Made Gede Arthadana
Fakultas Hukum, Program Studi Hukum Adat, Universitas Hindu Indonesia

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Reconstruction of Customary Criminal Law Based on Balinese Hindu Local Wisdom Made Gede Arthadana
Law Doctoral Community Service Journal Vol. 2 No. 1 (2023): Law Doctoral Community Service Journal
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/ldcsj.2.1.6267.61-66

Abstract

Law is a set of rules that bind and compel society. The implementation process must be enforced by imposing sanctions so that the objectives of the law can be achieved. The purpose of the law is to provide universal benefits, namely how to create peace and tranquility in the community that can be felt concretely by all levels of society. Indonesia already has original law as a regulator of life that is born from the soul of the community which is called customary law. Customary law cannot be separated from the formation and development of national law, including criminal law. The criminal law of the Dutch colonial heritage which is not in accordance with the values of the life of the Indonesian people needs to be renewed by constructing the values of customary law so that it can apply effectively and ideally, which is known as customary criminal law because in customary law there are regulations on customary criminal law. In the legal system, especially those related to legal substance or legal products, both written and unwritten, as well as decisions from judicial institutions, can be extracted from legal sources in the form of local wisdom, especially those in Bali. One of them comes from the lontar which is then explored the values, principles and legal concepts. Regarding Law, Politics and Institutions, it is also contained in Balinese Hindu lontars which are spread in almost all corners of the region in Bali. This is important in the development and renewal of customary law and criminal law in synergy as a legal reconstruction based on Balinese Hindu local wisdom.
Application of the Kerthi Bali Economy in a Web-Based Geospatial Visualization Information System Karyada, I Putu Ferry; Sanjaya, Kadek Oky; Arthadana, Made Gede; Paramita, I Gusti Agung; Mahayasa, I Gede Aryana
Sinkron : jurnal dan penelitian teknik informatika Vol. 6 No. 4 (2022): Article Research: Volume 6 Number 4, October 2022
Publisher : Politeknik Ganesha Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33395/sinkron.v7i4.11777

Abstract

Traditional village is a unit of customary law community in Bali which has territory, position, original structure, traditional rights, own assets, traditions, and social manners of community life from generation to generation. One of the values ​​of local wisdom that can be implemented in economic activities is Sad Kerthi, namely the six main sources of welfare/happiness of human life. The Kerthi Bali Economy is an economy to realize an Independent Bali in the Economic Sector, built and developed based on the values ​​of Sad Kerthi's philosophy. Because the principle of Kerthi Bali Economics is a new concept, the researcher analyzes the contents and phenomena described in the Kerthi Bali Economics book and is associated with other economics references. At this stage will produce an indicator in measuring the economic principles of Kerthi Bali. There are 11 economic principles of Kerthi Bali that are harmonious with nature, culture and people. The development model used by the researcher uses the Waterfall Model. In this study, researchers used several stages in the waterfall model, including requirements, design, implementation, verification, and maintenance. The system design uses MySQL as the database as well as PHP and HTML for basic programming. This research succeeded in developing the Application of the Kerthi Bali Economy in a Web-Based Geospatial Visualization Information System. Testing the system using the Black Box Testing method, which produces all the pages tested in accordance with the expected results.
KEKUATAN HUKUM UPACARA “MEDEWA SAKSI” & “MACORAN” SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN DALAM MENGUNGKAP PELAKU DELIK ADAT BALI Arthadana, Made Gede; Sarjana, I Putu
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 5 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i05.p07

Abstract

Tujuan penulisan secara umum pada jurnal ilmiah ini untuk mengetahui peran sanksi adat dalam penyelesaian delik adat Bali dan secara khusus untuk mengetahui dan menganalisa tentang kekuatan hukum upacara “madewa saksi” & “macoran” sebagai sarana pembuktian dalam mengungkap pelaku delik adat Bali. Metode penulisan yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian yang pertama yaitu peran sanksi adat dalam penyelesaian delik adat Bali sangat kuat dan terkadang pelaksanaannya lebih berat daripada sanksi hukum nasional serta bertujuan untuk mengembalikan harmonisasi antara kehidupan dunia nyata (sakala) dan tidak nyata (niskala) sesuai filosofi tri hita karana. Hasil penelitian yang kedua yaitu kekuatan hukum pelaksanaan upacara “madewa saksi” & “macoran” sebagai sarana pembuktian dalam mengungkap pelaku delik adat Bali yang diartikan sebagai menggunakan alam semesta atau Tuhan Yang Maha Esa sebagai saksi atas dugaan adanya tindakan yang tidak benar sehingga dalam rangka membuat terang suatu perkara delik adat di Bali diperlukan upacara “madewa saksi” & “macoran” sehingga memberikan keyakinan bagi prajuru adat di Bali. The general aim of writing this scientific journal is to find out the role of customary sanctions in resolving violations of Balinese customs and specifically to find out and analyze the legal strength of the “madewa saksi” & “macoran” ceremony as a means of proof in exposing Balinese perpetrators of Balinese society. The writing method used is descriptive normative legal research using a statutory approach and a case approach. The first research result is that the role of customary sanctions in resolving Balinese customary offenses is very strong and sometimes their implementation is more severe than national legal sanctions and aims to restore harmonization between the real world (sakala) and the unreal (niskala) according to the tri hita karana philosophy. The second research result is the legal strength of carrying out the “madewa saksi” & “macoran” ceremony as a means of proof in exposing perpetrators of violations of Balinese customs which is defined as using the universe or God/Ida Sang Hyang Widhi Wasa as a witness for alleged wrongdoing, so that being able to explain a case of violation of customs in Bali requires a ceremony “madewa saksi” & “macoran” to give confidence to traditional warriors in Bali.
Harmoni Alam Dan Budaya: Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan Melalui Tri Hita Karana Di Desa Adat Bali Putra, I Made Endra Lesmana; Pramuki, Ni Made Wisni Arie; Purwaningrat, Putu Atim; Diputra, Gde Indra Surya; Apsaridewi, Komang Indra; Arthadana, Made Gede
Jurnal Pengabdian Masyarakat Akademisi Vol. 3 No. 4 (2024)
Publisher : Jurnal Pengabdian Masyarakat Akademisi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54099/jpma.v3i4.1156

Abstract

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk menerapkan prinsip Tri Hita Karana dalam konteks pariwisata berkelanjutan di desa adat Bali. Dengan mengedepankan keseimbangan antara aspek spiritual, sosial, dan lingkungan, program ini memberikan pelatihan dan workshop yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengelola pariwisata serta masyarakat lokal. Hasil dari kegiatan menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengelolaan pariwisata yang bertanggung jawab dan sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal. Praktik berkelanjutan, seperti pengelolaan limbah yang lebih efisien dan pemanfaatan produk lokal, mulai diterapkan secara luas di berbagai lokasi wisata. Selain itu, kolaborasi yang terjalin antara desa adat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya menghasilkan jaringan kerja yang kuat, memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan terkait pengembangan pariwisata. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan budaya, seperti festival seni dan ritual adat, tidak hanya memperkaya pengalaman wisatawan tetapi juga membangun rasa kepemilikan dan tanggung jawab di kalangan warga. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan menjadi model pengembangan pariwisata berkelanjutan yang dapat direplikasi di daerah lain, menjaga keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan budaya demi kesejahteraan generasi mendatang.
Pengembangan Teknologi Artificial Intelligence (AI)  dan Tantangan Hak Kekayaan Intelektual Ida Bagus Alit Yoga Maheswara; Made Gede Arthadana; I Gusti Ayu Ketut Artatik; pratama, gede aditya
Jurnal Hukum Sasana Vol. 11 No. 1 (2025): Jurnal Hukum Sasana: June 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v11i1.3972

Abstract

Artificial Intelligence (AI) adalah tulang punggung inovasi dalam komputasi modern, yang memberikan manfaat bagi individu dan bisnis. Di tingkat operasional untuk penggunaan bisnis, AI adalah serangkaian teknologi yang didasarkan terutama pada machine learning dan deep learning, yang digunakan untuk analisis data, prediksi dan perkiraan, kategorisasi objek, natural language processing, rekomendasi, dan pengambilan data cerdas. Karya yang dihasilkan oleh AI menimbulkan tantangan baru dalam hak kekayaan intelektual (HKI). Beberapa negara mulai memperbarui undang-undang HKI mereka untuk mengatasi kompleksitas yang ditimbulkan oleh AI, termasuk isu kepemilikan dan perlindungan.   Hal ini adalah untuk memberikan pandangan bahwa dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat tentu membuat dinamika baru berkaitan Hak Kekayaan Intelektual yang dihasilkan oleh Artificial Intelligence (AI) terhadap hukum yang ada sekarang, namun belum mampu mengakomodasi perkembangan teknologi AI. Metode penelitian yang digunakan metode penelitian normatif. Bahwa metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang salah satunya mencakup Undang-Undang Hak Cipta. Undang-undang hak cipta umumnya mensyaratkan adanya unsur kreativitas manusia dalam sebuah karya agar bisa dilindungi hak cipta. Karya yang dihasilkan AI, yang merupakan abstraksi dari data yang dilatih, menimbulkan pertanyaan apakah memenuhi kriteria ini.
Legality of Virtual Hindu Marriage in the Perspective of National Law in Indonesia Arthadana, Made Gede; Wibawa, I Putu Sastra; Sarjana, I Putu
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 13 No 4 (2024)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2024.v13.i04.p09

Abstract

The general purpose of writing in this scientific journal is to find out the legal basis for marriage for Hindus in Bali and specifically to find out the legality of virtual Hindu marriages from the perspective of National Law in Indonesia. The writing method used is descriptive normative legal research using a statutory approach and a case approach. The first research result is the Legal Basis for Hindu Marriage in Bali, which refers to Article 28 paragraph (1) of the 1945 Constitution, Article 1 & Article 2 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Law Number 16 of 2019 concerning Amendments Based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Rigveda X. 85.23 & Rigveda VI.15.19. The second research result, namely the Legality of Virtual Hindu Marriages in the Perspective of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, is that national norms do not regulate virtual marriages so it can be said to be an empty norm. Viewed from custom, tradition and religion, there are no rules regarding virtual marriage because it can be seen that the conditions that must be met to make a Hindu marriage in Bali valid are one of the witnesses in the mabyakala (wiwaha) ceremony which involves 3 witnesses or Tri Upasaksi, namely the witness god, human witnesses, and bhuta witnesses.