Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI ANTHOSIANIN DARI EKSTRAKSI KULIT MANGGIS (Garnicia mangostana L) Murni Yuniwati; Fransiska Ovitasari; Dewi Wulandari
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA Technoscientia Vol 5 No 2 Februari 2013
Publisher : Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), IST AKPRIND Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34151/technoscientia.v5i2.544

Abstract

Mangosteen is a fruit that is very popular in Indonesia. Besides delicious taste, mangosteen also has many benefits and efficacy, including the skin of the fruit. Skin tannin mangosteen contains compounds that can be used in the leather tanning industry, xanthone antioxidants, and anthosianin as a natural dye. Anthosianin in mangosteen skin, can be taken through the process of using solvent extraction and performed in acidic conditions. In this study, the solvent used is etanol and 2N HCl added as much as 0.1% by volume of etanol. The process carried out in a three-neck flask equipped with a heater, stirrer, and cooller. By using raw materials mangosteen peel 5 gams, 100 mL of etanol, and 0.1 mL of 2N HCl, the optimum process conditions obtained by using 3.5 hours, 60 ° C, the solvent content of 96% etanol and stirring speed 300 rpm. Under these conditions obtained anthosianin extracted total of 14.3275 mg.
Pengaruh Waktu Proses dan Ukuran Bahan terhadap Efektivitas Proses Maserasi Daun Strobilantes Cusia Murni Yuniwati; Wanda Pratiwi; Bambang Kusmartono; Sri Sunarsih
Jurnal Teknologi Vol 15 No 1 (2022): Jurnal Teknologi
Publisher : Jurnal Teknologi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34151/jurtek.v15i1.3570

Abstract

Strobilanthes cusia is a herbaceous shrub that is a source of blue dye, grows well above an altitude of 1000 m. This plant is very easy to breed, and for the purposes of making this plant dye, it can be harvested every 3 months. The use of strobilantes cusia leaves as natural dyes has been managed by UMK Shibiru in the Ngadirejo area, Temanggung. The results in the form of pasta have been marketed to various regions and even abroad. Some of the products are directly used to dye fabrics to serve the needs of batik in various regions. The raw materials in the form of leaves and twigs are macerated using water, within three days. The effectiveness of the process can still be improved by examining the factors that influence the effectiveness of the maceration process. In this study, it was studied how the effect of material size and time on the effectiveness of the maceration process. The results showed that the smaller the size of the material and the greater the time used, the results obtained will be better, which was indicated by the intensity of the color of the extract produced. By using a UV-Vish Spectrophotometer, two colors were detected in the extract solution, namely blue with a wavelength of 409 nm and red with a wavelength of 678 nm. However, from further observations by observing the absorbance, it can be seen that the red content is smaller than the blue color. The best result in this study was the maceration process using a leaf size of 0.5 cm and a maceration time of 3 days. Under these conditions, maceration results were obtained with an absorbance value of 24,295 for the blue color with a wavelength of 409 and an absorbance value of 12,150 nm for the red color with a wavelength of 678 nm.
Optimasi Kondisi Proses Maserasi Daun Strobilantes Cusia Murni Yuniwati; Diny Fitri Lestari; Bambang Kusmartono; Paramita Dwi Sukmawati; Muhammad Yusuf
Jurnal Teknologi Vol 15 No 2 (2022): Jurnal Teknologi
Publisher : Jurnal Teknologi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34151/jurtek.v15i2.3539

Abstract

The process of taking natural dyes from strobilanthes cusia leaves in a very simple way is carried out at UMK Shiungu Temanggung. The process was carried out by soaking the leaves and twigs of the cusia strobilantes in water, with a time of 3 days, and a solvent-to-material ratio of 6:1. The raw materials in the form of intact leaves and twigs cause the maceration results to be less than optimal and cause waste in the form of leaves and twigs which are increasingly stinking. Starting from this problem, it is necessary to carry out research to be able to determine the best conditions for the dye collection process. The maceration process, which was carried out using intact leaves and twigs of Cusia strobilantes that were not chopped, with a maceration time of three days and a solvent-to-material ratio of 6:1, resulted in a solution with a very small absorbance value. For red color with a wavelength of 678 nm the solution has an absorbance value of 2.375. Whereas for the purple color with a wavelength of 409 nm the solution has an absorbance value of 5.275. In addition, the waste obtained is difficult to process because it is large and interlocking and smells bad so it disturbs the environment. Research on the process of maceration of Cusia strobilantes leaves with variations in leaf size, a ratio of solvent to material, and maceration time, shows that the smaller the size of the material and the greater the time used, the greater the absorbance value of the macerated solution, while the ratio of solvent to material indicates an optimal point. The best conditions chosen are process conditions that produce maximum maceration results and facilitate the waste treatment process
Pengambilan Zat Tanin dari Daun Alpukat (Persea americana Mill.) melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etanol(Variabel Suhu Ekstraksi) Lintang P. Hamboroputro; Murni Yuniwati
Jurnal Inovasi Proses Vol. 2 No. 1 (2017): Maret 2017
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia sebagai negara agraris tentu memiliki beraneka ragam bahan alam dengan senyawa kimianya yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu di bidang kimia organik bahan alam. Tanin merupakan salah satu senyawa kimia yang hanya dapat ditemukan dari bahan alam. Salah satu bahan alam tersebut adalah tanaman alpukat (Persea americana Mill.).Bersifat sebagai senyawa fenol, tanin secara kimia mempunyai aksi astringensia, antiseptik, dan pemberi warna. Sedangkan, secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam. Untuk memperoleh senyawa tanin dari tanaman alpukat, khususnya dari daun alpukat, dilakukan proses ekstraksi 10 gram daun alpukat yang sudah dikeringkan dan dihaluskan dengan pelarut etanol 96% sebanyak 200 mL dalam labu leher tiga, dengan kecepatan pengadukan 500 rpm, dan dengan menggunakan pemanas water bath. Suhu pemanasan yang digunakan divariasikan. Setiap selang waktu tertentu, hasil ekstraksi dianalisa untuk mengetahui kadarnya dengan metode Folin-Ciocalteu. Pada penelitian ini diperoleh kadar tanin terekstrak terbesar pada suhu 65oC sebesar 4,515116279% dengan nilai koefisien transfer massa 0,0037427331/menit.
PENGAMBILAN ZAT TANIN DARI DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) MELALUI PROSES EKSTRAKSI DENGAN PELARUT ETANOL (Variabel Kecepatan Pengadukan) Maria Dian Putri Maharia; Murni Yuniwati
Jurnal Inovasi Proses Vol. 2 No. 2 (2017): September 2017
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Industri di Indonesia saat ini sangat gencar dalam penggunaan bahan-bahan alam untuk dijadikan bahan baku industri misalnya pewarna kain dan obat. Bahan-bahan alam ini dapat diperoleh dari berbagai tanaman. Tanaman alpukat adalah salah satu jenis tanaman penting dan banyak dijumpai di Indonesia. Tanaman ini memiliki kandungan senyawa kimia yang cukup banyak. Salah satunya adalah senyawa tanin. Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian tanaman. Tanin dapat diaplikasikan sebagai antiseptik, pewarna, penyamak kulit, dan penghilang khlor. Pengambilan senyawa tanin dari daun alpukat dilakukan menggunakan metode ekstraksi. Ekstraksi tanin dari daun alpukat (Persea americana Mill.) pada penelitian ini dilakukan menggunakan pelarut etanol. Prosedur ekstraksi diawali dengan persiapan bahan dan merangkai alat. Selanjutnya 10 gram bahan dan 200 mL etanol 96% dimasukkan dalam labu leher tiga, kemudian dipanaskan pada temperatur 650C dengan kecepatan pengadukan yang divariasikan. Proses dilakukan selama 300 menit. Analisis hasil dilakukan setiap selang waktu 30 menit dengan metode Folin-Ciocalteu. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh persentase (%) tanin terekstrak terbesar pada kecepatan pengadukan 500 rpm adalah 4,515116279%. Nilai koefisien transfer terbesar adalah pada kecepatan pengadukan 400 rpm dengan nilai sebesar 0,008323048/menit.
PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN DAN PERBANDINGAN BAHAN TERHADAP KUAT TARIK PADA PROSES PEMBUATAN PLASTIK DARI GANAS (GADUNG DAN SERAT DAUN NANAS) Selvina Wahyu Kristanti; Murni Yuniwati
Jurnal Inovasi Proses Vol. 2 No. 2 (2017): September 2017
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Plastik merupakan senyawa sintetis yang banyak dimanfaatkan dalam berbagai keperluan manusia, mulai dari keperluan rumah tangga hingga industri. Namun, terlepas dari manfaatnya yang banyak, plastik konvensionan dapat menimbulkan berbagai masalah mulai dari keamanan produk bagi kesehatan hingga masalah limbah. Seharusnya dilakukan antisipasi dengan berbagai upaya untuk menanggulangi permasalah yang timbul. Salah satunya dengan menggantikan penggunaan plastik konvensional dengan plastik biodegradable yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Plastik biodegradable memiliki kegunaan dan fungsi yang sama dengan plastik konvensional. Namun, sifat plastik biodegradable lebih aman bagi kesehatan dan dapat terurai sehingga tidak menimbulkan penumpukan limbah. Plastik biodegradable dapat dibuat dari produk pertanian seperti sellulosa dan pati. Sebelumnya, plastik biodegradable telah dibuat dari berbagai sumber yang berbeda namun kekuatan plastik yang dihasilkan masih kurang. Oleh karena itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik biodegradable. Plastik Biodegradable dalam penelitian ini dibuat dari pati umbi gadung, dengan gliserin serta serat daun nanas. Penelitian dilakukan dengan menggunakan variabel kecepatan pengadukan dan perbandingan massa bahan (pati umbi gadung : serat daun nanas) untuk mengetahui kondisi optimal agar dapat dihasilkan plastik biodegradable dengan kualitas yang baik. Tahapan dalam proses pembuatannya meliputi preparasi bahan (pembuatan tepung umbi gadung, dan pengambilan serat daun nanas), pencampuran dan pemanasan bahan, pencetakan serta pengeringan plastik. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan suhu proses 80 OC, waktu proses 90 menit, volume pelarut asan asetat 1% 50 mL, volume aquades 50 mL, volume gliserin sebagai plastilizer 3 mL, diperoleh kondisi optimal untuk mendapatkan kuat tarik terbesar dengan menggunakan kecepatan pengadukan 300 rpm dan perbandingan massa bahan 10:1 (pati umbi gadung : serat daun nanas) yaitu didapat kuat tarik sebesar 3,8708 MPa.
PEMANFAATAN KULIT JAGUNG DAN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays) SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN KERTAS SENI DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) (Variabel Konsentrasi NaOH dengan Waktu Pemasakan) Rahmat Fikri; Murni Yuniwati
Jurnal Inovasi Proses Vol. 7 No. 2 (2022): September 2022
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34151/jip.v7i2.4226

Abstract

Limbah kulit dan tonkol jagung banyak dijumpai setelah paska panen dan hanya dibuang oleh masyarakat, akan menyebabkan pencemaran lingkungan jika tidak ditangani. Limbah kulit dan tongkol jagung merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas seni, yang memiliki kandungan selulosa tinggi. Kertas seni dalam penelitian ini dibuat dari kulit jagung dan tongkol jagung. Penelitian ini dilakukan Laboratorium Proses Kimia Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan variable konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan. Proses pembuatan kertas seni diawali dengan pencucian, pemotongan, serta pengeringan kulit dan tongkol jagung. Pencucian berfungsi membersihkan kotoran yang menempel pada kulit dan tongkol jagung. Pemotongan berfungsi mempermudah proses pemasakan. Pengeringan berfungsi agar kandungan air dalam kulit dan tongkol jagung semakin rendah. Pemasakan dilakukan dengan menggunkan larutan NaOH konsentrasi yang ditentukan. Setelah itu dicuci, menggunakan aquadest sampai pH netral. Penggilingan pulp (blender) dengan penambahan lem PVAc dan garam (NaCl), kemudian dilakukan pencetakan dan pengeringan kertas dibawah sinar matahari. Setelah kertas kering kemudian dianalisis untuk mengetahui kuat sobek, kuat tarik dari kertas seni berbahan dasar kulit dan tongkol jagung dengan penambahan NaOH. Berdasarkan penelitian diperoleh kondisi proses yang terbaik dengan menggunakan konsentrasi NaOH 4% dan waktu pemasakan 80 menit. Dengan kondisi proses tersebut diperoleh kadar alfa selulosa 83,33%, kuat sobek 6,36 mN, dan kuat tarik 5,73 MPa.
KINETIKA REAKSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH) DAN METANOL DENGAN KATALISATOR KOH Murni Yuniwati; Amelia Abdul Karim
Jurnal Teknologi Vol 2 No 2 (2009): Jurnal Teknologi
Publisher : Jurnal Teknologi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas AKPRIND Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, tidak mengandung sulfur dan tidak beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak tumbuhan dengan alkohol menggunakan basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu. Dalam penelitian ini digunakan minyak kelapa bekas (jelantah) yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan biodiesel. Pada penelitian ini minyak kelapa bekas (jelantah) diproses melalui dua tahap reaksi yaitu, reaksi esterifikasi dan reaksi transesterifikasi. Tahap esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak. Minyak diesterifikasi dengan methanol dan katalisator H2SO4,dipanaskan pada suhu 60 ºC dengan waktu 30 menit. Hasil reaksi esterifikasi, direaksikan lagi dengan metanol dan katalisator KOH pada suhu kamar, reaksi yang terjadi adalah reaksi transesterifikasi. Kinetika reaksi pembuatan biodiesel dari minyak kelapa bekas (jelantah) dan metanol dengan katalisator KOH merupakan reaksi orde dua. Dengan menggunakan 100 mL minyak dan 126,5 mL metanol dan 1,5 gram katalisator bekerja pada suhu kamar dan tekanan atmosferis diperoleh hasil optimal yaitu konstanta kecepatan reaksi ke kanan (k1) sebesar 3,49.10-4, konstanta kecepatan reaksi ke kiri (k2) sebesar 1,89.10-4 dan nilai konstanta kesetimbangan reaksi (K) sebesar 1,85 dengan konversi kesetimbangan sebesar 80,28 %.
KINETIKA REAKSI HIDROLISIS PATI PISANG TANDUK DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA Murni Yuniwati; Dian Ismiyati; Reny Kurniasih
Jurnal Teknologi Vol 4 No 2 (2011): Jurnal Teknologi
Publisher : Jurnal Teknologi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas AKPRIND Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanaman pisang mudah tumbuh dan cepat berkembang biak di daerah tropis seperti di Indonesia, Buah pisang banyak mengandung pati yang terdiri atas karbohidrat yang dapat diolah menjadi glukosa dengan cara hidrolisis. Proses hidrolisis pati pisang tanduk dengan katalisator HCl dilakukan dalam labu yang dilengkapi dengan pengaduk, pendingin balik thermometer serta dipanaskan di atas pemanas. Setiap 10 menit diambil sampel untuk dianalisis. Penelitian dilakukan dengan variabel suhu dan konsentrasi katalisator HCl.Hasilpenelitian menunjukkan bahwa kinetika reaksi hidrolisis pati pisang tanduk menggunakan katalisator HCl merupakan reaksi order satu semu. Dengan menggunakan perbandingan pati dan air 1 g:100 mL, konsentrasi HCl 2,5 N dan suhu 90oC diperoleh nilai konstanta kecepatan reaksi k= 0.007383 1/menit. Nilai konstanta kecepatan reaksi merupakan fungsi suhu yang dinyatakan dengan persamaan: k = 1.0106 exp(-1844/RT), dalam menit -1 dengan temperatur reaksi (T) dalam Kelvin Kata kunci: , pisang, pati