Sri Idaiani
Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Jl. Dr. Sumeru 63 Bogor, Indonesia

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Komorbiditas Depresi dengan Penyakit Fisik Menahun Idaiani, Sri; Bisara, Dina
Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 1, No 1 (2009)
Publisher : Pusat BTDK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Depression is frequently comorbid with disease-chronic physical illness. This condition increases the burden of disease to both the individual and his family. The main objective of this study was to understand the relationship between depression and chronic physical illness.This study was a secondary data analysis derived from National Health Survey or Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2004. Cluster sampling method was used to select the subjects. The number of subject were 3,722 men and 4,479 women, aged more than 15 years, taken from 10,000 households in 30 selected provinces in Indonesia. In each household 1 person was selected using the Kish tables. The number of samples was proportional to size of population of each province. Symptoms of depression were asked to the subject through interviews with questionnaire Subject was being asked about, the symptoms of depression experienced in the last 2 weeks and 1 year. Prevalence of depression experienced in the last 1 year in the community was 15.53%; the prevalence of depression experienced in the last 2 weeks was 10.3%. There was association between arthritis, heart disease, and asthma to depression. Heart disease had the strongest relation with depression experienced in the last 1 year (OR 3.1). The more disease experienced, the more likely a depression occurred in the last 1 year. It required a screening and disease management toward to prevent higher burden of disease.   Key words: depression, comorhidity, chronic physical illness.
Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular pada Responden Terindikasi Strok Berdasarkan Penelitian Kohor Penyakit Tidak Menular Bogor 2011-2013 Idaiani, Sri; Sulistiowati, Eva; Sapardin, Aprildah Nur
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 2 (2017): Neurologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.648 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i2.815

Abstract

Pendahuluan: Strok memiliki beban penyakit yang tinggi. Insiden, prevalensi serta angka kematian strok terus meningkat. Tujuan analisis ini adalah untuk memperlihatkan gambaran responden penelitian kohor penyakit tidak menular (PTM) di Kota Bogor yang terindikasi menderita strok. Metode: Analisis data penelitian kohor PTM. Data diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium kimia darah. Jumlah responden yang mengikuti penelitian awal di tahun 2011 sebanyak 2351 orang, pada tahun 2013 sebanyak 1633 orang. Responden yang mengikuti pemeriksaan neurologi secara konsisten sebanyak 25 orang, umur 25-64 tahun, tinggal di Kelurahan Kebon Kalapa Kota Bogor. Hasil: Lebih dari 50% responden mempunyai tekanan darah tinggi, berat badan tidak normal dan hiperkolesterolemia, diabetes melitus dan stres. Pemeriksaan neurologi menunjukkan sekitar 70% responden terdapat gejala strok pada tahun 2011 dan sekitar 45% pada tahun 2013. Fungsi kognitif buruk ditemui pada 20-30% responden. Simpulan: Sebagian besar responden sudah memiliki faktor risiko PTM, tidak semuanya mengalami strok. Mereka disarankan agar dipantau berkala oleh tim kohor PTM, kader Posbindu dan juga oleh Puskesmas terdekat.Introduction: Stroke is a disease that contributes to burden of disease. The incidence, prevalence and mortality rate are increasing. The aim of this study is to obtain the characteristics of non-communicable disease (NCD) cohort study respondents in Bogor indicated to have stroke. Methods: Analysis of NCD cohort study. Data were collected by interview, clinical and laboratory examinations. The respondents in 2011 were 2351 people, and 1633 people in 2013. Respondents with consistent neurological examination were 25 people, 25-64 years old, living in Kebon Kalapa Bogor. Result: More than 50% respondents have high blood pressure, abnormal body weight, hypercholesterolemia, diabetes mellitus and stress. Approximately 70% respondents have stroke symptoms in 2011 and 45% in 2013. Cognitive impairment was found in 20%-30% respondents. Conclusion: Majority of respondents have NCD risk factors, not all of them suffered from stroke. It was suggested to monitor them by cohort study team, Posbindu cadre or health worker from Primary Health Center.
Pengelolaan Kesehatan Kulit Pekerja di Indonesia: Tinjauan Literatur tentang Dermatologi Okupasi Purwoko, Reza Yuridian; Melati, Rima; Idaiani, Sri; Ferianasari, Inneke Winda; Aryanti, Evy
NUCLEUS Vol 5 No 1 (2024): NUCLEUS
Publisher : Neolectura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37010/nuc.v5i1.1536

Abstract

Dermatologi okupasi merupakan bidang krusial dalam memahami dan mengelola kondisi kulit akibat paparan lingkungan kerja. Namun, terdapat celah dalam penelitian terkait faktor risiko dan intervensi efektif untuk kondisi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko utama dalam dermatologi okupasi dan mengevaluasi efektivitas berbagai intervensi pencegahan melalui tinjauan literatur yang komprehensif. Studi ini menggunakan metode tinjauan literatur dengan menganalisis artikel yang diterbitkan dalam jurnal bereputasi terkait dermatologi okupasi. Sumber literatur diidentifikasi melalui database akademik utama dan dievaluasi berdasarkan relevansi, kualitas, serta kontribusinya terhadap topik penelitian. Hasil tinjauan literatur menunjukkan bahwa paparan bahan kimia, kebersihan pribadi yang buruk, dan penggunaan alat pelindung diri yang tidak memadai merupakan faktor risiko utama untuk kondisi kulit terkait pekerjaan. Intervensi seperti pelatihan kebersihan, penggunaan alat pelindung diri yang tepat, dan program pendidikan kesehatan kerja terbukti efektif dalam mengurangi insiden kondisi kulit. Penelitian ini menekankan pentingnya intervensi pencegahan dalam mengelola dermatologi okupasi. Hasilnya dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan kesehatan kerja yang lebih efektif dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya praktik kebersihan di tempat kerja.
Kesehatan Jiwa di Indonesia dari Deinstitusionalisasi sampai Desentralisasi Idaiani, Sri
Kesmas Vol. 4, No. 5
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Deinstitusionalisasi adalah kebijakan di bidang kesehatan jiwa yang dimulai di negara-negara maju sekitar tahun 1950. Kebijakan tersebut telah dilakukan di Indonesia, meskipun informasi tentang keberhasilan dan kegagalan masih terbatas pada pendapat profesional di kalangan psikiatri. Disaat program ini belum sepenuhnya berhasil, Indonesia mengalami perubahan politik yang mengantarkan pada kebijakan desentralisasi. Pada saat yang bersamaan, muncul masalah kekurangan tenaga dokter spesialis psikiater. Tujuan analisis ini adalah untuk melakukan kajian terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan psikiater dan deinstitusionalisasi pada era desentralisasi. Dalam artikel ini disajikan beberapa kondisi yang terjadi di negara lain serta kajian terhadap kebijakan yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dapat disimpulkan bahwa di Indonesia terjadi kekurangan tenaga psikiater, masalah deinstitusionalisasi terkait erat dengan pembiayaan bidang kesehatan. Perlu kajian lebih mendalam tentang dampak dan model yang sesuai untuk Indonesia melalui penelitian terapan, riset operasional khususnya di bidang kesehatan jiwa masyarakat. Desentralisasi akan berhasil meningkatkan pembangunan kesehatan jiwa apabila ada perkuatan dukungan lintas sektor khususnya legislatif. Deinstitutionalization is an international mental health policy started in 1950 by developed countries. This policy has implemented in Indonesia, even though there were no evaluation related to the policy. The opinion is still limited by professional judgment. While the program has not finished, Indonesia had political reformation. Decentralization was a part of reformation program. Besides, there was lack of psychiatrist in Indonesia. The aim of this study is to assess problems related to psychiatrist, deinstitutionalization and decentralization. Several policies and conditions in other country were informed. The conclusion of this study mentioned that there was lack of psychiatrist in Indonesia at present; the deinstitutionalization was influenced by national health financial. It needs further studies of effectiveness of community mental health programs through applied or operational research. Decentralization will succeed to improve mental health development if there is support from all sectors including the legislative.
Kesehatan Jiwa yang Terabaikan dari Target Milenium Idaiani, Sri
Kesmas Vol. 4, No. 3
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Millenium Development Goals (MDG) yang dicanangkan pada tahun 2000 sangat didominasi oleh penyakit menular serta kesehatan ibu dan anak, tetapi mengabaikan berbagai masalah penyakit tidak menular. Tidak sedikitpun terlintas dalam benak para pemimpin dunia itu target dan indikator yang menyentuh atau berhubungan dengan masalah kesehatan jiwa. Tulisan ini bertujuan membahas posisi kesehatan jiwa di seluruh dunia yang cenderung semakin memprihatinkan, tetapi justru terabaikan dari target MDG. Pencapaian target milenium tampaknya tidak memperhitungkan beban penyakit akibat berbagai masalah kejiwaan. Padahal, jika dibiarkan, pada masa mendatang masalah kesehatan jiwa akan menjadi besar seperti yang tengah dihadapi oleh berbagai negara maju. Berdasarkan prediksi tahun 2020, depresi unipolar akan menempati rangking ke-2 penyebab beban penyakit. Beberapa upaya dapat ditempuh untuk memelihara kelangsungan program kesehatan jiwa, antara lain tetap menjalankan kebijakan kesehatan jiwa dan upaya advokasi untuk mendapatkan anggaran yang memadai. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan berbagai isu internasional dan lokal spesifik serta mempersiapkan landasan hukum yang merupakan salah satu persyaratan pengajuan pendanaan. Since the Millenium Development Goals was developed in 2000, many health priorities are directed to that goals. The MDGs dominated by communicable diseases, maternal and child health, meanwhile non-communicable diseases get less attention and was allocated relatively low budget to maintain their programs. The objective of this study was to discuss mental health position from MDGs perspectives. MDGs have ignored mental health by no target or indicator of MDGs is related to mental disorders. The MDGs did not calculate the non-communicable burden of those diseases. That condition affected not only Indonesia as developing country but also in developed country, which cause low mental health budget from the total health budget country. It will become serious problem in the future as it was predicted that that uni-polar depression will rank second as the leading burden of disease. The mental health policy and advocacy have to implement to maintain the program by proposing sufficient budget and developing international and local specific issues while preparing the legal foundation as a requirement to propose the budget.