Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Differrences in The Meaning Dolalak Dance in PurworejoDistrick, Central Java Province Adeliana Galih Nurbaidhah; Nurhadi Nurhadi; Sigit Pranawa
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan Vol 9, No 1 (2020): Jurnal Ilmu Sosial Mamangan Accredited 3 (SK Dirjen Ristek Dikti No. 30E/KPT/201
Publisher : LPPM Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22202/mamangan.v9i1.3347

Abstract

Dolalak dance is a folk dance whose movements and costumes adopted the Dutch soldiers war training and dancing movements and costumes. The exsistention of the traditional art become degradation in a year. Dolalak dance is also influenced by the cultural change from modernity, and then the meaning of Dolalak will be gone.This enable people interprete the ideal value of Dolalak dance in daily life that different from Dolalak dance in the past that was full of life regulation values.This qualitative research uses a case study method to answer the different interprete the meaning of Dolalak dance.It uses interview, observation and documentation techniques to collect data. Theory in thisresearch using interpretative culture from Clifford Geertz.This research reveals that Dolalak experienced a cultural creativity by combining with other arts, i.e dangdut and Campursari.It also experienced changes in players, movements, makeup, costumes, and time performanes. As a folk dance play a role in unity and guide the social life. Dolalak dance is interpreted as a religious symbols, varlour, faith and social conditions. Nowdays, it has a new interpretation as a equality, effectivity, efficiency and specialization lead to individualization in the group.
The meaning of the Ceprotan tradition in bersih desa for the people of Sekar village Laras Andita Yuningtyas; Sigit Pranawa; Yuhastina Yuhastina
Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS Vol 7, No 2 (2020): September
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hsjpi.v7i2.27978

Abstract

The purifying tradition carried out by the Sekar Village community is always accompanied by a traditional ceremony called Ceprotan. This Ceprotan traditional ceremony only exists in Sekar Village. Its implementation load with folklore values that the local people believe. This study aimed to know the meaning of the Ceprotan tradition for the people of Sekar village. This research used a qualitative method with a phenomenological approach. The intake of informants was done through the purposive sampling technique. Data obtained using both secondary and polymer data. Data collection techniques used were interviews, observation, and documentation. To ensure the validity of the data, the researcher used source triangulation techniques on the data obtained. The data were then analyzed with cultural interpretation techniques or the "thick description" approach by Clifford Geertz to interpret the symbol systems of cultural meaning in a deep painting. This study's findings were that the village's purifying tradition accompanied by the Ceprotan traditional ceremony carried out by the Sekar Village community, especially Krajan Lor and Krajan Kidul Hamlets, was done as an expression of gratitude, hope, and prayer to God Almighty for good things. Based on cultural practitioners' symbolic activities that appeared and were interpreted, this tradition was also carried out as a form of appreciation and reminder to the ancestors of Sekar Village, which until now is believed by the community as Danyang who consider influencing the survival of the local people. This belief contains in the folklore of the origin of Sekar Village. It continues to maintain as a form of refinement of the customs and culture of Sekar Village.
PEMBERDAYAAN FORUM ANAK SURAKARTA SEBAGAI PEER EDUCATOR UNTUK MENGATASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK Sri Yuliani; Rahesli Humsona; Sigit Pranawa
Habitus : Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi Vol 2, No 2 (2018): HABITUS:JURNAL PENDIDIKAN, SOSIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI
Publisher : Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi, FKIP-UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/habitus.v2i2.28796

Abstract

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Surakarta masih cukup tinggi, baik jumlah maupun kualitas kekerasannya. Meskipun di Kota Surakarta telah dibentuk lembaga Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS), upaya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak belum dapat dilakukan secara optimal. Banyaknya lembaga yang bergabung dengan PTPAS belum memberi jaminan perlindungan bagi korban kekerasan. Salah satu kendala upaya penanganan korban kekerasan terhadap anak adalah belum terbangunnya perspektif terhadap korban yang lebih baik. Anak korban kekerasan mengalami hambatan psikologis dan komunikasi untuk menyampaikan masalahnya baik dengan keluarga maupun pendamping korban dari LSM atau PTPAS. Forum Anak Surakarta (FAS) sebagai lembaga partisipasi anak dalam pembangunan selama ini telah menjadi media berbagi permasalahan dengan teman sebaya, termasuk masalah tindak kekerasan terhadap anak. Pemberdayaan Forum Anak Surakarta sebagai Peer Educator (pendidik sebaya) menjadi solusi efektif untuk memecahkan hambatan komunikasi dalam pendampingan anak korban kekerasan. Untuk itu pengabdian ini bertujuan memberikan skill pada FAS agar mampu berperan sebagai counselor bagi teman sebaya yang mengalami tindak kekerasan.Khalayak sasaran adalah 15 anak (usia 13-18 tahun) yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta. Adapun kegiatan pengabdian meliputi : 1) Penyadaran tentang kekerasan anak dan hak perlindungan anak; 2) pelatihan sebagai advokator agar aspirasi anak korban kekerasan diakomodir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, dan 3) praktek atau simulasi konselor sebaya bagi anak korban kekerasan. Setelah mengikuti pelatihan dan praktek pendidikan sebaya, anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta menjadi : 1) semakin meningkat kesadarannya tentang dampak kekerasan anak dan pentingnya hak perlindungan anak dan 2) memahami mekanisme sebagai advokator dan mampu mempraktekkan tehnik Peer Educator bagi anak korban kekerasan. 
PEMBERDAYAAN FORUM ANAK SURAKARTA SEBAGAI PEER EDUCATOR UNTUK MENGATASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK Sri Yuliani; Rahesli Humsona; Sigit Pranawa
Habitus : Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi Vol 2, No 2 (2018): HABITUS:JURNAL PENDIDIKAN, SOSIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI
Publisher : Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi, FKIP-UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/habitus.v2i2.28798

Abstract

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Surakarta masih cukup tinggi, baik jumlah maupun kualitas kekerasannya. Meskipun di Kota Surakarta telah dibentuk lembaga Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS), upaya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak belum dapat dilakukan secara optimal. Banyaknya lembaga yang bergabung dengan PTPAS belum memberi jaminan perlindungan bagi korban kekerasan. Salah satu kendala upaya penanganan korban kekerasan terhadap anak adalah belum terbangunnya perspektif terhadap korban yang lebih baik. Anak korban kekerasan mengalami hambatan psikologis dan komunikasi untuk menyampaikan masalahnya baik dengan keluarga maupun pendamping korban dari LSM atau PTPAS. Forum Anak Surakarta (FAS) sebagai lembaga partisipasi anak dalam pembangunan selama ini telah menjadi media berbagi permasalahan dengan teman sebaya, termasuk masalah tindak kekerasan terhadap anak. Pemberdayaan Forum Anak Surakarta sebagai Peer Educator (pendidik sebaya) menjadi solusi efektif untuk memecahkan hambatan komunikasi dalam pendampingan anak korban kekerasan. Untuk itu pengabdian ini bertujuan memberikan skill pada FAS agar mampu berperan sebagai counselor bagi teman sebaya yang mengalami tindak kekerasan.Khalayak sasaran adalah 15 anak (usia 13-18 tahun) yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta. Adapun kegiatan pengabdian meliputi : 1) Penyadaran tentang kekerasan anak dan hak perlindungan anak; 2) pelatihan sebagai advokator agar aspirasi anak korban kekerasan diakomodir dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan, dan 3) praktek atau simulasi konselor sebaya bagi anak korban kekerasan. Setelah mengikuti pelatihan dan praktek pendidikan sebaya, anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Surakarta menjadi : 1) semakin meningkat kesadarannya tentang dampak kekerasan anak dan pentingnya hak perlindungan anak dan 2) memahami mekanisme sebagai advokator dan mampu mempraktekkan tehnik Peer Educator bagi anak korban kekerasan. 
MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG BAHAYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN PEER EDUCATION STRATEGY Sigit Pranawa; Rahesli Humsona; Sri Yuliani
Habitus : Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi Vol 2, No 2 (2018): HABITUS:JURNAL PENDIDIKAN, SOSIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI
Publisher : Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi, FKIP-UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/habitus.v2i2.28790

Abstract

Angka penyalah guna narkotika dan obat berbahaya (narkoba) di Surakarta mencapai 1,9% dari jumlah penduduk, mendekati angka nasional 2,2 %. Minimnya upaya preventif untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba, menjadi salah satu sebabnya. Dari jumlah itu, 22 % di antaranya adalah remaja yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa. Melihat besarnya pengaruh membership group bagi remaja, dilakukan kegiatan pengabdian Program Kemitraan Masyarakat (PKM) dengan strategi pendidikan sebaya (peer education stategy) untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang bahaya penyelahgunaan narkoba. Kelompok remaja yang dipilih adalah Forum Anak Surakarta (FAS), sebagai forum yang strategis untuk promosi bahaya penyalahgunaan narkoba. FAS pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan termasuk narkoba, namun yang secara khusus melibatkan mereka sebagai peer educator belum pernah mereka ikuti. Kegiatan PKM diikuti oleh 15 anak yang merupakan pengurus dan anggota FAS. Kegiatan diawali dengan mengidentifikasi pengetahuan FAS tentang narkoba. Selanjutnya memberikan pemahaman yang benar mengenai jenis-jenis dan dampak narkoba , dan jaringan kejahatan narkoba. Selanjutnya diberikan pemaparan tentang penguatan diri untuk menghindar dari bahaya narkoba, peran peer educator, serta pelatihan sebagai peer educator dengan simulasi pendampingan dan promosi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Sarana pemaparan dan simulasi didukung dengan power point, buku saku, jaringan internet, alat tulis dan gambar, kamera, video, yang telah disiapkan oleh tim PKM. Sepanjang kegitan PKM, tim melakukan monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pengetahuan anak-anak FAS tentang bahaya penyalahgunaan narkoba telah meningkat, khususnya berkaitan dengan jenis-jenis narkoba dan dampaknya, jaringan kejahatan narkoba, serta penguatan diri untuk menghindar dari bahaya narkoba. Kemampuan sebagai peer educator dapat dipraktekkan dengan pendekatan inovatif dengan menciptakan media kreatif : studi kasus melalui bermain peran, membuat meme, poster, vlog dan menggubah lagu. 
UPAYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL SISWA SMA MELALUI PRAMUKA Dwi Aprilia Wati; Sigit Pranawa; Abdul Rahman
Perspektif Ilmu Pendidikan Vol 34 No 2 (2020): Perspektif Ilmu Pendidikan
Publisher : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/PIP.342.6

Abstract

Penelitian ini mengkaji upaya pengembangan soft skill siswa SMA melalui kegiatan pramuka. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan teori fungsionalisme struktural dari Talcott Parsons dengan sistem AGIL, yaitu Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency sebagai dasar analisis data. Partisipan penelitian adalah 24 siswa dan 1 pembina pramuka di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pramuka dapat membantu mengembangkan soft skill siswa terutama kemampuan sosial dan kemampuan personal. Kemampuan sosial terdiri dari communication skill, relationship building, dan team work, sedangkan kemampuan personal terdiri dari time management, leadership skill, dan transforming character (percaya diri, tanggung jawab, mandiri, kreatif, cinta alam, dan berjiwa sosial). Kedua kemampuan soft skill dikembangkan melalui partisipasi siswa dalam kegiatan Pramuka dan keanggotaan siswa sebagai Dewan Ambalan Pramuka.This study examines efforts to develop soft skills for high school students through scouting activities. This research is a qualitative descriptive study that uses Talcott Parsons’ structural functionalism theory with the AGIL system, namely Adaptation, Goal Attainment, Integration, and Latency as the basis for data analysis. Research participants were 24 students and one scout coach in a public high school in Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Data were collected through observation, interviews, and documentation. The results showed that scouting activities could help develop students' soft skills, especially social skills and personal abilities. Social skills consist of communication skills, relationship building, and team work, while personal abilities consist of time management, leadership skills, and transforming character (self-confidence, responsibility, independence, creativity, love of nature, and social spirit). Both soft skill abilities are developed through student participation in scouting activities and student membership as Scouting Council.
Modal Sosial pada Industri Kecil Menengah di Kelurahan Purbalingga Lor Dea Ayu Pusparini; Nurhadi Nurhadi; Sigit Pranawa
Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi) Vol 14, No 1 (2020)
Publisher : Sociology Department Of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jsu.v14i1.18167

Abstract

This research aims at explaining and understanding how Small and Medium Enterprises (SMEs) of vehicle exhaust in Purbalingga Lor utilize social capital in improving their company’s performance. This research used Qualitative Method and Case-Study Approach. Data of this research was collected through a series of in-depth interviews, observations, and documentation. The intake of informants was done through a snowball sampling technique. Data validated by source and technique triangulation. Data were analyzed by using the Interactive Analysis Model. The result of this research shows that the actors involved in SMEs of vehicle exhaust in Purbalingga Lor consist of raw material suppliers, craftsmen, resellers, consumers, associations, and related government agencies. The actors maintain good relations with each other, build mutual trust and networks, and create regulating norms. The social capital has been able to improve the enterprise’s performance and support the business development and expansion of vehicle exhaust in PurbalinggaAbstrakTujuan penelitian ini untuk menjelaskan dan mengetahui modal sosial pada Industri Kecil Menengah knalpot di Kelurahan Purbalingga Lor mampu meningkatkan kelangsungan perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data penelitian ini diperoleh melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Pengambilan informan dilakukan dengan teknik snowball sampling. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Analisis data menggunakan model analisis interaktif.  Hasil dari peneltian ini dapat diketahui aktor yang terlibat di dalam Industri Kecil Menengah Knalpot di Kelurahan Purbalingga Lor terdiri dari pemasok bahan baku, pengrajin, reseller, konsumen, pihak asosiasi dan pemerintah dinas terkait. Para aktor saling menjaga hubungan baik satu sama lain, di antara mereka saling menjaga kepercayaan, membangun jaringan dan terdapat norma yang mengatur. Modal sosial mampu meningkatkan kinerja usaha knalpot dan bisa mendukung serta mengembangkan Industri Kecil Menengah Knalpot di Purbalingga.
Perilaku Konsumsi Budaya Masyarakat dalam Tradisi Labuhan Ageng di Pantai Sembukan Khusniatun Alviyah; Sigit Pranawa; Abdul Rahman
Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development Vol 2 No 2 (2020): Juli-Desember 2020
Publisher : Asosiasi Profesi Pendidik dan Peneliti Sosiologi Indonesia (AP3SI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52483/ijsed.v2i2.28

Abstract

Konsumsi telah mencengkeram seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam hal kebudayaan. Seiring perkembangan zaman dengan masuknya budaya barat telah menggeser minat masyarakat terhadap tradisi lokal yang menjadi ciri khas daerahnya. Salah satunya tradisi Labuhan Ageng di Pantai Sembukan yang mulai melakukan modifikasi agar tetap memiliki eksistensi di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku masyarakat dalam mengonsumsi tradisi Labuhan Ageng. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi lapangan. Hasil penelitian setelah dianalisis dengan teori masyarakat konsumsi Jean Baudrillard adalah dalam ritual Labuhan Ageng saat ini mulai ditambahkan serangkaian acara hiburan dengan porsi waktu lebih banyak dan lebih menarik dibandingkan acara inti tradisi itu sendiri. Sehingga tradisi Labuhan Ageng mulai berubah menjadi tradisi yang lebih dinikmati sebagai acara hiburan. Tradisi yang dahulu dimaknai secara sakral justru dijadikan sebagai ajang rekreasi dan berfoto untuk kepuasan diri.
Peran Ketua Adat Sedulur Sikep dalam Meningkatkan Pembangunan Masyarakat di Desa Sambongrejo Dheasrika Fernanda Ebrilianti; Sigit Pranawa; Nurhadi Nurhadi
Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development Vol 2 No 2 (2020): Juli-Desember 2020
Publisher : Asosiasi Profesi Pendidik dan Peneliti Sosiologi Indonesia (AP3SI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52483/ijsed.v2i2.33

Abstract

Pembangunan merupakan perubahan sosial yang direncanakan dalam lingkup politik, sosial, ekonomi, dan teknologi. Desa Sambongrejo memiliki nilai Indeks Desa Membangun (IDM) sebesar 0,5916 dan tercatat sebagai desa tertinggal di Kabupaten Blora. Sebagai desa adat Sedulur Sikep memiliki pemimpin informal yang berperan penting di dalam masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran ketua adat Sedulur Sikep dalam meningkatkan pembangunan masyarakat di Desa Sambongrejo. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Teknik pengambilan informan dilakukan dengan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Validitas data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Teori yang digunakan adalah teori Struktural Fungsionalisme Radcliffe Brown. Hasil temuan penelitian ini adalah peran ketua adat dalam meningkatkan pembangunan meliputi fisik maupun non fisik. Peran ketua adat sebagai perencana pembangunan, sebagai stakeholder dalam infrastruktur masyarakat, sebagai pelestari nilai-nilai budaya. Adapun akibat dari peran yang dilaksanakan ketua adat berdampak pada peningkatan solidaritas masyarakat, peningkatan pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pemaliq: Myth as an Effort to Defend the Customs of Sasak in Desa Beleq Hamlet, Gumantar, North Lombok Adi Putro Aji Wicaksono; Okta Hadi Nurcahyono; Sigit Pranawa
Humanus Vol 19, No 2 (2020)
Publisher : Pusat Kajian Humaniora FBS Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1302.365 KB) | DOI: 10.24036/humanus.v19i2.109877

Abstract

The effect of modernization and globalization is, among other, the degraded ancestor custom and traditions. So many cultural strategies are taken by the community, particularly customary community to maintain custom and tradition. This research aims to find out why Desa Beleq Hamlet customary community still maintain Sasak tribal custom and tradition in Lombok Island through Adat Tau Lokaq Lima regulation. This study belongs to qualitative research with ethnographic approach aiming to give a holistic representation about the cultural event occurring. The author used in-depth interview and participatory observation in collecting data of research. The result of research showed that pemaliq, as a prohibition constructed in human reasoning on the event to befall an individual or a group of individuals violating the ancient myths told hereditarily, could create a community’s holistic understanding to comply with the existing custom.