economically, soybean-farming system is inefficient due to inefficiency in using the domestic resources to meet the domestic demand and export promotion. This study concluded that several strategic policies that have to be taken by Indonesian' government to increase the competitiveness of local or domestic soybean are: (1) to promote suitable region specifically for soybean, (2) to increase soybean yield or productivity through introducing the high yield varieties adapted to the region, efficiency on the on-farm management, (3) import tax to protect domestic soybean, (4) to introduce the new post harvest technology (to minimize harvest losses) and other non-price policy. IndonesianKomoditas kedelai memegang peranan penting dalam ekonomi rumah tangga petani, konsumsi pangan, kebutuhan dan perdagangan pangan nasional. Pengembangan komoditas ini dihadapkan pada pemasalahan teknis, sosial-ekonomi, dan defisit perdagangan dan daya saing dengan kedelai impor. Usahatani kedelai menguntungkan secara finansial karena didukung oleh kebijaksanaan protektif. Komoditas kedelai secara ekonomi dinilai kurang efisien dalam pemanfaatan sumber daya  domestik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan lebih-lebih lagi untuk tujuan promosi ekspor. Kebijaksanaan strategis yang perlu di lakukan untuk meningkatkan daya saing kedelai nasional adalah pemilihan wilayah pengembangan yang sesuai, peningkatan produktivitas melalui penciptaan varietas dengan adaptasi dan potensi hasil yang lebih tinggi serta perbaikan manajemen usahatani, kebijaksanaan tarif impor yang memadai untuk mendorong adopsi teknologi dan peningkatan produksi. Disamping peningkatan produktivitas dan efisiensi, perlu terus diupayakan  peningkatan stabilitas hasil, penekanan senjang hasil, kehilangan hasil saat panen dan pengolahan, serta kebijaksanaan nonharga lainnya.
Tinjauan Konseptual Makro-Mikro Pemasaran dan Implikasinya bagi Pembangunan Pertanian nFN Saptana; Handewi Purwati Saliem
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v33n2.2015.127-148

Abstract

EnglishEconomists are interested in the marketing concept try to apply it in agricultural development. Marketing concept has several aspects, i.e. economy, business, and policy. Some people interpret marketing concept in terms of macro aspect (national level) and micro aspect (firm level). This paper proposes to examine marketing concept in term of macro and micro levels. Examining the marketing aspect at macro level will be useful to increase the marketing efficiency of agricultural commodity at regional or national level. It will also improve marketing efficiency in supply chain of agricultural commodity. Reviews on empirical studies indicate that some agricultural commodities have low marketing efficiency causing low competitiveness in the domestic and global markets. Enhancing marketing efficiency requires government intervention intended to reduce market distortion and high transaction cost in the supply chain of agricultural commodity. To achieve marketing efficiency of agricultural commodity, it is necessary to integrate macro-economic policy and micro-economic activities in the supply chain of agricultural commodity.  IndonesianPakar ekonomi dan pemasaran telah memberikan perhatian besar terhadap konsep pemasaran dan mencoba menerapkannya dalam pembangunan pertanian. Konsep pemasaran dimaknai dari berbagai perspektif, antara lain perspektif ekonomi, bisnis, dan kebijakan. Di samping itu, ada yang memaknai pemasaran dari perspektif makro dan perspektif mikro. Tulisan ini berusaha mengkaji konsep pemasaran dalam perspektif ekonomi baik makro maupun mikro. Kajian dari perspektif makro diharapkan berguna meningkatkan efisiensi pemasaran suatu komoditas pertanian dalam suatu wilayah atau nasional. Sementara itu, dari kajian dalam perspektif mikro diharapkan berguna dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam rantai pasok dan pengelolaan rantai nilai suatu komoditas. Secara mikro beberapa pelaku usaha rantai pasok komoditas pertanian Indonesia mempunyai efisiensi yang rendah, sehingga kalah bersaing di pasar domestik dan global. Untuk mewujudkan sistem pemasaran yang efisien diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menghilangkan adanya distorsi pasar dan menekan tingginya biaya transaksi pada sistem pemasaran komoditas pertanian. Sementara itu, untuk mewujudkan efisiensi pemasaran di tingkat mikro (pelaku usaha) menjadi efisiensi di tingkat makro (nasional) diperlukan adanya keterpaduan antara kebijakan makro terkait sistem distribusi dan pemasaran komoditas pertanian dan kegiatan usaha ekonomi mikro dalam rantai pasok komoditas pertanian.
Prospek Pengembangan Pola Tanam dan Diversifikasi Tanaman Pangan di Indonesia I Wayan Rusastra; Handewi Purwati Saliem; nFN Supriyati; nFN Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n1.2004.37-53

Abstract

EnglishAgricultural diversification policy has been developed since 1975 with the aim of strengthening food self-sufficiency program. This policy is followed up by research and development on cropping patterns in various agro-ecosystems with the target of providing know-how and locally specific technologies. In the future, it is necessary to evaluate potencies, impacts, constraints, and development prospect of the diversification program. Recommended cropping patterns in terms of higher production and income are not sustainable. Some required supporting policies are supply of seeds of secondary and vegetables crops, development program credit, labor-saving technology, coordinated supply of irrigation water, and extension improvement. At national level, it is necessary to develop physical infrastructure and agro-industry institution mainly for secondary and vegetable crops as the strategic precondition for agricultural diversification acceleration.IndonesianKebijakan diversifikasi usahatani telah dikembangkan sejak tahun 1975 dalam rangka memantapkan program swasembada pangan. Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan pola tanam pada berbagai agroekosistem, dengan sasaran penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Pengembangan diversifikasi ini perlu dievaluasi potensi, dampak, kendala dan prospek pengembangannya di masa depan. Potensi pola tanam rekomendasi dalam bentuk tingkat produksi dan pendapatan yang lebih tinggi dalam pengembangannya ternyata tidak berkelanjutan. Beberapa kebijakan pendukung yang diperlukan adalah penyediaan bibit palawija dan sayuran, kredit program pengembangan, teknologi hemat tenaga kerja, koordinasi penyediaan air irigasi, dan peningkatan kinerja penyuluhan. Pada tataran makro dibutuhkan pengembangan infrastruktur fisik dan kelembagaan agroindustri (palawija dan sayuran) sebagai prakondisi strategis akselerasi diversifikasi pertanian.