Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

RELEVANSI KECAKAPAN (BEKWAAM) SEBAGAI SYARAT SAH PERJANJIAN DALAM PERJANJIAN MENABUNG DI BANK Muhammad As Ari AM
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2015): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v8i2.1418

Abstract

ABSTRAKKecakapan bertindak dalam hukum mengikuti barometer kedewasaan asalkan tidak ada faktor lain yang menyatakan si dewasa kehilangan kecakapannya. Setiap subjek hukum yang akan melakukan perjanjian wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan sebagaimana pemahaman pestudi hukum Indonesia yang telah lama terbuai oleh aliran atau teori positivisme hukum. Patuh secara kaku pada aturan menghilangkan relevansi hukum trerhadap dinamika masyarakat karena belum tentu isi aturan tertulis sejalan dengan kehidupan nyata. Dalam kehidupan nyata masih terdapat nilai-nilai non hukum. Jiwa bangsa (volgeist) tidak akan lenyap dalam nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Kecakapan tidak selamanya dapat diukur oleh undang-undang karena kecakapan lahir pula dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sudah menyatu, seperti kemampuan mencari nafkah dan postur tubuh serta psikologi/mental.Menabung pada anak usia sekolah adalah mendidik mereka sejak dini untuk mengatur finansial. Ini adalah kepentingan atau hak yang harus dilindungi hukum. Sedangkan di sisi lain, bank merupakan lembaga negara yang menyerap dana sebanyak banyaknya untuk memajukan perekonomian bangsa. Kedua pihak memiliki kepentingan yang saling bertemu dan saling membutuhkan dalam satu perjanjian. Oleh karena itu pengertian kecakapan harus ditambahkan dengan pengertian abstrak (memuat norma kabur) sehingga mampu merangkul kecakapan di luar persangkaan undang-undang. Kecakapan seyogyanya tidak hanya diukur dari umur kedewasaan semata, tetapi perlu pula memperhatikan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang sesuai kepatutan. Poin ini menjadikan kecakapan tidak kaku dan mampu berlaku selama mungkin. Kata kunci :relevansi, kecakapan, perjanjian menabung
ANALISIS KECAKAPAN BERTINDAK DEMI PEMBERIAN PERLINDUNGAN HAK ASASI ANAK Muhammad As Ari AM
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 1 (2016): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v9i1.1746

Abstract

Kecakapan bertindak merupakan aturan yang terdapat di dalam KUHPerdata dimanaaturan ini menjadi payung hukum segala perbuatan di bidang perdata. Sebagai payung hukum,aturan kecakapan bertindak mempengaruhi seluruh peraturan yang berkaitan dengan perbuatandalam ranah hukum perdata termasuk perbuatan menabung dalam dunia perbankan. Seseorangyang akan menabung mengikuti syarat pembukaan rekening dari perbankan sedangkanperbankan dalam membuat syarat tersebut sangat terikat dengan ketentuan KUHPerdata. Perbankan telah memiliki aturan sendiri terkait dengan syarat menabung melaluiUndang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7Tahun 1992 tentang perbankan. Namu sayangnya pengaturan syarat menabung yang terdapat dalam UU perbankan belum jelas atau belum mengatur secara konkret persyaratannya tetapi pengaturan syaratnya masih diserahkan kepada para pihak sedangkan menginterpretasi aturantersebut dengan cara mengikuti syarat- syarat sebuah perjanjian yang diatur dalamKUHPerdata. Perbuatan perbankan yang menafsirkan syarat menabug secara normatif melahirkanpenyimpangan perlindungan terhadap hak hak anak berupa menabung secara mandiri.Penyimpangan perlindungan terhadap hak anak ini merupakan sikap yang tidak sesuai dengankonstitusi negara Indonesia sehingga perlu analisa kecakapan bertiindak yang tidak hanyamenggunakan pendekatan normatif tetapi menggunakan pula pendekatan interdispliner.Kata kunci: Kecakapan bertindak, perlindungan hak asasi anakĀ 
UPAYA KEMANDIRIAN ANAK MENABUNG DI BANK MELALUI KONSTRUKSI HUKUM NASIONAL Muhammad As Ari AM
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 2 (2016): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v9i2.1957

Abstract

Indonesia telah merancang budaya menabung sejak dini melalui lembaga otoritas jasa keuangan atau OJK yang dikenal dengan nama Simpanan Pelajar selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut SimPel. Simpanan pelajar ini dikeluarkan tidak berdasarkan pada aturan tertulis tetapi hanya berpedoman pada dokumen generic model saja sehingga implementasi simpanan pelajar ini tidak memiliki kekuatan mengikat karena generic model yang dikeluarkan oleh OJK tersebut hanya bersifat anjuran saja. Tabungan yang dikenal dengan nama simpanan pelajar ini bukan satu-satunya tabungan yang menyasar segmen anak tetapi sebelum simpanan pelajar keluar, sebelumnya sudah ada simpanan yang bertujuan untuk menyasar anak seperti tabungan Junior dari Bank BTN, tabungan taplus anak dari BNI dan sebagainya. Eksistensi tabungan yang menyasar segmen anak tersebut belum sepenuhnya memberikan akses kemandirian anak menabung di bank karena bank masih menerapkan aturan umum persyaratan perjanjian pada kegiatan menabung. Bank menerapkan syarat perjanjian menabung masih mengacu pada aturan yang terkandung dalam pasal 1320 BW yang menyatakan bahwa harus ada unsur kecakapan bertindak bagi seseorang yang akan melakukan perjanjian. Penerapan syarat perjanjian menurut pasal 1320 BW pada perbuatan menabung membuat anak tidak dapat melaksanakan secara mandiri keinginannya untuk menabung di bank. Pelaksanaan kegiatan menabung secara mandiri bagi anak di bank merupakan hal yang urgen karena kemandirian tersebut akan membuat segmen anak menabung menjadi budaya, selain itu banyak orang tua yang memiliki kegiatan super sibuk tidak memiliki peluang atau waktu banyak untuk mengantar anak membuka rekening di bank. Perlu dingat bank memberlakukan system ateri bagi calon penabung sehingga hal ini menyita waktu banyak bagi calon penabung sehingga orangtua yang memiliki kegiatan banyak akan terasa berat mengantarkan anak menabung di bank sehingga perlu upaya kemandirian anak dalam membuka rekening di bank. Kata Kunci : Kemandirian Anak Menabung, Hukum Nasional
Penegakan Hukum Kepolisian dalam Pengungkapan Tindak Pidana Narkotika dengan Teknik Undercover Buy (Polres Kolaka Utara) Irabiah; Muhammad As Ari Arief Mamba; Riezka Eka Mayasari; Muhammad Ali Alala Mafing; Yahyanto; Akhmad Junaedy
YUSTISIA MERDEKA : Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 9 No. 1 (2023): JURNAL YUSTISIA MERDEKA
Publisher : Universitas Merdeka Madiun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33319/yume.v9i1.215

Abstract

This study aims to determine Police Law Enforcement in Disclosing Narcotics Crimes Using the Undercover Buy Technique at North Kolaka Police Station. The formulation of the problem posed is: What are the legal strengths and consequences for undercover buys made by non-Police members (informants)? and What are the obstacle factors in uncovering narcotics crimes with the Undercover Buy Technique?. The type of research used by the author in the preparation of this thesis final project is research that uses empirical research methods. The empirical legal research method is a legal research method that functions to see the law in a real sense and research how the law works in society. Covert Purchase as stipulated in Law No. 22 of 1997 which has been changed to Law No. 35 of 2009 is an addition to the investigator's authority in efforts to eradicate narcotics trafficking. This is because narcotics crimes are organized, secret crimes, and in practice they use sophisticated modus operandi and technology, making it difficult to collect evidence. Unlike other criminal acts, the implementation of covert purchases in narcotics crimes is not contrary to human rights if carried out in accordance with applicable regulations. However, it will be different if it is not implemented in accordance with applicable regulations. This is because the implementation of covert purchases cannot be separated from the participation of the community, so that the rights of the people who participate must be protected. In order to reduce errors and the implementation of covert purchases, it is necessary to know and understand clearly by investigators regarding the implementation of covert purchases themselves as stipulated in Law No. 35 of 2009. Keywords: Law Enforcement, Narcotics, Undercover Buy
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN Yusup Hamdaniyah; Muhammad As Ari Am
Integrative Perspectives of Social and Science Journal Vol. 2 No. 03 Juni (2025): Integrative Perspectives of Social and Science Journal
Publisher : PT Wahana Global Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan merupakan isu yang krusial dan memerlukan perhatian serius. Artikel ini membahas bentuk-bentuk perlindungan hukum yang dapat dibedakan menjadi perlindungan preventif, rehabilitatif, dan hukum. Perlindungan preventif mencakup pendidikan kesadaran seksual dan hak individu, yang terbukti mengurangi angka kekerasan seksual Perlindungan rehabilitatif melibatkan akses layanan kesehatan mental dan dukungan psikologis, yang meningkatkan kemungkinan pemulihan korban dan, tantangan dari implementasi perlindungan hukum masih signifikan, termasuk stigma sosial yang menghalangi korban untuk melapor. Lembaga pendidikan berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang aman, namun banyak yang belum menerapkan kebijakan anti-kekerasan secara efektif. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi dan merevisi kebijakan yang ada agar lebih responsif terhadap kebutuhan korban Kesadaran masyarakat yang lebih tinggi tentang kekerasan seksual dapat mendukung korban dan berkontribusi pada pencegahan kekerasan ,Tujuan penelian ini agar bisa memberi sebuah wawasan mendalam mengenai perlindungan hukum.