Sardjito Sardjito
Departemen Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Published : 24 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

TIPOLOGI DAERAH KRITIS WILAYAH KABUPATEN BLITAR - - Sardjito
Jurnal Penataan Ruang Vol 1, No 2 (2006): Jurnal Penataan Ruang 2006
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v1i2.2335

Abstract

Menurunnya kualitas lingkungan akibat kegiatan manusia perlu diantisipasi agar tersebut dapat dicegah. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap tipologi kritis fisik kawasan wilayah dengan memperoleh gambaran mengenai tipologi kawasan kritis beserta tingkatannya Studi ini mempergunakan metode kuantitatif pengumpulan data sifatnya data primer (wawancara) dan data sekunder (instansional). Analisis mempergunakan metode Sieve Map Analysis. Bentuk pendekatan mempergunakan metode sieve analysis yaitu suatu metode yang sederhana untuk mensistesa suatu penyelesaian yang optimum tentang analisis spasial dengan penurunan faktor dan pemetaan secara umum.Untuk bentukan kawasan kritis di wilayah studi, terdapat 8 faktor yang berpengaruh. (A) Faktor-Faktor Penentu Kawasan Kritis Aspek Fisik Dasar yang terdiri dari Faktor 1: Penentu Kritis Faktor Curah Hujan, Faktor 2: Penentu Kawasan Kritis Faktor Kestabilan Lereng, Faktor 3: penentu kawasan knitis Faktor Gerakan Tanah; (B) Faktor Pembentuk Kawasan Kritis Aspek Pemukiman, Aspek Kependudukan, yang terdiri dan Faktor 4: penentu kawasan kritis Faktor Pertambahan Penduduk, Aspek Kegiatan Usaha, yang dan Faktor 5 penentu kawasan kritis Faktor Lahan Pertanian bermutu tinggi dan Faktor 6: penentu kawasan Faktor Persawahan Kurang Teratur Aspek Pelestarian Alam, yang terdiri dan Faktor 7: penentu kawasan kritis Tanah Terlantar serta Faktor 8: penentu kawasan kntis Faktorkonservasi Hutan.Dari hasil analisis yang telah dilakukan, di wilayah Kabupaten Blitar didapatkan 23 tipe kawasan kritis berdasarkan kondisi bentukan kawasan kntis. Studi ini masih memerlukan adanya kajian lebih lanjut, mengingat selain faktor fisik, juga masih ada faktor-faktor penentu kawasan kritis lainnya yang perlu diteliti.
Transformasi Dampak Krisis Ekonomi ke Krisis Lingkungan Binaan oleh Sektor Informal Sardjito Sardjito
Jurnal Penataan Ruang Vol 12, No 1 (2017): Jurnal Penataan Ruang 2017
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.307 KB) | DOI: 10.12962/j2716179X.v12i1.5222

Abstract

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) cenderung diassumsikan sebagai bentuk manifestasi dari “kemiskinan” dalam kawasan perkotaan. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) memiliki dampak negatif sekaligus dampak positif yang relatif seimbang pengaruhnya terhadap kehidupan perkotaan, hal ini menjadi suatu justifikasi bahwa eksistensi PKL perlu dipertahankan. Untuk itu perlu pemahaman karakteristik PKL guna menata para PKL. Dalam studi identifikasi karakteristik PKL, penulis mencoba mengeksploitasi permasalahan kota yang dibangkitkan (generated) oleh sektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima, bahwa telah terjadi suatu pergeseran “paradigma” pandangan terhadap keberadaan PKL, dimana perspektif “dulu” berpandangan bahwa keberadaan PKL sebagai reaksi dari keterpurukan dalam aspek ekonomi yang berbuntut menjamurnya “Sektor Informal”, anggapan yang tumbuh “sekarang” ini adalah bahwa sektor informal telah dianggap sebagai “katup penyelamat” Akan tetapi anggapan tersebut masih perlu dilakukan pengkajian ulang (redifine) dalam memandang PKL, untuk itu tujuan penulisan ini adalah melakukan identifikasi terhadap perubahan sudut pandang para pelaku sektor informal, khususnya PKL dari kegiatan yang sifatnya sementara (temporary) menjadi kegiatan yang menjanjikan keberadaannya (permanent) yang akhirnya berpengaruh terhadap lingkungan binaan di perkotaan. Dalam melakukan identifikasi karakteristik PKL, menggunakan metode pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui teknik wawancara terhadap stakeholders PKL, khususnya terhadap pelaku (pedagang) PKL, kemudian diinterpretasikan untuk dipaparkan secara kualitatif, guna memahami karakteristik kegiatan PKL di wilayah penelitian Hasil studi teridentifikasikan bahwa PKL sebagai suatu “proses” yang dapat menyebabkan terjadinya krisis baru, dimana perubahan (transformasi) PKL sebagai pekerjaan yang bersifat sementara untuk bertahan hidup (survive), beralih ke pembentukan komunitas PKL yang mempunyai kekuatan bersifat latent (hidden power) yang kemudian melakukan “pembenaran” (justification) eksistensi mereka kedalam bentuk “permanen” yang pada akhirnya berimplikasi kepada krisis lingkungan binaan di dalam kawasan kota. Krisis lingkungan antara lain terhadap estetika kota, lingkungan binaan, hak atas lahan, kemacetan lalu lintas sebagai dampak yang ditimbulkan (eksternalitas) dari keberadaan PKL. Oleh karena itu dalam memandang kegiatan PKL, perlu dilihat lebih arif dan bijaksana, bahwa keberadaan PKL sebagai sektor informal perlu penanganan yang khusus, bukan hanya dipandang sebagai sekedar sektor “Informal” tetapi juga sebagai bentuk kegiatan “Formal” yang mampu berpengaruh pada lingkungan binaan.Kata Kunci: PKL, Krisis Lingkungan
KONSEP PENINGKATAN PELAYANAN ANGKUTAN ANTAR JEMPUT BERDASARKAN PREFERENSI SISWA SMPN DI KAWASAN SURABAYA PUSAT Novita Sari; - Sardjito; Heru Purwadio
Jurnal Penataan Ruang Vol 5, No 1 (2010): Jurnal Penataan Ruang 2010
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v5i1.2239

Abstract

Biaya pendidikan merupakan salah satu permasalahan yang harus dihadapi orangtua. Berdasarkan data Susenas 2003, biaya pendidikan terdiri dari beberapa komponen dan yang paling tinggi adalah transporta siswa sekolah. Jumlah SMPN di Surabaya Pusat sebanyak 6 buah. Adanya jarak antara tempat tinggal dengan lokasi sekolah menimbulkan suatu pergerakan yang membutuhkan moda transportasi Penggunaan angkutan antar jemput ke sekolah paling banyak di SMPN 1 membuktikan preferensi siswa terhadap antar jemput tinggi, namun pelayanannya masih terbatas baik dari waktu, rute, kenyaman, keamanan dan lain-lain. Sehingga belum dapat memenuhi sesuai kebutuhan siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivistik dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner untuk siswa di SMPN 1 Surabaya sebagai responden, Pengambilan kuisioner dilakukan pada siswa pengguna angkutan yaitu berjumlah 152 siswa. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui preferensi siswa serta faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam peningkatan angkutan antar jemput. Selanjutnya analisa yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif melalui analisa proporsi serta analisa regresi logistik biner untuk mengetahui faktor-fakto yang dipertimbangkan dalam peningkatan angkutan antar jemput. Dari hasil kajian pustaka yang telah dilakukan, didapatkan faktor yang dipertimbangkan dalam pengingkatan angkutan antar jemput adalah kapasitas, rute, kecepatan dan kelancaran, biaya, waktu tempuh, kenyamanan, keamanan dan dampak yang ditimbulkan, Selanjutnya dari variabel tersebut melalui triangulasi antara preferensi siswa, regulator teori didapatkan konsep peningkatan angkutan antar jemput berdasarkan preferensi siswa SMPN di kawasan Surabaya Pusat yaitu angkutan yang nyaman dengan dilengkapi AC, waktu pelayanan yang tepat dan tidak lebih dari 1 jam (0,5 1 jam), mempunyai yang terpendek serta tarif yang murah yang didasarkan pada kesepakatan orangtua dan lembaga penyelenggara.
PENERAPAN KONSEP TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN JEMBATAN MERAH SURABAYA Alethea Jihan Masyithah; Sardjito -; Ketut Dewi Martha Erli Handayeni
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/desa-kota.v3i2.43892.148-161

Abstract

Kawasan Jembatan Merah Surabaya merupakan kawasan Kota Lama Surabaya yang masih mempunyai banyak bangunan cagar budaya. Fungsi utama kawasan ini adalah perdagangan dan jasa, serta akan direncanakan menjadi salah satu kawasan pariwisata sejarah di Kota Surabaya. Kawasan ini memiliki titik transit berupa terminal yang melayani moda transportasi angkutan kota (lyn) dan bus kota untuk tujuan dalam maupun luar kota Surabaya. Dalam kebijakan transportasi Surabaya, kawasan ini akan dijadikan sebagai satu dari beberapa kawasan yang akan dikembangkan konsep Transit Oriented Development (TOD). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas pengembangan Kawasan Jembatan Merah Surabaya berdasarkan konsep TOD dengan mempertimbangkan kesesuaian karakteristik kawasan sebagai kawasan Kota Lama Surabaya. Tujuan tersebut dilakukan melalui tiga sasaran. Pertama, menentukan kriteria, indikator dan variabel konsep TOD sesuai dengan karakteristik kawasan Jembatan Merah Surabaya dengan analisis Delphi. Kedua, menentukan prioritas pengembangan kawasan Jembatan Merah berdasarkan konsep TOD dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Ketiga, identifikasi karakteristik kawasan Jembatan Merah Surabaya sesuai dengan kriteria kawasan TOD menggunakan analisis deskriptif statistik. Adapun output dari penelitian ini adalah Prioritas Pengembangan Kawasan Jembatan Merah Surabaya berdasarkan Konsep TOD. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh sebelas variabel yang berpengaruh terhadap pembentukan kawasan Jembatan Merah Surabaya berdasarkan konsep TOD. Urutan variabel berpengaruh menurut prioritas pengembangannya, yakni: Penggunaan Lahan Non-Residensial; Ketersediaan Jalur Pedestrian; Kondisi Jalur Pedestrian; Kondisi Bangunan; Konektivitas Jalur Pedestrian; Dimensi Jalur Pedestrian; Ketersediaan Penyebrangan Pedestrian; KLB (Koefisien Lantai Bangunan); KDB (Koefisien Dasar Bangunan); Kepadatan Bangunan dan Penggunaan Lahan Residensial. Dengan mengacu pada hasil tersebut, diidentifikasi pula tingkat kesesuaian dari karakteristik kawasan Jembatan Merah Surabaya dengan kriteria TOD.