Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan Menggunakan Jamu Tersaintifikasi (Studi Kasus di BKTM Makassar dan Puskesmas A Karanganyar) Kristiana, Lusi; Maryani, Herti; Lestari, Weny
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 27, No 3 (2017)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v27i3.6233.185-196

Abstract

Health Services using jamu as the results of Saintifikasi Jamu (SJ) program is new. B2P2TOOT is the organizer of SJ training. The last Decree of National Commission for Saintifikasi Jamu (Komnas SJ) was signed in 2013 and valid for 1 year. Until now there is still no new formation of Komnas SJ. The implementation of jamu as result SJ program in health service facility is rare. Therefore description of the implementation of health services use jamu become important to be examined. This was a qualitative study using case study design. Study was conducted in the Puskesmas A Karanganyar, BKTM Makassar, and B2P2TOOT as the organizer of the SJ training. The location was selected purposively. The study was done in 2015. The factors that were examined in the form of human resources, budget, availability of herbs, and support regulations in the implementation of services. The primary data was taken by in-depth interviews. Secondary data were annual reports, decree and regulations. The respondents were all officers involved in the SJ services such as doctor, pharmacy, nurses and the management. The data had been analyzed with content analysis techniques. The main problem of implementation SJ was the need for a penal provision. Monitoring and evaluation of the program SJ had not been done intensively. SJ training was useful in the conduct of the health services using jamu, but hindered by the limited number of trained personnel, availability of budget, which ultimately affected the availability of herbs. The regulation which protects the commissioning services is urged. The regulation about Komnas SJ is also needed, therefore, the implementation of SJ program can be conducted well. Moreover, monitoring and evaluation of services using jamu program SJ and follow up is required. Research results from SJ program need to be published in order to be applied by the SJ network. Some regulations that protect SJ network is important as well so that they can do services by research based optimally.AbstrakPelayanan kesehatan jamu menggunakan hasil program Saintifikasi Jamu (SJ) merupakan hal yang masih baru. Saat ini penyelenggara pelatihan SJ adalah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT). SK Komisi Nasional Saintifikasi Jamu (Komnas SJ) terakhir adalah tahun tahun 2013 dan berlaku selama satu tahun. Hingga kini belum ada lagi pembentukan Komnas SJ, sehingga program ini terkesan jalan di tempat. Penelitian pelaksanaan pelayanan jamu hasil program SJ di fasilitas pelayanan kesehatan masih belum banyak dilakukan, bahkan data mengenai fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan jamu pun belum tercatat dengan baik. Oleh sebab itu perlu dikaji gambaran pelaksanaan pelayanan kesehatan menggunakan jamu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus yang dilakukan di Puskesmas A Karanganyar dan BKTM Makassar, serta B2P2TOOT sebagai penyelenggara pelatihan program SJ. Lokasi dipilih secara purposive, yaitu penunjukan puskesmas oleh Dinkes Karanganyar, sedang BKTM karena merupakan institusi milik Kemenkes. Penelitian dilakukan pada tahun 2015. Faktor yang diteliti berupa sumber daya manusia, anggaran, ketersediaan bahan jamu, serta dukungan regulasi yang mengatur pelaksanaan pelayanan. Data diambil dengan cara wawancara mendalam kepada responden, dan data sekunder berupa laporan tahunan, SK dan peraturan yang berlaku. Responden adalah semua petugas yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan SJ meliputi dokter, apoteker, perawat dan bagian manajemen. Data dianalisa dengan teknik analisa konten. Masalah utama pelaksanaan program SJ adalah perlunya payung hukum penyelenggaraan program. Monitoring dan evaluasi program SJ belum intensif. Pelatihan SJ bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan jamu, namun terkendala dengan terbatasnya SDM yang terlatih, tidak tersedia anggaran rutin, yang akhirnya mempengaruhi ketersediaan jamu. Regulasi yang melindungi pelaksana pelayanan juga belum ada. Perlu dipikirkan aturan tentang Komnas SJ agar pelaksanaan program SJ bisa dijalankan dengan baik. Perlu ada pembinaan dan monitoring pelaksanaan pelayanan program SJ serta tindak lanjut yang diperlukan. Hasil penelitian jamu perlu disebarluaskan sehingga dapat diaplikasikan oleh jejaring SJ. Regulasi yang diperlukan sebagai payung hukum agar jejaring SJ dapat melakukan penelitian berbasis pelayanan dengan optimal.
MENYAMBUT GENERASI BARU DALAM KONTEKS BUDAYA: METAETNOGRAFI BUDAYA PERSALINAN DI INDONESIA LESTARI, WENY; Agustina, Zulfa Auliyati
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 20, No 1 (2018)
Publisher : P2KK LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.713 KB) | DOI: 10.14203/jmb.v20i1.511

Abstract

Latar Belakang: Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2015 yang mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup masih menjadi pekerjaan rumah yang besar dari tahun ke tahun bagi pembangunan kesehatan di Indonesia. Berbagai program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang telah dilaksanakan dalam beberapa dekade tidak juga menurunkan AKI. Masalah budaya kesehatan menjadi faktor penting dalam berhasil tidaknya suatu program yang telah dicanangkan, dan telah menghabiskan anggaran yang besar. Metode: Kajian ini menggunakan metode metaetnografi untuk membandingkan antara pemaknaan persalinan aman menurut masyarakat dengan persalinan aman menurut pemegang program KIA. Metaetnografi dilakukan pada 22 buku Riset Etnografi Kesehatan yang bertema KIA tahun 2012-2015. Metaetnografi pada 22 etnis dan lokasi hasil Riset Etnografi Kesehatan terbagi menjadi 8 regional kepulauan di Indonesia Hasil: Hasil menunjukkan bahwa faktor sosial budaya masyarakat dan tenaga kesehatan yang berkompeten masih menjadi masalah terkait persalinan aman. Masyarakat memiliki konsep dan nilai sendiri tentang kehamilan, persalinan, penolong persalinan dan tentang nilai anak dalam suatu keluarga. Kesimpulan: Persalinan aman dalam konteks budaya masyarakat adalah bersalin sesuai kenyamanan ibu dan keluarga, serta tidak melanggar nilai-nilai budaya setempat. Ketidakpercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan dikarenakan faktor kurangnya hubungan interpersonal antara tenaga kesehatan dengan masyarakat, faktor senioritas dan tabu memperlihatkan organ intim pada orang lain, serta ketiadaan tenaga kesehatan di wilayah masyarakat karena akses yang terpencil. Saran: Rekayasa sosial (social engineering) dapat dilakukan dalam intervensi kesehatan ibu dan anak berbasis budaya lokal, dengan melibatkan masyarakat dan dukun bayi, serta perlu memberi pelatihan yang berkesinambungan tentang pemahaman lintas budaya, komunikasi budaya, dan perilaku kesehatan masyarakat kepada tenaga kesehatan yang bertugas. Kata Kunci: Kesehatan Ibu dan Anak, Budaya, Persalinan Aman
PERTUNJUKAN WAYANG INTERAKTIF SEBAGAI SARANA PROMOSI KESEHATAN REMAJA TENTANG ROKOK, NARKOBA DAN PERGAULAN BEBAS Weny Lestari; Suci Wulansari
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 21 No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.301 KB) | DOI: 10.22435/hsr.v21i2.262

Abstract

Adolescents were prone’s ages to the risk behaviors. Health’s promotion was be the efforts to reduce adolescent involvement in their risk behaviors. Selected of health promotion’s media will increase the adolescents’ knowledge. The aim of the study were to determine the adolescents’ opinion about interactive’s puppet show as a health’s promotion on adolescents’ risk behaviors. The methods of the study were qualitative research with rapid assesment and use the opinion’s questionnaires as a tool. The study was conducted during the Interactive’s Puppet Show and held at Graha Indrapura Surabaya on November 2014. Samples of the study were high school’s students who present at the event. The results showed that 40 from 42 students gave their satisfi ed opinions about the interactive’s puppet show as a health’s promotion medium. The show for them as new thing, consider a very creative, interesting, funny, providing motivation and knowledge to youth-related issues as cigarettes, drugs and promiscuity. Opinions of respondents which were related to the issues were varied. The study concluded that adolescents gave positive’s opinions about puppets show and interactivediscussions as a health promotion’s medium. Adolescents had good responses to get knowledge about their problem. and interactive’s puppet show as health’s promotion models could be enjoyed and understood the content that were delivered to the audience. A good health’s promotion that could be accepted by adolescents were need to consider the topic and new alternative media for them. By holding adolescents as an equal partners was indispensable in delivered health’s promotion messages that were associated with adolescent problem itself. Abstrak Usia remaja merupakan usia rentan terhadap paparan perilaku berisiko. Promosi kesehatan adalah salah satu upaya untuk mengurangi keterlibatan remaja dalam perilaku berisiko. Pemilihan media promosi kesehatan yang tepat akan meningkatkan pengetahuan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat remaja terhadap pertunjukan wayang interaktif sebagai sarana promosi kesehatan tentang perilaku berisiko pada remaja. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan penilaian cepat melalui angket. Penelitian dilakukan saat pertunjukan Wayang Interaktif di Graha Indrapura pada bulan November 2014. Sampel adalah siswa Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat yang menghadiri acara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40 dari 42 siswa/siswi sekolah yang hadir menyatakan puas dengan pertunjukan wayang interaktif sebagai media promosi kesehatan. Pertunjukkan tersebut dianggap hal baru bagi remaja, kreatif, menarik, lucu, memberikan motivasi dan pengetahuan kepada remaja terkait masalah rokok, narkoba dan pergaulan bebas. Semua responden berpendapat bahwa permasalahan rokok, narkoba dan pergaulan bebas merupakan perilaku negatif, dengan alasan yang sangat bervariasi. Kesimpulannya remaja memberikan pendapat yang positif terhadap promosi kesehatan menggunakan media wayang dan diskusi interaktif. Respons remaja untuk mendapat pengetahuan tentang masalah remaja adalah baik dan model promosi kesehatan wayang interaktif bisa dinikmati dan dipahami isi materinya oleh remaja. Promosi kesehatan yang baik agar bisa diterima di kalangan remaja perlu mempertimbangkan topik yang sesuai dengan kebutuhan masa remaja disertai pemanfaatan media promosi kesehatan alternatif yang lebih komunikatif. Menggandeng remaja sebagai mitra yang setara diperlukan dalam penyampaian pesan promosi kesehatan terkait dengan masalah remaja itu sendiri.
Improving the Cultural Competency of Midwives on Maternal and Child’s Health Services in Sa'dan North Toraja Weny Lestari
IPTEK Journal of Proceedings Series No 7 (2020): The 2nd International Conference on Global Development (ICODEV) 2020
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23546026.y2020i7.9538

Abstract

Maternal and neonatal deaths, and delivery’s coverage at healthcare still be problems in North Toraja. Culture was one of factors that influence unsafe delivery. It’s important for midwives to understand culture in community. The objectives of this study were to improve midwives’ cultural competency and to minimalize cultural barriers. Cultural competency had been trained to 19 midwives in Sa’dan North Toraja. Training contained material of the culture of pregnancy and childbirth. Through roleplay regarding cultural problems faced by midwives in community and how they learned from each other to find solutions to cultural barriers in their duties. Roleplay’s themes had been founded together contains about how to: (1) socialization to family member of traditional midwife (to 'mappakianak) that not allowed to help delivery; (2) convincing woman to deliver at healthcare; (3) minimize the gap between midwives and community; (4) convincing delivery decision making in extended family; (5) resolve problem of cultural role of mother in family, by involving, discussion and collaboration with parents, family members, and respectable community leaders. It concluded that improving cultural competency could minimalize cultural barriers in community. Communication between midwives and communities were the key of improvement maternal and child’s health services.
Ethnography of Communication: SPEAKING Analysis on Childbirth Services in Sa'dan, North Toraja Weny Lestari
MOZAIK HUMANIORA Vol. 23 No. 2 (2023): MOZAIK HUMANIORA VOL. 23 NO. 2
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mozaik.v23i2.41290

Abstract

This study aims to identify cultural communication gaps in three common childbirth speech events, namely  among the Toraja ethnic community in Sa'dan, North Toraja involving childbirth attendants and different locations, namely (1) childbirth attended by a midwife in a healthcare facility, (2) childbirth attended by a to'mappakianak (traditional birth attendant) at the mother's home, and (3) childbirth with collaborative efforts between a midwife and to'mappakianak in a healthcare facility. To pursue the aim of this study, SPEAKING analysis was used. The SPEAKING analysis (Scene/Setting-Participants-Ends-Act-Key-Instruments-Norms-Genre) is a framework in communication ethnography study developed by Dell Hymes to understand and analyse the society and culture of an ethnic group through communication processes. The results indicated that both midwives and to'mappakianak culturally shared the same goal of safely attending childbirth. However, within the context of different speech community's perspectives, the experiences and cultural nuances of participants, including childbirth attendants, mothers, and families, also conveyed different meanings. These differences could be positive or negative for the involved participants. This study could provide insights for policy of maternal and child health service providers to consider cultural and communication factors in health services for Toraja ethnics in Sa'dan, North Toraja. In short, competent childbirth attendants should be culturally communicative and adhere to safe motherhood principles.
Stunting : Studi Konstruksi Sosial Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan Terkait Gizi dan Pola Pengasuhan Balita di Kabupaten Jember Lestari, Weny; Kristiana, Lusi; Paramita, Astridya
Jurnal Aspirasi Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.472 KB) | DOI: 10.46807/aspirasi.v9i1.985

Abstract

Indonesia’s rank in world was 5th on stunting case. 5 million of children under five (38.6 % from 12 milion) got stunting in Indonesia. The aims of this study were to descript the social construction of rural-urban community about the meaning of children’s health and illness, and the pattern of nurturing which was related to stunting. The study used qualitative’s method, datas collected with depth interview and observation partisipation. The study was conducted in rural-urban communities which had stunting cases in Jember (Kalisat and Jelbuk). The study was conducted in June to December 2013. The study showed that stunting were related to social construction. Difference social construction in rural-urban which constructed the meaning of healthy or illness and nuruturing the stunting’s children was affected by maternal education, early-age marriage, after marriage’s residence, responsibilities of nurturing, and valuable concept in community that causes the lack of knowledge about nutrition. The study concluded that stunting was not a single cause of heatlh’s problems, but it related to social construction. Causes lied in the distinction of social construction, patterns of communication and interpretation between health providers and community, so there was no meeting point for the success of nutritional improvement children under five’s programs. Kejadian balita pendek (stunting) di Indonesia masih menempati urutan ke-5 di dunia. Terdapat lima Juta (38,6% dari 12 juta) Balita di Indonesia yang memiliki tinggi badan dengan kategori pendek. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konstruksi sosial masyarakat perdesaan dan perkotaan terkait pemaknaan sehat dan sakit pada balita, dan pola pengasuhan anak terkait dengan stunting. Metode penelitian adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Penelitian dilakukan di wilayah perkotaan (Kecematan Kalisat) dan perdesaan (Kecamatan Jelbuk) dengan kasus stunting tertinggi di Kabupaten Jember. Waktu penelitian adalah 7 bulan (Juni-Desember 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah stunting terkait erat dengan konstruksi sosial masyarakat. Terdapat perbedaan konstruksi sosial yang membentuk pemahaman sehat/sakit dan pola asuh balita stunting di perdesaan dan perkotaan di Jember. Konstruksi sosial tersebut dipengaruhi oleh pendidikan ibu, usia perkawinan dini, tempat tinggal setelah menikah, tanggung jawab pengasuhan balita, dan prioritas ekonomi pada masyarakat yang menyebabkan minimnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kejadian stunting bukan merupakan akibat tunggal masalah kesehatan balita, namun terkait erat dengan konstruksi sosial masyarakat. Penyebabnya terletak pada perbedaan konstruksi sosial yang dibangun, pola komunikasi dan pemaknaan antara tenaga kesehatan dengan masyarakat, sehingga tidak ada titik temu untuk keberhasilan program peningkatan gizi balita.
Pengaruh Media dalam Meningkatkan Kesertaan Program Keluarga Berencana di Jawa Barat Suhenda, Dadang; Lestari, Weny; Nasution, Ade Saputra; Ghani, Mochamad Wahyu; Nuraini, Nuraini
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 9, No 4 (2024): November
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkesvo.99346

Abstract

Latar Belakang: Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat dunia, jika tidak dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan pengelolaan kebijakan yang baik, akan menyebabkan terjadinya bencana demografi. Diperlukan pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB) salahsatunya melalui pemakaian kontrasepsi.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan keterpaparan informasi KB dengan dengan kesertaan ber-KB di Provinsi Jawa Barat.Metode: Metode penelitian kuantitatif sederhana dengan menggunakan data sekunder SKAP 2019. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia.Hasil: Diketahui bahwa rata-rata umur responden wanita adalah 32 tahun. Pendidikan tertinggi SMA sebanyak 34,6% dan sebagian besar tidak bekerja sebanyak 59,1 %. Responden wanita lebih banyak tinggal di kota dengan proporsi sebanyak 69,1% dan 30,9% tinggal di Desa. Hasil uji lanjut menggunakan chi-square diketahui bahwa terdapat hubungan informasi KB dengan kesertaan ber-KB. Responden yang pernah mendengar informasi KB memiliki kecenderungan untuk menggunakan KB sebesar 1/0,267 = 3,745 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang belum pernah terpapar informasi KB.Kesimpulan: Paparan media massa tentang informasi KB pada WUS baik itu melalui radio, televisi, maupun internet dapat meningkatkan pengetahuan tentang KB dan 3,7 kali berpeluang untuk ber-KB. Keterpaparan media tentang informasi KB perlu lebih efektif dan dan memiliki jangkauan lebih luas termasuk menjangkau kepesertaan KB pada laki-laki
Exploring the Therapeutic Potential of Mimosa pudica L. in Indonesian Traditional Medicine Kristiana, Lusi; Lestari, Weny; Supriadi, Mery Budiarti
Althea Medical Journal Vol 12, No 1 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15850/amj.v12n1.3754

Abstract

Background: Traditional medicine and traditional healers have a long history of treating diseases in Indonesia. One of the plants that has been used by traditional healers (battra) is Mimosa pudica L. (MP), which is easily found throughout Indonesia. This study aimed to explore the therapeutic potential of traditional herbal medicine containing MP by battra in Indonesia. Methods: This study used a descriptive method using secondary data from the Research on Medicinal Plants and Herbal Medicine (Riset tumbuhan obat dan jamu/RISTOJA), which was conducted in 2012, 2015 and 2017 by the Ministry of Health Indonesia. This study analyzed the utility of MP from 106 concoctions made by 90 battras, from 80 ethnic groups in 23 provinces of Indonesia. Concoctions were categorised based on the parts used, and the herbs’ composition, including preparation and administration. Results: Mimosa pudica L. (MP) in 106 concoctions divided into 48 single-plant uses and 70 multi-plants uses, to treat 38 diseases. The most concoctions were for skin diseases (10 concoctions), followed by rheumatism and gout (9), tumor/cancer and cough (8), haemorrhoids (7), diabetes (6), low back pain (4), and jaundice (4). The most common administration was orally (65.1%). The leaves were the most widely used in herbal medicine, by drinking after being boiled in water.Conclusions: This study provides information on the use of Mimosa pudica L. (MP) concoctions by battra from various ethnic groups and provinces in Indonesia. MP has a variety of pharmacological activities that are consistent with its use in traditional medicine, even potentially addressing age-related diseases such as antidiabetic, anticholesterol, and antihyperlipidemic. Further studies are needed to evaluate the effectiveness and efficiency of multi-ingredient herbal medicines, as well as its preparation and administration in relation to hygiene.
Maternal employment status and early initiation of breastfeeding in Indonesian urban areas Lestari, Weny; Izza, Nailul; Kristiana, Lusi; Maryani, Herti; Andarwati, Pramita; Paramita, Astridya; Laksono, Agung Dwi
BKM Public Health and Community Medicine Vol 41 No 03 (2025)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/bkm.v41i03.16016

Abstract

Purpose: The first human milk produced contains highly nutritious colostrum and antibodies that could protect newborns against disease. The study analysed the role of maternal employment status in achieving early initiation of breastfeeding in urban Indonesia. Methods: This cross-sectional study employed secondary data from the 2017 Indonesia Demographic and Health Survey. The study analyzed 36,163 women with children under 24 months old. The study used early initiation of breastfeeding as the outcome variable and maternal employment status as the exposure variable. Furthermore, the research employed ten control variables: maternal current marital status, age, education, parity, wealth, antenatal care, place of delivery, mode of delivery, type of birth, and child sex. The authors employed a binary logistic regression in the final test. Results: The study showed that unemployed mothers were 1.587 times more likely to experience early initiation of breastfeeding than employed mothers in urban Indonesia (AOR 1.587; 95% CI 1.509-1.669). The result indicated that maternal unemployment was a protective factor for the early initiation of breastfeeding in urban Indonesia. Moreover, the results also found that eight control variables were significantly correlated with the early initiation of breastfeeding: current maternal marital status, maternal age, maternal education level, parity, wealth status, antenatal care, place of delivery, and mode of delivery. Conclusion: The study found that maternal employment status correlates with the early initiation of breastfeeding in urban Indonesia. Maternal unemployment status was more likely to experience early initiation of breastfeeding than employed mothers.