Riski Prihatningtias
Unknown Affiliation

Published : 20 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA MIOPIA RINGAN Zara Yupita Azra; Riski Prihatningtias; Amallia Nugettsiana Setyawati
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.495 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18656

Abstract

Latar Belakang  : Retinopati diabetika merupakan komplikasi diabetes yang mempengaruhi kemampuan penglihatan dan diskriminasi warna. Retinopati diabetika terbagi menjadi retinopati diabetika non-proliferatif (NPDR) dan retinopati diabetika proliferatif (PDR). Kempuan penglihatan dan diskriminasi warna memburuk seiring dengan meningkatnya derajat retinopati diabetika.Tujuan  : Menganalisis perbedaan skor buta warna pada pasien retinopati diabetika non-proliferatif dan retinopati diabetika proliferatif.Metode  : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik menggunakan rancangan belah lintang. Subyek penelitian adalah 31 mata penderita NPDR dan 31 mata PDR yang dipilih secara consecutive sampling dan dilakukan pemeriksaan skor buta warna dengan Farnsworth Musell 28 hue test. Data diolah dengan menggunakan uji parametrik t tidak berpasangan.Hasil  : Rerata skor buta warna pada pasien retinopati diabetika non-proliferatif sebesar 563,7±154,3 dan rerata skor buta warna pada pasien retinopati diabetika proliferatif sebesar 841,6±212,9. Terdapat perbedaan skor buta warna yang bermakna antara pasien NPDR dan PDR (p=<0,00)Kesimpulan  : Terdapat perbedaan yang signifikan antara skor buta warna pasien retinopati diabetika non-proliferatif dan retinopati diabetika proliferatif.
HUBUNGAN LAMA MEROKOK PADA PEROKOK AKTIF DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN WARNA Fathiya Khansa Diarti; Riski Prihatningtias; Arnila Novitasari Saubig
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.486 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23318

Abstract

Latar Belakang: Efek samping merokok salah satunya yaitu menyebabkan gangguan penglihatan. Perokok akan menghirup toksin dari rokok sehingga terjadi akumulasi bahan toksik pada epitel pigmen retina, penurunan aliran darah di retina, hipoksia, degenerasi makula, penurunan kadar antioksidan, dan peningkatan radikal bebas. Kemungkinan dari mekanisme tersebut akan menyebabkan neuropati optik toksik. Hal ini memberikan dampak pada sel reseptor kerucut yang menyebabkan gangguan pada penglihatan warna. Penilaian gangguan penglihatan warna menggunakan tes Farnsworth Munsell 15 hue yang lebih mudah diaplikasikan untuk tes klinis rutin dan tidak memakan waktu yang lama. Tujuan: Menilai hubungan lama merokok pada perokok aktif dengan gangguan penglihatan warna. Metode: Penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Sampel penelitian berjumlah 40 orang perokok aktif yang tinggal di Semarang berjenis kelamin laki-laki dengan usia 20-45 tahun. Pemeriksaan buta warna dengan tes Farnsworth Munsell 15 hue. Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Hasil: 38 orang Superior color vision dengan jumlah skor kesalahan total 0-16 dan 2 orang Average color vision dengan jumlah skor kesalahan total 17-100. Berdasarkan data dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan tidak bermakna antara lama merokok pada perokok aktif dengan gangguan penglihatan warna (p=0,609) sehingga koefisien korelasi Spearman (r) tidak dapat diidentifikasi. Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara lama merokok pada perokok aktif dengan gangguan penglihatan warna sehingga kuat lemahnya hubungan juga tidak dapat diidentifikasi.Kata Kunci: Lama merokok, gangguan penglihatan warna, Farnsworth Munsell 15 hue, neuropati optik toksik
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER DENGAN TONOPEN DAN APPLANASI GOLDMANN PADA PASIEN GLAUKOMA Belinda Salva Dyah Fitriasari; Maharani Maharani; Riski Prihatningtias
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.308 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23889

Abstract

Latar Belakang : Pengukuran tekanan intraokular (TIO) adalah salah satu pemeriksaan dasar pada pasien glaukoma. Walaupun applanasi Goldmann adalah baku emas untuk mengukur TIO, terdapat pertimbangan yang cukup besar dalam menggunakan tonometer yang lebih sederhana. Tonopen merupakan tonometer praktis karena bentuknya yang portable serta dapat digunakan pada posisi tegak dan supinasi. Tonopen juga dapat mengukur TIO pada kornea patologis. Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan tekanan intraokuler dengan Tonopen dan applanasi Goldmann pada pasien glaukoma. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Subjek diperoleh dengan metode purposive sampling. TIO diukur menggunakan dua tonometer: Tonopen dan applanasi Goldmann, pada 32 mata pasien glaukoma yang berusia di atas 40 tahun dengan TIO <21 mmHg dan bukan pasien dengan infeksi mata, strabismus, dan kelainan kornea. Pengukuran applanasi Goldmann dilakukan terlebih dahulu. Tiga nilai dari pengukuran tonopen diambil kemudian dirata-ratakan. Distribusi data dari kedua kelompok dilakukan uji normalitas Saphiro Wilk. Uji Mann Whitney digunakan untuk membandingkan pengukuran TIO antara applanasi Goldmann dan tonopen pada distribusi data tidak normal. Nilai signifikan apabila p<0,05. Hasil : Nilai rerata TIO applanasi Goldmann dan tonopen 32 sampel  mata dari 22 subjek dengan rerata usia 61,63±7,25 tahun adalah 15,78 ± 2,15 mmHg dan 15,50 ± 2,48 mmHg. Analisis Uji Mann Whitney terhadap TIO oleh applanasi Goldmann dan tonopen menunjukkan nilai p=0,692. Perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0,05) antara kedua alat tidak ditemukan. Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan hasil pemeriksaan TIO menggunakan tonopen dan applanasi Goldmann.Kata Kunci : Tekanan intraokuler, applanasi Goldmann, tonopen.
CORRELATIONS BETWEEN SUCCESSFUL THERAPY AND ANXIETY LEVEL OF POST OPERATIVE GLAUCOMA PATIENTS Singgih Pratama; Arief Wildan; Riski Prihatningtias; Fifin Luthfia Rahmi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 9, No 3 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.145 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i3.27505

Abstract

Background : Glaucoma is a disease that can cause damage to the optic nerve. High intraocular pressure is a major risk factor for glaucoma. The main goal of treating glaucoma is to control the disease progression by reducing intraocular pressure to the normal range or in accordance with the target pressure, and unsuccessful treatment can lead to anxiety. Aims : Identifying the correlation between therapeutic success and anxiety levels in post-operative glaucoma patients. Methods : This research used observational analytic method with a cross-sectional design. A total of 34 post-operative glaucoma patients were collected by consecutive sampling at the Eye Outpatient Installation of Dr. Kariadi Hospital Semarang. The anxiety level was assessed using the Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) questionnaire. Data analysis in the study used the Contingency Coefficient test. Results : A total of 34 glaucoma patients consisted of 17 patients who successfully achieved the target pressure and 17 patients who failed to achieve the target pressure. There was a significant correlation between the success of glaucoma therapy with anxiety levels (p = 0.008) and there was a weak relationship between the two variables (r = 0.471). Conclusion : There is a correlation between therapeutic success and anxiety levels in post-operative glaucoma patients.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PEMAKAIAN KACAMATA PADA ANAK SEKOLAH Riandiani Prischilia Zelika; Arif Wildan; Riski Prihatningtias
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.357 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20738

Abstract

Latar Belakang: Kelainan refraksi adalah masalah yang sering terjadi pada penglihatan anak yang mudah didiagnosis , diukur dan dikoreksi dengan pemakaian kacamata untuk mendapatkan penglihatan yang normal. Namun pemakaian kacamata koreksi masih rendah yaitu sebesar 12,5% dari kebutuhan dan pemakaian kacamatanya tidak teratur.Tujuan: Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pemakaian kacamata pada anak sekolahMetode:Penelitian obeservasional analitik pendekatan  cross-sectional. Sampel yang menjadi subjek penelitian yaitu siswa sekolah dasar di wilayah Kota Semarang yang memakai kacamata akibat kelainan refraksi yang memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak terdapat kriteria eksklusi dengan metode consecutive sampling. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pemakaian kacamata pada anak dinilai melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam kuesioner. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji chi square.Hasil: Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 44 siswa sekolah dasar kelas 4 sampai 6, 22 responden (50%) tidak patuh memakai kacamata. Hasil analisis uji hubungan didapatkan hubungan yang signifikan antara motivasi (p=0,015) dan tingkat pengetahuan orang tua (p=0,012) dengan kepatuhan pemakaian kacamata pada anak sekolah. Sedangkan hasil analisis uji hubungan antara jenis kelamin (p=0,728), status refraksi (p=0,593) dan tingkat pengetahuan anak (p=0,595) dengan kepatuhan pemakaian kacamata pada anak sekolah didapatkan hubungan yang tidak signifikanSimpulan: Terdapat hubungan antara motivasi dan tingkat pengetahuan orang tua dengan kepatuhan pemakaian kacamata pada anak sekolah. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, status refraksi dan tingkat pengetahuan anak dengan kepatuhan pemakaian kacamata pada anak sekolah.
HUBUNGAN JUMLAH KONSUMSI ROKOK PER HARI PADA PEROKOK AKTIF DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN WARNA Mochammad Rizal Fatoni; Riski Prihatningtias; Arnila Novitasari Saubig
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.579 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23890

Abstract

Latar Belakang : Buta warna adalah ketidakmampuan atau kurangnya seseorang untuk membedakan warna-warna. Salah satu penyebab buta warna yang didapat adalah neuropati optik toksik yang merusak saraf optikus oleh karena toksin. Rokok mengandung zat-zat kimia berbahaya yang menyebabkan kelainan mata, salah satunya gangguan penglihatan warna.  Tujuan : Mengetahui hubungan jumlah konsumsi rokok per hari pada perokok aktif terhadap gangguan penglihatan warna. Metode : Penelitian observasional analitik dengan pengambilan data secara cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah 46 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Semua data dikumpulkan menggunakan data primer berupa data hasil uji Farnsworth-Munsell 15 Hue Test. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji korelasi Spearman. Hasil : Berdasarkan dari 46 responden yang telah dilakukan pemeriksaan Farnsworth-Munsell 15 Hue Test, terdapat 44 responden dengan penglihatan warna baik dan 2 responden dengan penglihatan warna sedang. Dengan menggunakan uji normalitas Saphiro-Wilk didapatkan distribusi data tidak normal dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Kemudian dilanjutkan uji korelasi Spearman sehingga didapatkan hasil hubungan tidak bermakna antara jumlah konsumsi rokok per hari pada perokok aktif dengan gangguan penglihatan warna dengan nilai p=0,747 (p>0,05). Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara jumlah konsumsi rokok per hari pada perokok aktif dengan gangguan penglihatan warna sehingga kuat lemahnya hubungan tidak dapat diidentifikasi.Kata kunci : Buta warna, rokok, Farnsworth-Munsell 15 Hue Test
PERBANDINGAN KEBERHASILAN TERAPI TRABEKULEKTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA DAN GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP Azhar Wirayudha; Fifin Luthfia Rahmi; Riski Prihatningtias; Maharani Maharani
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.922 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25322

Abstract

Latar Belakang: Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang sering ditemukan yang disebabkan sumbatan pada trabecular meshwork. Sedangkan glaukoma primer sudut tertutup disebabkan karena tersumbatnya saluran drainase. Trabekulektomi merupakan salah satu terapi untuk glaukoma yang bertujuan untuk menurunkan tekanan intra okular dengan membuat saluran humor akuos baru. Tujuan: Mengetahui perbandingan keberhasilan terapi trabekulektomi pada glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross-sectional, yaitu mengambil data sekunder dari rekam medik dan hasil pemeriksaan setelah intervensi. Intervensi adalah trabekulektomi. Sampel adalah 50 pasien yang menderita glaukoma primer, dibagi menjadi 25 pasien glaukoma primer sudut terbuka dan 15 pasien glaukoma primer sudut tertutup yang menjalani operasi trabekulektomi yang sesuai dengan kriteria tertentu dan melakukan follow up selama minimal 3 bulan. Uji statistik menggunakan uji Chi-square. Hasil: Keberhasilan trabekulektomi pasca 3 bulan operasi pada glaukoma primer sudut terbuka 52% Complete Success, 44% Qualified Success, 4% Failure. Pada glaukoma primer sudut tertutup 16% Complete Success, 48% Qualified Success, 36% Failure. Kesimpulan: Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan trabekulektomi pada glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup.Kata Kunci: Trabekulektomi, Glaukoma Primer Sudut Terbuka, Glaukoma Primer Sudut Tertutup
PERBEDAAN SKOR BUTA WARNA PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA SEBELUM DAN SESUDAH LASER PANRETINAL PHOTOCOAGULATION Matilda Stella; Riski Prihatningtias; Arief Wildan
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.538 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14812

Abstract

Latar Belakang : Retinopati diabetika merupakan komplikasi berat dari diabetes yang menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan seperti terganggunya fungsi penglihatan warna. Terapi Panretinal Photocoagulation (PRP) dalam mengurangi progresivitas retinopati diabetika proliferatif (PDR), juga dapat menimbulkan destruksi sel retina yaitu fotoreseptor dan pigmen epitelium retina. Fotoreseptor mengandung sel kerucut yang berperan dalam penglihatan warna, sehingga laser PRP juga mempengaruhi perubahan penglihatan warna seseorang.Tujuan : Menganalisis perbedaan skor buta warna pada pasien retinopati diabetika sebelum dan sesudah laser PRP.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan rancangan one group pretest and posttest design. Subyek penelitian adalah penderita PDR yang dipilih secara consecutive sampling yang dilakukan pemeriksaan skor buta warna dengan Farnsworth Munsell 28 Hue test sebelum diterapi laser PRP dan satu minggu setelah dilakukan terapi laser PRP. Data diolah dengan menggunakan uji Paired T Test.Hasil : Pada 21 mata yang diperiksa, skor buta warna pada pasien PDR sebelum laser PRP memiliki rerata 713,29216,314 dan sesudah laser PRP memiliki rerata 819184,923, di mana menunjukkan pergeseran nilai skor buta warna menjadi lebih besar. Terdapat perbedaan yang yang bermakna skor buta warna sebelum dan sesudah laser PRP (p=0,018).Kesimpulan : Terdapat peningkatan skor buta warna pada pasien retinopati diabetika sebelum dan sesudah laser PRP
PERBEDAAN HASIL RETINOMETRI PADA MIOPIA TINGGI DAN MIOPIA DERAJAT LAINNYA Laksita Dinnyaputeri; Arief Wildan; Riski Prihatningtias
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.286 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23799

Abstract

Latar Belakang: Tajam penglihatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor media refraksi, faktor sistem refraksi, serta faktor persarafan mata. Penurunan tajam penglihatan yang disebabkan miopia tinggi dapat mengancam penglihatan, dan seringnya bersifat irreversibel, terutama apabila terlambat dideteksi. Penurunan tajam penglihatan pada miopia tinggi dengan komplikasi pada retina dapat dilihat dengan mengukur potensi tajam penglihatan (visus potensial) menggunakan pemeriksaan retinometri. Tujuan: Menganalisis perbedaan hasil pemeriksaan retinometri pada penderita miopia tinggi dengan hasil pemeriksaan retinometri pada penderita miopia derajat lainnya. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok miopia tinggi dan miopia derajat lainnya. Pengukuran potensi tajam penglihatan menggunakan retinometer dilakukan pada mata dengan koreksi terbaik menggunakan kacamata maupun lensa kontak. Perbedaan potensi tajam penglihatan dianalisis dengan uji Mann Whitney. Hasil: Tiga puluh dua orang mahasiswa Undip terlibat dalam penelitian ini, terdiri 16 orang dengan miopia tinggi dan 16 orang dengan miopia derajat lainnya. Subjek dengan miopia tinggi koreksi kacamata menunjukkan rerata hasil pemeriksaan retinometri 0,33 ± 0,13, hasil terendah 0,12 dan tertinggi 0,50, sementara subjek dengan miopia derajat lainnya menunjukkan rerata hasil pemeriksaan retinometri 0,59 ± 0,17, hasil terendah 0,32 dan tertinggi 0,80. Kesimpulan: Hasil pemeriksaan retinometri pada miopia tinggi lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan miopia derajat lainnya.Kata Kunci: Miopia tinggi, retinometri, potensi tajam penglihatan
HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN LENSA KONTAK TERHADAP SENSIBILITAS KORNEA Anita Tri Kurniawati; Riski Prihatningtias; Maharani Maharani
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.944 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20669

Abstract

Latar belakang : Lensa kontak merupakan alternatif pengganti kacamata yang banyak digunakan masyarakat, terutama perempuan berusia > 18 tahun. Pemakaian lensa kontak dapat mengurangi transmisi oksigen ke kornea sehingga berdampak pada perubahan fisiologis dan metabolisme sel di kornea. Hipoksia kornea dan tekanan mekanik akibat pemakaian lensa kontak dapat menurunkan sensibilitas kornea. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai sensibilitas kornea adalah lama pemakaian lensa kontak.Tujuan : Mengetahui hubungan lama pemakaian lensa kontak terhadap sensibilitas kornea Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah 50 mata dari 26  mahasiswi Universitas Diponegoro yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pemeriksaan sensibilitas kornea menggunakan estesiometer Cochet-Bonnet yang diukur sebanyak 3 kali dan dihitung rata-ratanya. Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi Spearman.Hasil : Berdasarkan dari 50 mata yang telah dilakukan pengukuran sensibilitas kornea, terdapat 2 mata dengan sensibilitas normal dan 48 mata dengan sensibilitas tidak normal. Lama pemakaian lensa kontak dan sensibilitas kornea memiliki hubungan yang bermakna (p = 0,001) dengan kekuatan korelasi sedang (r = -0,464).Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna dengan derajat korelasi sedang antara lama pemakaian lensa kontak dan sensibilitas kornea, yaitu semakin lama memakai lensa kontak sensibilitas kornea semakin rendah.