Rina Rehayati
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Jati Diri Melayu dan Multikulturalisme: Kontekstualisasi Jati Diri Melayu di Era Global Rina Rehayati
TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama Vol 5, No 1 (2013): Januari - Juni
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/trs.v5i1.71

Abstract

On the basis of Islamic values , philosophy of life developed by the Malay known earlier so wise, and seek to avoid conflicts exist with malaynese polite and understated. The success of the Malays formerly very strong with their identity needs to be transformed to the current generation. Therefore, efforts need to be examined to be done so that the glories of the Malay identity persisted, despite the world changing in any form.
KERUKUNAN HORIZONTAL ( Mengembangkan Potensi Positif dalam Beragama) Rina Rehayati
TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama Vol 1, No 1 (2009): Januari - Juni
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/trs.v1i1.443

Abstract

There are two religious tendencies the fanatic and intolerant. The Prophet was aware of two trends, so when the Prophet was appointed as leader by the people of Medina, the political policy was first adopted by the Prophet is a written agreement with the Christian religion and the Jews in medina. Written agreement was then given the name of the Charter of Medina. Medina Charter is an effort to remove the gap between the tribes fighting in Medina, and unite all the diverse people of Medina into a single unit. In addition, the Prophet is also trying to strengthen relations between communities Anshor with immigrants through the bond of brotherhood between them. Apparently the Prophet was aware that the basic foundation of a strong state will not unless based on the harmony and support from all levels of society
Minoritas Muslim: Belajar dari Kasus Minoritas Muslim di Filipina Rina Rehayati
Jurnal Ushuluddin Vol 17, No 2 (2011): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v17i2.694

Abstract

Minoritas adalah kelompok orang yang sejarahnya tidak tertulis, kondisi keberadaannya tidak dikenal, cita-cita dan aspirasinya tidak diapresiasi. Mereka orang-orang al-Mustadl’afin fi al-ardl (kaum tertindas di muka bumi). Filipina Selatan salah satu kategori minoritas muslim yang dikenal dengan nama Bangsa Moro. Mereka berjuang menentang kolonialis untuk melindungi integritas territorial dan independensi mereka. Wilayah minoritas muslim biasanya menggunakan istilah daar al-Islam, lawan kata dari daar al-harb. Untuk konteks saat ini, perlu dikembangkan istilah daar al-da’wah, suatu istilah untuk mengacu kepada situasi tatkala Rasulullah saw berada Mekkah. Pada masa itu Rasulullah bersama Sahabat dan kaumnya hidup sebagai minoritas dan dituntut untuk mempersaksikan keyakinan agama mereka (Islam) kepada masyarakat kafir Mekkah. Konsistensi sikap antara keyakinan, perkataan dan perbuatan membawa kesuksesan bagi umat Islam. Akhirnya, mereka diterima oleh masyarakat Mekkah, bahkan terjadi perubahan perubahan sosial, mereka yang semula minoritas berubah menjadi mayoritas.
Filsafat Multikulturalisme John Rawls Rina Rehayati
Jurnal Ushuluddin Vol 18, No 2 (2012): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v18i2.710

Abstract

Terjadinya konflik horizontal yang mengatasnamakan identitas kelompok (etnis, suku, keyakinan dan seterusnya) dikarenakan adanya phobia terhadap perbedaan. Padahal perbedaan suatu keniscayaan, karena manusia tidak akan mampu menyeragamkan atau menuntut orang lain untuk sama dengan dirinya, baik pada aspek pemikiran, keyakinan, etnis, suku, budaya, dan sebagainya. Filsafat multikulturalisme John Rawls merupakan alternatif tawaran politik kebudayaan untuk mengatasi konflik horizontal. Menurut Rawls, suatu masyarakat yang adil bukanlah hanya menjamin “the greatest happiness for the greatest number” yang selama ini terkenal dalam prinsip demokrasi. Tetapi, masyarakat yang adil menurutnya adalah adanya pengakuan dan penerimaan terhadap perbedaan dan keberagaman. Pendapatnya ini dia rangkai dalam pokok-pokok pemikirannya tentang keadilan, seperti: Justice as Fairness, Veil of Ignorance, Principle of Equal Liberty, Maximin Rule, Lexical Order dan Reflective Equilibrium.
TRANSMISI ISLAM MODERAT OLEH RAJA ALI HAJI DI KESULTANAN RIAU-LINGGA PADA ABAD KE-19 Rina Rehayati; Irzum Farihah
Jurnal Ushuluddin Vol 25, No 2 (2017): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v25i2.3890

Abstract

Islam di Nusantara dikenal sebagai Islam moderat dan terkait dengan budaya Nusantara. Adapun budaya Nusantara merupakan bagian dari nilai-nilai Islam. Sebagai ulama di Kesultanan Riau-Lingga pada masa itu, Raja Ali Haji berada pada posisi strategis, karena ia bagian dari pusaran kekuasaan. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, sekaligus belajar Islam di Makkah dan Madinah, ia dan ayahnya bersama dengan Yang Dipertuan Muda menggerakkan kegiatan keagamaan dengan mengundang beberapa ulama yang menjadi bagian dari jaringan ulama di Nusantara. Para ulama Nusantara yang menyebarkan Islam dan menggerakkan kegiatan keagamaan di Nusantara sudah diakui kredibilitasnya. Mereka para ulama yang sangat mengerti Islam dan memahami syariat Islam dengan baik. Para Ulama Nusantara tersebut, termasuk Raja Ali Haji, tentu mampu memilah bagian-bagian mana dari prinsip-prinsip ajaran Islam yang boleh dimodifikasi dan bagian-bagian mana saja yang tidak boleh dimodifikasi
ETIKA PEMIMPIN DALAM KITAB SAMRAH AL-MUHIMMAH KARYA RAJA ALI HAJI (1808-1873 M) Rina Rehayati
Sosial Budaya Vol 15, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/sb.v15i2.7717

Abstract

Etika pemimpin menjadi perhatian khusus oleh Raja Ali Haji dalam karyanya Samrah al-Muhimmah. Ia menguraikan tentang aturan kerajaan, pembagian tugas pembesar istana sebagai pembantu raja, dan etika raja beserta para pembesar istana sebagai pemimpin di Kesultanan Riau-Lingga. Samrah al-Muhimmah ditulis untuk memperbaiki sistem pengelolaan kerajaan dan mendidik akhlak para pembesar istana di Kesultanan Riau-Lingga. Ia membuat regulasi politik dan merumuskan prinsip-prinsip moral untuk kerajaan Riau-Lingga yang berdasarkan pada akidah, syariah dan akhlak. Ada hubungan yang signifikan antara moral dengan keadilan. Apabila moral pemimpin baik, maka ia akan mampu menegakkan keadilan. Apabila keadilan sudah tegak, maka kesejahteraan terwujud. Terwujudnya kesejahteraan dan tegaknya keadilan merupakan urgensi pengangkatan Raja di Kesultanan Riau-Lingga.
MENOLAK PRASANGKA Makna Filosofis Tradis Wetonan pada Masyarakat Sungai Bangkar Indragiri Hilir Dewi Sofiah; Rina Rehayati; Nixon Nixon; Iskandar Arnel; Irwandra Irwandra
Nusantara Journal for Southeast Asian Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/nusantara.v19i1.24596

Abstract

Tradisi dari kepercayaan terdahulu seringkali dianggap sebagai bentuk ritual keagamaan yang tidak memiliki akar dengan tradisi kenabian. Sementara ia, tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan suatu masyarakat, yang telah mengurat dan mengakar dalam lintas sejarah dan peradabannya. Setiap suku di Indonesia pasti memiliki kepercayaan, salah satunya adalah suku di Sungai Bangkar Desa Mekarsari Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki keunikan tersendiri dalam segala tindakan biasanya tidak lepas dari mengikuti tradisi atau kebiasaan leluhurnya, yaitu tradisi Wetonan. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan tentang makna filosofi tradisi Wetonan pada masyarakat Sungai Bangkar. Tradisi wetonan merupakan peringatan hari lahir seseorang yang diadakan setiap 35 hari sekali, bisa juga setiap tahun sekali atau sekali dalam seumur hidup, Tahap pelaksanaannya ada 3 yaitu : membaca yasin, membaca Al-Fatihah dan An-Nasr tanpa suara dan memotong tumpeng. Adapun makna filosofis nya yaitu, manusia yang di lahirkan kedunia harus bersungguh-sungguh dalam segala hal dalam menjalani kehidupan harus memiliki rasa belas kasihan dan tolong menolong kepada sesama makhluk, bisa menghormati dan berbakti kepada ayah dan ibunya karena dengan perantara mereka manusia dapat lahir kedunia.
Sekolah islam terpadu (IT); sebagai alternatif sekolah bergensi untuk membentuk karakter Sariah Sariah; Suhertina Suhertina; Mardia Hayati; Rina Rehayati
JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia) Vol 9, No 1 (2023): JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia)
Publisher : Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29210/190400

Abstract

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menimbulkan dampak yang menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat. Terjadinya perubahan perilaku, etika, norma, aturan, atau moral kehidupan yang bertentangan dengan etika, norma, aturan, dan moral. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi Lembaga Pendidikan di Indonesia khususnya pada sekolah Islam Terpadu dalam pembentukan karakter. Penelitian ini merupakan studi literatur, pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan database Connected Papers mencakup semua publikasi yang diterbitkan antara Tahun 2014 - 2022. Sekolah Islam terpadu telah berkembang pesat dengan sistem full day dan boarding school. Sekolah Islam Terpadu (IT) tumbuh subur sebagai respon atas meningkatnya ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan nasional yang selama ini dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, siswa tidak hanya pandai dalam bidang akademik tetapi juga memiliki sikap khusyuk, berperilaku baik, bertanggung jawab, dan beretika yang baik.
The urgency of moral aqeedah education and religious moderation for the millennial generation Rina Rehayati; Kasmuri Kasmuri; Suhertina Suhertina; Nurhasnawati Nurhasnawati; Sariah Sariah
Jurnal Konseling dan Pendidikan Vol 11, No 1 (2023): JKP
Publisher : Indonesian Institute for Counseling, Education and Therapy (IICET)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29210/189800

Abstract

As agents of change, millennial must be able to adapt to new situations and overcome challenges with negative effects. Moral education has helped millennial adopt moderate religious values. Therefore, this study examined aqeedah, moral, and religious moderation education of millennial. Data was collected through systematic, transparent, and reproducible literature reviews, which were used to discover, analyze and synthesize varied studies. A connected paper platform facilitated exploring different literature and identifying keyword-related literature. Descriptive analytics were used to analyze and summarize the data. The result showed that moral aqeedah education must be used to teach millennial age strong values, tolerance, and peace to achieve religious moderation. Furthermore, home, school, and community moral education must start with aqeedah to teach them religious moderation.