Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PEMBUATAN TEPUNG KOMPOSIT DARI PATI GANYONG/ GARUT DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI BAHAN BAKU FLAT NOODLE - The Production of Composite Flour from Canna/Arrowroot Starch and Pumpkin Flour as Flat Noodle Ingredient Novita Indrianti; Nok Afifah; Enny Sholichah
Biopropal Industri Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.115 KB) | DOI: 10.36974/jbi.v10i1.4927

Abstract

Non wheat noodles like flat noodle require composite starch with high amylase content such as canna and arrowroot starch as raw material. Pumpkin flour addition is expected to increase nutrition value of the composite flour. This research aimed to characterized composite flour from canna starch or arrowroot starch and pumpkin flour as ingredient for flat noodles. Six composite flour formulations were made from a mixture of canna starch or arrowroot starch with pumpkin flour at 5%, 10%, 15% concentrations. The physicochemical properties (proximate, beta-carotene, colour analysis), functional properties (swelling power, solubility, water absorption capacity, oil absorption capacity) and pasting properties (peak, breakdown, final, setback viscosity and pasting temperature) were analyzed. The results revealed that higher concentration of pumpkin flour was significantly increasing ash, protein, fat, carbohydrate and beta carotene content. The swelling power, solubility, water and oil absorption capacity increased with high concentrations of pumpkin flour, while the lightness of composite flour decreased. The addition of pumpkin flour increased peak and breakdown viscosity but decreased setback viscosity. Canna-pumpkin composite flours at 5% of pumpkin flour was recommended as ingredient for flat noodle because it has a low swelling power, low peak viscosity, low breakdown viscosity, low final viscosity and high setback viscosity.Keywords:  canna/arrowroot-pumpkin composite flour, functional properties, gelatinization profile, physicochemical propertiesABSTRAKMi non gandum seperti flat noodle membutuhkan tepung komposit pati berkadar amilosa tinggi seperti pati ganyong dan pati garut sebagai bahan baku. Penambahan tepung labu kuning diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi pada tepung komposit sebagai bahan baku flat noodle. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi tepung komposit dari pati ganyong/garut dan tepung labu kuning sebagai bahan baku flat noodle. Enam formulasi tepung komposit flat noodle dibuat dari campuran pati ganyong atau pati garut dengan penambahan tepung labu kuning 5%, 10% dan 15%. Karakterisasi tepung komposit meliputi sifat fisikokimia (proksimat, beta-karoten, warna), sifat fungsional (swelling, kelarutan, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak) dan profil gelatinisasi (viskositas puncak, breakdown, akhir, setback dan suhu gelatinisasi). Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsentrasi tepung labu kuning berpengaruh signifikan terhadap kenaikan kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, beta karoten, swelling power, kelarutan, serta kapasitas penyerapan air dan minyak tepung komposit. Kecerahan tepung komposit menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung labu kuning. Penambahan tepung labu kuning meningkatkan viskositas puncak dan breakdown, tetapi menurunkan viskositas setback tepung komposit. Tepung komposit (ganyong-labu kuning) dengan penambahan tepung labu kuning 5% direkomendasikan sebagai bahan baku flat noodle karena memiliki swelling power rendah, viskositas puncak rendah, breakdown rendah, viskositas akhir rendah dan setback tinggi. Kata kunci: profil gelatinisasi, sifat fisikokimia, sifat fungsional, tepung komposit ganyong/garut-labu kuning
Efisiensi Penggunaan Air dan Energi Berbasis Produksi Bersih pada Industri Kecil Tahu: Studi Kasus IKM Tahu “Sari Rasa” Subang (Efficiency of Water and Energy Use Based on Cleaner Production in Small Tofu Industry: A Case Study of SME Tofu “Sari Rasa” Subang) Doddy A. Darmajana; Nok Afifah; Novrinaldi Novrinaldi; Umi Hanifah; Andi Taufan
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 4 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i4.140

Abstract

Peningkatan efisiensi pada setiap tahapan proses pada IKM tahu akan mengoptimalkan setiap komponen produksi, menghasilkan mutu produk yang baik serta berdampak positif terhadap lingkungan. Salah satu konsep yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi dan minimalisasi limbah adalah konsep produksi bersih. Telah dilakukan penelitian untuk merencanakan penerapan konsep produksi bersih di IKM tahu Sari Rasa Subang. Penelitian dilakukan dengan mengukur neraca massa pada setiap tahapan proses, dan menerapkan sistem pemipaan dan tungku pemasakan berbahan bakar gas. Pengambilan data mengikuti alur produksi IKM tanpa mengganggu proses untuk 3 batch produksi. Data yang diperoleh dibandingkan dengan kondisi proses sebelum penerapan produksi bersih dan terhadap industri tahu yang telah menerapkan produksi bersih. Hasil perbandingan menunjukkan penggunaan air proses lebih kecil 21,12 persen dibanding sebelum penerapan produksi bersih dan 15,13 persen terhadap pemakaian air di IKM tahu Kaguma. Hasil proses perancangan berupa penghematan energi listrik pompa dari 0,81 kWh menjadi 0,16kWh dengan menggunakan tangki air atas. Konsumsi energi menggunakan desain tungku baru berbahan bakar gas untuk pemasakan 5 kg kedelai sebesar 11220 kkal, menghemat energi sebesar 72,35 persen dibanding dengan tungku sebelumnya. Bila dibandingan dengan IKM Kaguma, terdapat perbedaan kebutuhan energi untuk proses sebesar 1724,16 kkal.Increasing efficiencies at every stage of the process at SME Tofu will optimize every component of production, yield good quality products, and give positive impact to the environment. One of the concepts that aim to improve the efficient use of raw materials, auxiliary materials and energy at all stages of production and waste minimization is a cleaner production concept. The research was done to design the implementation of the cleaner production concept in SMEs tofu Sari Rasa Subang. The study was conducted by measuring mass balance at each stage of process and applying plumbing system and gasfired furnace for cooking. The data were captured for 3 batches of production in SMEs. The data obtained were compared to the previous data. The comparison demonstrated that water used in SME Sari Rasa was 21.12 percent less than that of the previous and 15.13% more than that of SME Kaguma. The results of redesign process were the electrical energy saving at the pump from 0.81 kWh to 0.16 kWh using water roof tank. The saving of heat energy consumption using new gas-fired furnace for cooking 5 kg soybean was 11220 kcal. The saving energy was found to be 72.35% compared to the previous furnace. There were 1724.16 kkal energy consumption difference compared to SME Kaguma. 
Pengeringan Lapisan-Tipis Irisan Singkong Menggunakan Pengering (Infrared Thin-Layer Drying Of Cassava Chips Using Infrared Dryer) Nok Afifah; Ari Rahayuningtyas; Aidil Haryanto; Seri Intan Kuala Intan Kuala
JURNAL PANGAN Vol. 24 No. 3 (2015): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v24i3.237

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik pengeringan lapisan-tipis irisan singkong dengan menggunakan pengering inframerah pada skala pilot untuk memenuhi kebutuhan usaha kecil dan menengah. Penelitian dilakukan pada dua tingkat temperatur “set-point” yaitu 50oC dan 60oC. Irisan singkong sebanyak 6 kg dengan kadar air awal 60–68 persen pada basis basah dikeringkan dalam pengering menjadi kadar air 14 persen. Setiap 30 menit, udara pengering diukur temperaturnya dan irisan singkong yang dikeringkan dianalisis kadar airnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa waktu pengeringan lebih cepat dengan peningkatan temperatur set-point dan sekitar 44–62 persen kadar air teruapkan selama pengeringan 3-4 jam. Berkaitan dengan kinetika pengeringan, dua buah model matematika diujikan terhadap data eksperimen. Ditemukan bahwa model Page lebih dapat mempresentasikan pola pengeringan irisan singkong dibandingkan model Henderson-Pabis.This study is aimed to evaluate the characteristics of the thin-layer drying of cassava chips using a pilot scale infrared dryer to meet the needs of small and medium enterprises. The drying experiments are carried out at two levels of temperature set-points viz. 50 and 60°C respectively. Every 30-minute the drying air temperature is measured and the chips is analyzed for its moisture content. Cassava chips with 6 kg weight and 60–68 percent moisture content on wet basis is dried in the dryer. It is found that the drying time decreases with an increase in temperature set point and approximately 44–62 percent of the moisture is removed during the drying for 3-4 hours. With regard to drying kinetics, two commonly used mathematical models sre examined with the experimental data. It is found that the Page model provides a good fit between the experimental and predicted moisture ratio values compared to that of Henderson-Pabis model. 
Rancang Bangun, Uji Performa dan Analisa Biaya Pengeringan Irisan Singkong Menggunakan Pengering Inframerah (Design, Construction, Performance Evaluation and Cost Analysis of Cassava Chips Using Infrared Dryer) Ari Rahayuningtyas; Nok Afifah
JURNAL PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v25i1.304

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang bangun pengering inframerah berbahan bakar gas. Tahap kegiatan yang dilakukan adalah melakukan perancangan, terdiri dari perancangan struktural dan fungsional, konstruksi, pengujian, dan analisis biaya. Pengujian dilakukan pada setting temperatur 50°C dan kelembaban relatif mendekati 20 persen dengan kecepatan udara masuk 3,4 m/detik. Parameter pengujian terdiri dari distribusi temperatur, kelembaban relatif, kadar air, dan kebutuhan energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perancangan struktural dan fungsional diperoleh dimensi ruang pengering berukuran 2000 mm x 2000 mm x 2000 mm, dengan 2 buah rak berukuran 1500 mm x 500 mm x 1400 mm dan 44 buah loyang berukuran 600 mm x 400 mm x 30 mm. Evaluasi kinerja pengering menggunakan 36 kg irisan singkong. Kadar air awal 60,23 persen turun menjadi 7,56 persen membutuhkan waktu pengeringan selama 5 jam menghasilkan produk sebesar 17 Kg. Konsumsi LPG yang dibutuhkan sebesar 2,5 kg dengan energi yang dibutuhkan sebesar 135 MJ. Besarnya biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk mengkonstruksi pengering ini adalah Rp. 69.644.959, sedangkan biaya pokok pengeringan singkong pada kapasitas penuh sebesar Rp. 5.683/Kg.The research was purposed to design and construct infrared dryer using gas fuel. The design consists of structural and functional design, construction, testing, and cost analyzing. The testing was done by set 50oC temperature and relative humidity about 20 percent with air velocity inlet 3,5 m/s. Testing parameters consists of temperature distribution, relative humidity, moisture content, and energy requirement. The result of structural and functional design  showed that the dryer dimension was 2000 mm x 2000 mm x 2000 mm, with 2 rack sized 1500 mm x 500 mm x 1400 mm and the number of trays 44 sized 600 mm x 400 mm x 30 mm. The  performance evaluation using 36 Kg cassava chips. Initial moisture content 60,23 percent decreased to 7,56 percent, drying time needed 5 hours and  resulted product about 17 Kg.  The LPG needs to dry those chips is 2,5 kg, equivalent with 135 MJ. The total cost for construction is amount Rp 69.644.959,- while the total cost for cassava drying at full capacity is amount Rp 5.683/Kg.
Pengaruh Kemasan terhadap Masa Simpan Keripik Tortila Modifikasi Tempe dan Tepung Mocaf dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Arrhenius Nok Afifah; Enny Sholichah
JURNAL PANGAN Vol. 30 No. 2 (2021): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v30i2.531

Abstract

Keripik tortila modifikasi telah dibuat dengan mencampur menir jagung, tepung ubi kayu termodifikasi(tepung mocaf), tepung beras, dan tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh jeniskemasan terhadap masa simpan keripik tortila termodifikasi menggunakan pendekatan Arrhenius. Keripikdikemas menggunakan tiga jenis kemasan yaitu plastik polyethylene terephthalate (PET), polypropylene(PP), dan aluminium foil (alufo) dan disimpan pada suhu 15, 30 dan 45°C selama 42 hari. Analisismeliputi kadar air, fracturability (daya patah), dan bilangan asam dilakukan setiap minggu. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpan, semakin cepat laju penurunan mutu keripik tortila.Kadar air merupakan parameter mutu yang paling cepat mengalami penurunan mutu. Kemasan jenispolyethylene terephthalate (PET) mempunyai kemampuan paling singkat dalam menyimpan keripik tortiladiikuti oleh plastik polypropylene (PP) dan aluminium foil (alufo), masing-masing selama 43, 51, dan 73hari. Pengemas terbaik untuk menyimpan keripik tortila adalah aluminium foil (alufo).
KAJIAN KONSUMSI MINUMAN BERKAFEIN PADA PETUGAS KEAMANAN (SATPAM) DI KAWASAN INDUSTRI SURYA CIPTA-KARAWANG Achmat Sarifudin; Riyanti Ekafitri; Enny Sholichah; Nok Afifah; Septian Bayu Nugraha; Yellianty Yellianty; Nana Sutisna Achyadi
Media Ilmiah Teknologi Pangan (Scientific Journal of Food Technology) Vol 9 No 2 (2022): Scientific Journal of Food Technology (September)
Publisher : Master Program of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MITP.2022.v09.i02.p63

Abstract

Salah satu pekerjaan dengan tingkat konsumsi minuman berkafein yang tinggi adalah petugas keamanan termasuk satpam di Kawasan Industri Surya Cipta Karawang. Tingkat konsumsi ini dipengaruhi oleh sistem jadwal kerja yang mengharuskan konsumsi minuman berkafein seperti kopi agar satpam tetap terjaga dan dapat meningkatkan kinerja mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jumlah kafein yang dikonsumsi satpam di Kawasan Industri Surya Cipta Karawang, mengidentifikasi tingkat konsumsi minuman berkafein atau risiko konsumsi minuman berkafein, dan mengetahui faktor internal yang mempengaruhi tingkat konsumsi kafein (usia, tingkat pendidikan, jadwal kerja, indeks massa tubuh, dan catatan kesehatan). Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2020. Sebanyak 114 responden diperoleh dari rumus Slovin yang telah memenuhi jumlah minimal subjek. Satpam sebagai responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan berbagai elemen masyarakat, satpam ditengarai sebagai kelompok masyarakat yang paling banyak mengonsumsi minuman berkafein. Hal ini dikarenakan adanya sistem jadwal kerja yang disebut shift. Mayoritas responden mengkonsumsi minuman berkafein sebanyak 200-399 mg per hari dengan risiko asupan kafein yang sangat rendah. Pada risiko tinggi konsumsi minuman berkafein, mayoritas responden berada pada usia produktif, memiliki indeks massa tubuh normal, tidak memiliki gangguan kesehatan, dan memiliki jadwal kerja shift siang sebesar 10,53% (12 responden). Sedangkan pada risiko konsumsi minuman berkafein yang sangat tinggi, sebagian besar responden juga berada pada usia produktif, memiliki indeks massa tubuh BB light dan heavy underweight, hanya satu responden yang memiliki riwayat diabetes, dan mengalami sore hari. jadwal kerja shift sebesar 1,75% (2 responden).