Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

ANALISA SPASIAL DAN KEPENDUDUKAN BWK V, KOTA KENDARI Agustan Agustan
MUSTEK Vol 2 No 2 (2013): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik kependudukan dan fisik spasial dalam kota. Penelitian dilakukan dalam lingkup  Bagian Wilayah Kota  V (BWK V), Kota Kendari Sulawesi Tenggara.            Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan survey langsung ke instansi seperti Kantor  PBB Cabang Kendari, Kantor Kelurahan dan kecamatan masing-masing dalam zona penelitian, (BPS, BAPPEDA, Dispenda, dan Dinas Tata Kota Kendari), dan lain-lain instansi terkait serta observasi lapangan.   Hasil penelitian ini menunjukkan ; 1) laju pertumbuhan penduduk 2007-2008 sebesar 10,37%, 2) rasio distribusi penduduk terbesar di Kelurahan Lalolara sebesar 24,8%, 3) estimasi proyeksi penduduk tahun 2019 sebesar 60.317 jiwa, 4) tingkat kepadatan penduduk BWK V sebesar 6 jiwa/Ha, 5) estimasi kepadatan penduduk berdasarkan hasil proyeksi 2019 sebesar 9 jiwa/Ha, 6) pertumbuhan penduduk Tahun 2007 BWK V berjumlah 33.740 jiwa, tahun 2008 penduduk berjumlah 37.241 jiwa dan tahun 2009 penduduk berjumlah 38.068 jiwa. Terkait spasial hasilnya menunjukkan ; a) perkembangan jumlah bangunan 2007-2008 sebesar 8,63%, 2008-2009 sebesar 3,59%, b) perkembangan luas kepemilikan tanah 2007-2008 sebesar 5,65%, 2008-2009 sebesar 2,40%, c) perkembangan luas bangunan 2007-2008 sebesar 14,91%, 2008-2009 sebesar 6,24%.Kesimpulannya terbukti bahwa a) perkembangan fisik kota mengikuti irama pertumbuhan penduduk. b) Tingkat kepadatan penduduk dalam BWK V sampai pada tahun 2019 masih dalam kategori rendah. c) Perkembangan penduduk dan pemanfaatan lahan tidak dapat ditekan atau dikendalikan tetapi hanya dapat di arahkan.
KAJIAN PERMASALAHAN TERJADINYA STAGNASI PENGELOLAAN OBYEK WISATA PANTAI ONGGAYA KABUPATEN MERAUKE Agustan Agustan
MUSTEK Vol 4 No 3 (2015): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mustek.v4i3.485

Abstract

Obyek wisata pantai adalah potensi yang paling umum dan diminati diseluruh dunia karena kemampuannya menyerap kedatangan manusia terbanyak dan tidak pernah terputus setiap dari hari ke minggunya. Antara keadaaan perekonomian masyarakat yang masih memperihatinkan dan potensi obyek wisata pantai yang menggiurkan di kampung Onggaya masih menjadi suatu kondisi yang statis.Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Akar Masalah Dan Solusi (MAAMS), bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya stagnasi pengelolaan obyek wisata pantai Onggaya. Diperoleh faktor-faktor penyebab terjadinya stagnasi pengelolaan obyek wisata pantai Onggaya antara lain sebagai berikut : Adanya perampingan manajemen WWF sehingga kinerja organisasinya tidak lagi mampu mendampingi pengelolaan pantai Onggaya, masyarakat kelompok pengelola wisata pantai Onggaya binaan WWF belum mampu mandiri, nama dan bentuk keindahan pantai Onggaya belum begitu dikenal pada skala lokal Merauke, adanya kesan akses darat ke Onggaya sulit dijangkau, tidak ada aksi ambil alih pendampingan pengelolaan pantai Onggaya baik oleh Pemda Merauke maupun dari Balai Taman Nasioan (BTN) Wasur. Diperoleh akar masalah adalah pengetahuan yang belum memadai tentang prospek wisata pantai dan stakeholders belum merasa berkepentingan di Onggaya sehingga tidak ada promosi yang bersifat rutin. Alternatif solusi yang diberikan adalah perlu adanya koordinasi antara BTN Wasur dan Dinas Kebudayaan & Parawisata Kabupaten Merauke tentang masing-masing peran dalam melakukan pendampingan pengelolaan pantai Onggaya, aksi promosi harus dilakukan secara rutin oleh semua pihak terkait. Semua jenis media promosi dapat dioptimalkan yang difasilitasi oleh dinas pariwisata Merauke sebagai pengemban Visi Misi Parawisata Merauke.
IDENTIFIKASI PUSAT KOTA MERAUKE SEBAGAI INDIKATOR TARIKAN LALULINTAS Agustan Agustan
MUSTEK Vol 5 No 1 (2016): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mustek.v5i1.488

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah pusat kota merauke sebagai pusat kegiatan ekonomi yang dominan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis indeks sentralitas terbobot. Lokasi penelitian di lakukan di dalam kota merauke meliputi 10 zona administrasi yang terdiri dari delapan kelurahan ditambah dengan dua kampung. Hasil analisis penelitian ini diperoleh nilai Index Sentralitas Terbobot masing-masing kelurahan dan kampung, sebagai berikut : (1) Kelurahan Mandala, index : 6.575, (2) Kelurahan Kelapa Lima, index : 4.976, (3) Kelurahan Rimba Jaya, index : 3.856, (4) Kelurahan Maro, index : 3.608, (5) Kelurahan Seringgu, index : 2.225, (6) Kelurahan Samkai, index : 1.299, (7) Kelurahan Karang  Indah, index : 1.285, (8) Kelurahan bambu Pemali, index : 1.277 (9) Kampung Wasur, index : 1.259, (10) Kampung Nasem, index : 641.Hasil analisis ini di peroleh ranking pertama nilai index tertinggi yaitu 6.575 untuk Kelurahan Mandala. Ranking kedua sebesar 4.976 untuk kelurahan Kelapa Lima dan ranking ke tiga sebesar 3.856 untuk kelurahan Rimba Jaya. Dengan demikian berdasarkan analisis sentralitas terbobot maka pusat kota merauke sebagai pusat aktifitas yang dominan adalah Kelurahan Mandala.
STUDI KAPASITAS PASAR WAMANGGU TERHADAP KOMUNITAS PEDAGANG PASAR DALAM KOTA MERAUKE Sari Octavia; Agustan Agustan
MUSTEK Vol 6 No 1 (2017): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mustek.v6i1.669

Abstract

Pembangunan pasar Wamanggu di kota Merauke adalah merupakan langkah maju pemerintah dalam memfasilitasi komunitas pedagang sebagai mitra strategis pembangunan daerah merauke. Dengan terbangunnya pasar Wamanggu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sistem tata perkotaan merauke sendiri serta sistem sosial ekonomi menjadi lebih terarah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara real di lapangan berapa sesungguhnya jumlah komunitas pedagang pasar yang ada menjalankan aktifitas di dalam kota Merauke dan berapa persen kemampuan pasar Wamanggu dapat menampung komunitas pedagang pasar tersebut.Metode yang digunakan adalah metode sensus/tracers studi. Analisisnya digunakan metode prosentase sederhana.Hasil tracer study jumlah pedagang pasar dalam kota Merauke dimana lokasi pelacakan 8 kelurahan dan 2 kampung, diperoleh jumlah sebesar ± 1.332 orang. Pasar Wamanggu sekitar ± 783 orang dan pasar baru ± 398 orang yang rill menjual setiap hari. Zona kelurahan jumlah terbesar kelurahan Maro yaitu ± 61 orang menyusul kelurahan Mandala 42 dan Kelapa lima 21 orang. Hitungan prosentase terbagi 2 yaitu kapasitas prosentase rencana dan prosentase rill. Kapasitas daya tampung rencana sebesar 85 % terakomodir di pasar Wamanggu dan 15 % belum terakomodir. Kapasitas daya tampung rill sebesar 58 % terakomodir di pasar Wamanggu dan 42 % belum terakomodir.
ANALISIS AKSESIBILITAS TRANSPORTASI INTERNAL & EKSTERNAL KABUPATEN MERAUKE SEBAGAI SALAH SATU WILAYAH PERBATASAN NKRI – PNG Agustan Agustan; Theresia Widi Asih Cahyanti
MUSTEK Vol 7 No 2 (2018): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mustek.v7i2.911

Abstract

Cita-cita menuju kesejahteraan bangsa yang dibebankan pada wilayah Kabupaten Merauke sebagai satu kesatuan wilayah koridor ekonomi Papua – Kep. Maluku adalah sangat berat tetapi harus dilaksanakan. Untuk mencapai cita-cita MP3EI 2011-2025, maka dibutuhkan informasi yang sifatnya mendasar dan terukur terkait sejauh mana kemampuan lokal merauke melayani aksesibilitas penduduknya dalam melakukan aktifitas sosial ekonominya. Penelitian ini bertujan untuk mengukur variasi aksesibilitas fisik internal Merauke dan eksternalnya, dengan melakukan observasi, survey, dan wawancara serta dilakukan analisa pemetaan dan persamaan Hansen. Nilai aksesibilitas internal urutan pertama adalah Distrik Merauke, kedua Tanah Miring, ketiga Semangga. Kelompok tertinggi ini posisinya sebagai pusat ibukota kabupaten dan sekitarnya. Menyusul urutan ke empat adalah distrik Kurik. Secara terpisah Distrik Kurik membentuk pusat kegiatan di sebelah barat utara kota Merauke. Distrik aksesibilitas terendah adalah Distrik Waan, Kaptel, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Jangkauan akses eksternal 31 kabupapten meliputi: Mappi, Asmat, Bovendigoel , Jayapura, Sorong, Makassar, Jakarta, Ambon, Yogyakarta, Mimika, Kaimana, Tual, Morotai, Fak-Fak, Manggarai Barat, Cirebon, Semarang, Kota Waringin Timur, Tanah Bumbu, Bima, Flores Timur, Kupang, Alor, Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Aru, Maluku Tengah, Badung. 31 kabupaten terkoneksi dalam 17 wilayah provinsi berikut : Papua, Papua Barat, Sulawesi selatan, Jawa timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, NTT, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, NTB, Bali. 17 propinsi berada pada 8 lingkup kepulauan sebagai berikut : Papua, Sulawesi, Jawa, Maluku, Kalimantan, Halmahera, Sunda Kecil, Banda. Kata Kunci : Aksesibilitas, Transportasi, Wilayah, Distrik, Merauke, Papua
ANALISIS KINERJA SIMPANG EMPAT TAK BERSINYAL MENGGUNAKAN APLIKASI KAJI (Studi Kasus : Simpang Seringgu di Kabupaten Merauke) Herbin F. Betaubun; Agustan Agustan; Adetes Lisa Leploy
MUSTEK Vol 7 No 3 (2018): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mustek.v7i3.1738

Abstract

Simpang merupakan tempat terjadinya konflik antara kendaraan dari dua atau lebih ruas jalan. Perilaku pengemudi dan tata guna lahan pun turut mempengaruhi simpang. Hal itu menjadi penyebab perlunya kajian untuk pengaturan simpang. Salah satu kajian untuk simpang adalah perhitungan kapasitas simpang itu sendiri. Kapasitas yang akan dikaji tentu saja memerlukan data volume kendaraan yang lewat pada simpang tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja simpang seringgu yang berada di Kabupaten Merauke dengan menggunakan program KAJI. Hasil analisis data volume kendaraan yang lewat selama satu minggu, volume kendaraan terbesar dapat dilihat pada pukul 17.00 – 18.00 di hari minggu yaitu sebesar 2038 kend/jam atau 1153 smp/jam. Perhitungan kapasitas simpang dengan menggunakan aplikasi KAJI didapatkan kapasitas simpang seringgu sebesar 2451 smp/jam. Derajat jenuh pada simpang seringgu adalah sebesar 0,47. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pelayanan simpang empat tak bersinyal seringgu berada pada level C yaitu arus stabil tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan dan pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan. Kata kunci: Volume Kendaraan, Kapasitas Simpang, Derajat Jenuh
KAJIAN POLA RESAPAN AIR TAWAR DALAM TANAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK SEBARAN SUMUR GALI & PERBANDINGAN KONTRIBBUSINYA DENGAN DEBIT PDAM Agustan Agustan; Biatma Syanjayanta
MUSTEK Vol 8 No 1 (2019): MUSTEK ANIM HA
Publisher : Universitas Musamus, Merauke, Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mustek.v8i1.2058

Abstract

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan pola distribusi resapan air tawar yang ada pada resapan tanah dengan mengamati karakteristik sumur gali dimaksud. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan metode pemetaan karakteristik sumur gali. Caranya harus dilakukan sensus sumur gali disetiap zona yang ditinjau sehingga terjadi pengamatan langsung kondisi sumur sebenarnya. Pengambilan data dilengkapi dengan peralatan GPS dan lembar kuesioner. Terdapat 2 sumur kedalaman 1 meter dan keadaan dasarnya kering saat kemarau. Sumur terdalam sedalam 5,5 meter. Kedalaman sumur 2,5 meter mendominasi sebanyak 22 unit. Muka air tanah rata-rata sedalam 1 meter dari permukaan lantai dasar bangunan. Jika dikurangi dengan hasil kenaikan timbunan lantai bangunan dan jalanan setinggi 1 meter, maka akan diperoleh muka air tanah sejajar dengan dasar rawa asli. Begitu juga dengan muka air pasang surut sekitar 1 meter dari permukaan tanah asli. Berdasarkan karakteristik data sumur yang terkumpul dan penilaian geografis memberikan dua potensi kecenderungan. Potensi tawar yang tercampur dalam sumur berasal dari endapan air hujan yang tersimpan dalam rongga dan pori lapisan tanah. Kadar garam pada lapisan tanah akan selalu ada karena setiap hari permukaan tanah ampera terhubung langsung dengan laut. Potensi kecenderungan ini memberikan efek payau/slobar yang hampir seragam disemua sumur yang ditinjau. Kontribusi PDAM = 1.573 m3 atau (25,98%) , Suplai dari mobil tangki air= 730 m3 atau (12%), Suplai Sumur Gali = 3.750 m3 atau (61,95%) dari total penggunaan seluruhnya sebesar 6.053 m3.
Gravitasi Transportasi Antar Distrik Kabupaten Merauke Agustan Agustan; Muh Akbar; Jeni Paresa
Musamus Journal of Civil Engineering Vol 1 No 2 (2019): Musamus Journal of Civil Engineering
Publisher : Musamus University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mjce.v1i2.2034

Abstract

Hamparan 20 distrik kabupaten Merauke tidak semua terkoneksi dengan transportasi darat, laut, dan udara. Wilayah distrik masing-masing memiliki potensi daya tarik sehingga dalam pergerakan barang dan manusia terjadi saling mempengaruhi atau daya tarik menarik antar distrik. Selain faktor topografi, Potensi grafitasi distrik penelitian ini mencoba menggunakan jenis dan jumlah kegiatan yang ada didalamnya. Variabel kekuatan grafitasi distrik digunakan persamaan Hansen untuk mengukur indeks terkuat. Hasil analisa menunjukkan hirarki grafitasi sebagai berikut : Merauke 5247.66, Tanamiring 1297.95, Semangga 1109.8, Kurik 825.84, Jagebob 690.94, Malind 627.41, Elikobel 572.61, Muting 531.85, Ulilin 455.77, Sota 264.34, Kimaam 227.09, Okaba 194.68, Nokenjerai 161.4, Animha 141.26, Tabonji 112.68, Ngguti 99.66, Ilwayab 91.08, Kaptel 81.65, Waan 73.73, Tuban 65.27. Hal ini memberikan gambaran bahwa distrik Merauke, Tanamiring, dan Semangga adalah 3 wilayah distrik yang mulai terhubung sebagai pusat kegiatan kabupaten. Distrik kurik dan jagebob adalah dua wilayah terpisah namun memperlihatkan ciri pusat kegiatan baru. Sedangkan Ilwayab, Kaptel, Waan, dan Tuban adalah daerah pelosok dengan kegiatan yang masih minim
Pemberdayaan Petani Nilam Desa Puasana Kabupaten Konawe Selatan Melalui Intervensi Teknologi Penyulingan Nilam Sederhana Edward Ngii; Sudarsono Sudarsono; Prinob Aksar; Agustan Agustan; Achmad Nur Aliansyah
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ilmu Terapan Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Vokasi Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/jpmit.v4i2.28889

Abstract

Desa Puasana adalah salah satu desa di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terletak di daerah pesisir pantai. Sebagian besar masyarakat desa membudidayakan tanaman nilam untuk diolah menjadi minyak atsiri yang cukup mahal di pasaran. Permasalahan yang dihadapi oleh petani nilam saat ini yaitu adanya ketergantungan pada pemilik alat penyulingan yang jaraknya hampir 10 km dari lokasi desa, sehingga petani membutuhkan biaya tambahan untuk membawa hasil panen nilam agar di suling menjadi minyak atsiri. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan membuat teknologi penyulingan nilam sederhana serta menyelenggarakan penyuluhan dan pelatihan tentang alat penyulingan sederhana tersebut, sehingga para petani memiliki pengetahuan cara membuat dan mengoperasikan alat penyulingan nilam sederhana secara mandiri. Tujuan program pengabdian ini adalah memberdayakan masyarakat petani nilam desan Puasana dalam memanfaatkan teknologi tepat guna untuk mengurangi ketergantungan pada alat penyulingan dilapangan serta menekan biaya transportasi pada proses penyulingan nilam menjadi minyak atsiri. Metode pemberdayaan petani nilam menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang menekankan pada keterlibatan masyarakat petani nilam dalam keseluruhan kegiatan dari proses pembuatan alat penyulingan sederhana sampai dengan penggunaannya. Dari program yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil bahwa 90% petani nilam desa Puasana telah mengetahui cara membuat dan memproduksi minyak atsiri dari alat penyulingan nilam sederhana. Hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan bahwa minyak atsiri dapat diproduksi dari alat penyulingan nilam sederhana meskipun pemisahan minyak dan air masih dilakukan secara manual. Petani mengharapkan adanya keberlanjutai program pengadian untuk penyempurnaan alat dan pemeliharaannya. 
PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT PESISIR TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MELALUI MODEL ‘KAMPUNG IKLIM’ DI DESA BAJO INDAH Rudi Balaka; Edward Ngii; Adris Ade Putra; Agustan Agustan; Laode M. Golok Jaya; Sitti Nurjannah Ahmad; Tahir Azikin; Ahmad Syarif Sukri; Triantini. S. Putri; Fitriah.S Fitriah.S
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ilmu Terapan Vol 5, No 1 (2023)
Publisher : Vokasi Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/jpmit.v5i1.41207

Abstract

The most obvious phenomenon of the impact of climate change in the coastal area of Bajo Indah village is seen in sea level rise, so that during high tide, sea water enters through the drainage towards the lowlands. Apart from that, another phenomenon is an increase in air temperature, strong winds, high waves and extreme rainfall. In addition, an increase in air temperature causes a decrease in the quantity of clean water, which results in a clean water crisis experienced by the coastal communities of Bajo Indah village. The dominant processes of coastal abrasion and erosion occur along the coast. This coastal area is an area that has a high vulnerability to climate change. One result is the concentration of settlements that are close to the coastline. The purpose of this service is for the community to gain knowledge about the phenomenon of climate change that is occurring so that the community knows and is able to make the necessary adaptations and mitigations to minimize the negative impacts of climate change.