Iskandar Arnel
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

THE SYMBIOSES BETWEEN WUJŪD AND WAL YAH IN IBN ‘ARABĪ’S THOUGHT Arnel, Iskandar
Jurnal Ushuluddin Vol 19, No 1 (2013): Januari - Juni 2013
Publisher : Jurnal Ushuluddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

perspektif Ibn ‘Arabī, yaitu simbiosis antara wujud dan walayah. Berangkat dari asumsi bahwa kedua konsep ini berdiri di atas pandangannya tentang Tuhan sebagai Wujud Mutlak dan Wali Sejati dalam artian yang sebenarnya, simbiosis di antara keduanya dilacak melalui pemikiran Ibn ‘Arabī tentang pertolongan Tuhan, kemunculan yang banyak dari yang Satu, dan cara Tuhan dalam mengatur semua wujud yang mungkin (mumkin al-wujūd). Di akhir pembahasan didapati, bahwa simbiosis tersebut memang ada, dan bahkan tanpa campur tangan walayah-Nya semua wujud yang mungkin tidak akan pernah mengalami manifestasi luaran (outward manifestation).
URGENSI AL-NÂR DALAM PERSPEKTIF TASHAWUF IBN ‘ARABÎ DALAM KEHIDUPAN INSAN Arnel, Iskandar; Yasir, Muhammad
Jurnal Ushuluddin Vol 23, No 1 (2015): Januari - Juni
Publisher : Jurnal Ushuluddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan neraka dan azab yang bakal dialami penghuninya merupakan salah satu doktrin yang membentuk keutuhan ajaran agama Islam. Didasarkan pada berbagai ayat Qur’an dan hadis Rasulullah s.a.w, bisa dipastikan bahwa tidak seorang pun dari kalangan umat Islam yang menolak keberadaan doktrin neraka. Akan tetapi apakah kenyataan ini juga bermakna bahwa seluruh kaum muslimin memiliki perspektif yang sama tentang ajaran yang satu ini? Ada dua pandangan yang mengemuka tentang topik ini. Secara sederhana bisa digambarkan bahwa pandangan yang pertama berprinsip bahwa neraka beserta azab yang dimilikinya bersifat abadi, kekal selama-lamanya. Namun demikian, sesuai dengan dalil-dalil naqli, pandangan ini memberikan dua prinsip utama tentang nasib para penghuni neraka. Bagi orang-orang mukmin yang berdosa, mereka akan dipindahkan ke surga setelah masa azab berakhir. Sebaliknya, bagi orangorang kafir, musyrik dan munafik, mereka akan kekal di neraka dan akan diazab buat selama-lamanya (al. QS.Al-Bayyinah: 6). Pandangan yang kedua datang dari perspektif yang dibentangkan oleh advokat mazhab Hanafi, yaitu Ibn Taymiyyah (661-728 H/1263- 1328 M) dan muridnya, Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah. Berbeda dari yang pertama, mereka berpendapat bahwa neraka beserta azab yang terdapat di dalamnya bersifat fana, tidak kekal
The Holders of the Supreme Hierarchy of Awliya in Light of Prophetic Ahadits Iskandar Arnel
Jurnal Ushuluddin Vol 18, No 1 (2012): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v18i1.698

Abstract

Salah satu doktrin tasawuf yang terkenal adalah ajarannya tentang hirarki para wali yang dipercayakan Allah SWT kepada sejumlah awliyâ’ seperti Qutb, Imâm, Abdâl, Nujabâ’ dan Nuqabâ’. Dalam sejarahnya diketahui, bahwa doktrin ini telah disanggah berulang kali oleh para muhadditsûn dan fuqahâ’ dari satu generasi ke generasi berikutnya karena pertimbangan bahwa doktrin ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam Islam, salah satunya dalam hadits. Kalaupun ada, maka kebanyakan dari hadits-hadits tersebut bersifat lemah dan bahkan palsu. Tulisan ini bertujuan melacak kebenaran pertimbangan ini. Dari kajian yang telah dilakukan didapati, bahwa selain dari banyaknya hadits-hadits Nabi s.a.w. yang bisa dipakai sebagai sandaran doktrin ini, para ulama hadits yang mu‘tabar pun banyak yang menerima doktrin ini sebagai suatu kepastian yang tidak bisa diabaikan.
URGENSI AL-NÂR DALAM PERSPEKTIF TASHAWUF IBN ‘ARABÎ DALAM KEHIDUPAN INSAN M Yasir; Iskandar Arnel
Jurnal Ushuluddin Vol 23, No 1 (2015): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v23i1.1087

Abstract

Keberadaan neraka dan azab yang bakal dialami penghuninya merupakan salah satu doktrin yang membentuk keutuhan ajaran agama Islam. Didasarkan pada berbagai ayat Qur’an dan hadis Rasulullah s.a.w, bisa dipastikan bahwa tidak seorang pun dari kalangan umat Islam yang menolak keberadaan doktrin neraka. Akan tetapi apakah kenyataan ini juga bermakna bahwa seluruh kaum muslimin memiliki perspektif yang sama tentang ajaran yang satu ini? Ada dua pandangan yang mengemuka tentang topik ini. Secara sederhana bisa digambarkan bahwa pandangan yang pertama berprinsip bahwa neraka beserta azab yang dimilikinya bersifat abadi, kekal selama-lamanya. Namun demikian, sesuai dengan dalil-dalil naqli, pandangan ini memberikan dua prinsip utama tentang nasib para penghuni neraka. Bagi orang-orang mukmin yang berdosa, mereka akan dipindahkan ke surga setelah masa azab berakhir. Sebaliknya, bagi orangorang kafir, musyrik dan munafik, mereka akan kekal di neraka dan akan diazab buat selama-lamanya (al. QS.Al-Bayyinah: 6). Pandangan yang kedua datang dari perspektif yang dibentangkan oleh advokat mazhab Hanafi, yaitu Ibn Taymiyyah (661-728 H/1263- 1328 M) dan muridnya, Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah. Berbeda dari yang pertama, mereka berpendapat bahwa neraka beserta azab yang terdapat di dalamnya bersifat fana, tidak kekal
ibn 'arabi dan teori al-llah al-ma'bud Iskandar Arnel
An-Nida' Vol 38, No 1 (2013): January - June 2013
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v38i1.331

Abstract

Global Theology ideas, Transcendental Unity of God, and Religious Pluralism. Among Muslims, the most so that the impression arises that eminent architect Wahdah al-existent concept is included in all the similarities about God that should be worshiped. This study found that Ibn ‘ Arabi accept and follow the teachings of the Apostles and the Book.
Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Konsep Manajemen Qalbu Menurut KH. Abdullah Gymnastiar (AA Gym) Zulfadhly Mukhtar; Hakmi Kurniawan; Nurul Zaman; Iskandar Arnel; Hakmi Wahyudi; Hakmi Hidayat; Syafaruddin Syafaruddin
Kutubkhanah Vol 21, No 2 (2021): Juli - Desember
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (848.516 KB) | DOI: 10.24014/kutubkhanah.v21i2.14664

Abstract

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam konsep manajemen qalbu menurut KH. Abdullah Gymnastiar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Library Research. Adapun analisis data menggunakan content analysis. Sedangkan sumber data yang penulis gunakan terdiri dari sumber data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam dalam konsep manajemen qalbu menurut KH. Abdullah Gymnastiar  meliputi: 1) Nilai akidah, seseorang dikatakan beriman apabila keimanan itu telah masuk ke dalam hati seseorang. Dengan kata lain, keimanan merupakan perbuatan qalbu sebagai salah satu bentuk akhlak kepada Allah yang seharusnya berimplikasi pada diri manusia. 2) Nilai ibadah, bahwa bukti keimanan  adalah amal shaleh, senang melakukan ibadah dan kebaikan. Amal shaleh akan membawa keberkahan dan rahmat Allah, yang bisa diperoleh dengan hati yang bersih. Keshalehan merupakan kompleksitas sifat dan sikap kepribadian yang bersandarkan pada nilai-nilai keislaman. 3) Nilai akhlak, jika dirinya mengaku beriman kepada Allah maka seharusnya keimanan itu dapat melahirkan akhlak terpuji. Untuk menjadi pribadi yang sholeh dan berakhlak mulia maka sebagai manusia kita harus selalu berupaya untuk membersihkan hati dengan tekad yang kuat, mempunyai ilmu dalam memahami diri, mengevaluasi diri dan memberikan kesempatan pada orang lain untuk menilai kita serta selalu mau belajar dan mengambil hikmah dari apa yang terjadi pada diri dan orang lain.
Argumentasi Pemikiran tentang Roh Perspektif Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Saifullah Saifullah; Ilham Yalin; Iskandar Arnel; Siti Soleha
AL-FIKRA Vol 21, No 1 (2022): Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/af.v21i1.17220

Abstract

Ibn al-Qayyim said that the spirit stands by itself. It can go up, down, relate, separate, leave, go, come, move, and be still. This study aims to discuss the spirit in Ibnul Qayyim Al-Jauziyah's view, starting from the perspective of the argument, rationale, advantages and disadvantages as well as criticism of his thoughts. This research is a library research and the approach method used in this research is a qualitative research approach. The data related to this study were collected through literature studies using qualitative data analysis methods. This research is presented with a technical descriptive analysis, namely by explaining related problems, by referring to the Koran as primary data and related literature books as secondary data. The results of this study indicate that Ibnul Qoyyim's thinking about spirit is a matter of absolute right from Allah alone. As long as this limb can still receive the influence arising from that gentle physicality, it remains with the members of the body, so that one feels the effects of feeling, movement and volition. If these members are corrupted by the oppressive component and cannot receive the influence then the soul separates from the body and passes to the spiritual realm. The spirit stood by itself. It can go up, down, relate, separate, leave, go, come, move, and be still. The body is a frame or a house for the spirit. So that the perfection of the body follows the perfection of the spirit.
FORMAT DAN PENGATURAN INDENSI PECAHAN BAB DAN DAFTAR DALAM PARAGRAF Iskandar Arnel; Irwandra Irwandra; Fathimah Az-zahra; Saleh Nur
Kutubkhanah Vol 22, No 2 (2022): Juli - Desember
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/kutubkhanah.v22i2.19153

Abstract

Walaupun sudah sering menulis karya ilmiah, masih terlalu banyak mahasiswa UIN Suska Riau yang salah, baik karena ketidaktahuan maupun keinkonsistensian, dalam menulis format penulisan dan jarak indensi pecahan bab dan daftar dalam paragraf. Buku-buku pedoman penulisan karya ilmiah yang diterbitkan oleh masing-masing fakultas di perguruan tinggi Islam inipun banyak yang tidak membahas- nya secara proporsional. Pada artikel ini kedua permasalahan tersebut dibahas secara komprehensif melalui kajian pustaka. Di akhir kajian disajikan format pecahan bab berupa kombinasi huruf dan angka arab yang sudah dikenal mahasiswa UIN Suska Riau. Selanjutnya adalah dua format Daftar dalam Paragraf (DDP), yaitu format Daftar Bernomor dalam Paragraf (DNP) berupa kombinasi angka arab, huruf kecil, dan angka romawi kecil, dan format Daftar Tidak Bernomor dalam Paragraf (DTNP) yang berbentuk bulat kosong (○) atau penuh (●). Untuk indensi dan hanging pecahan bab dan DDP pula ditawarkan skema indensi 1.2 cm dan hanging 0.8 cm. Terakhir, untuk level pecahan bab dibatasi sebanyak lima tingkat, DNP dan DTNP tiga tingkat.
MENOLAK PRASANGKA Makna Filosofis Tradis Wetonan pada Masyarakat Sungai Bangkar Indragiri Hilir Dewi Sofiah; Rina Rehayati; Nixon Nixon; Iskandar Arnel; Irwandra Irwandra
Nusantara Journal for Southeast Asian Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/nusantara.v19i1.24596

Abstract

Tradisi dari kepercayaan terdahulu seringkali dianggap sebagai bentuk ritual keagamaan yang tidak memiliki akar dengan tradisi kenabian. Sementara ia, tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan suatu masyarakat, yang telah mengurat dan mengakar dalam lintas sejarah dan peradabannya. Setiap suku di Indonesia pasti memiliki kepercayaan, salah satunya adalah suku di Sungai Bangkar Desa Mekarsari Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki keunikan tersendiri dalam segala tindakan biasanya tidak lepas dari mengikuti tradisi atau kebiasaan leluhurnya, yaitu tradisi Wetonan. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan tentang makna filosofi tradisi Wetonan pada masyarakat Sungai Bangkar. Tradisi wetonan merupakan peringatan hari lahir seseorang yang diadakan setiap 35 hari sekali, bisa juga setiap tahun sekali atau sekali dalam seumur hidup, Tahap pelaksanaannya ada 3 yaitu : membaca yasin, membaca Al-Fatihah dan An-Nasr tanpa suara dan memotong tumpeng. Adapun makna filosofis nya yaitu, manusia yang di lahirkan kedunia harus bersungguh-sungguh dalam segala hal dalam menjalani kehidupan harus memiliki rasa belas kasihan dan tolong menolong kepada sesama makhluk, bisa menghormati dan berbakti kepada ayah dan ibunya karena dengan perantara mereka manusia dapat lahir kedunia.
Globalisasi, Pasca-Sekularisme, dan Pergeseran Batas-Batas Sakral Arnel, Iskandar; Haq, Mochamad Ziaul; Haqq, Muhammad Valiyyul
Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin Vol 4, No 3 (2024): Agustus
Publisher : Faculty of Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jpiu.37453

Abstract

The aim of this paper is not to close the dots through the imposition of a single understanding. The author simply wants to highlight significant points of ‘contestation’ in the way we understand or even blur the boundaries between the religious and the political. This research uses a qualitative method that is based on a literature study. We conclude that there are multiple and sometimes competing understandings of terms such as religion, secularism, secularisation and post-secular that shape and are shaped by discussions about the relationship between religion, politics and public life. For future researchers, we suggest exploring the correlation between religion, politics and the public sphere more specifically in order to create a paradigm that does not corner one another so that there is no overlap in understanding these three elements.