Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove Berbasis Ekowisata pada Hutan Desa di Kecamatan Batu Ampar Kalimantan Barat Abdul Jabbar; Rossie Wiedya Nusantara; Aji Ali Akbar
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 1 (2021): April 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.1.140-152

Abstract

Ekosistem mangrove Batu Ampar terletak di muara sungai terpanjang di Indonesia yaitu Sungai Kapuas. Ekosistemnya memiliki permasalahan seperti ekosistem mangrove pada umumnya yang mengalami tekanan akibat pertambahan penduduk. Sebagian besar masalah tersebut merupakan dampak penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kondisi ekosistem mangrove terhadap partisipasi masyarakat dan valuasi ekosistem mangrove berupa ekowisata dan hutan desa di Kecamatan Batu Ampar, Kalimantan Barat. Desa-desa yang diteliti berdasarkan intensitas pengelolaan ekowisata mangrove, dari yang paling lama hingga yang terbaru, yaitu Batu Ampar, Nipah Panjang, dan Medan Mas. Penilaian jasa ekosistem mangrove dihitung berdasarkan Total Economic Value (TEV) yang meliputi manfaat langsung, tidak langsung, keberadaan, dan pilihan. Valuasi mangrove untuk tiap desa dari yang tertinggi hingga terendah adalah Medan Mas (Rp 95.354.976/ha/tahun), Nipah Panjang (Rp 76.645.333/ha/tahun) dan Batu Ampar (Rp 68.195.913/ha/tahun). Kondisi ekosistem mangrove di kawasan Batu Ampar berdasarkan persentase luas mangrove terhadap luas desa, persentase kelas kerapatan tinggi dan ketebalan mangrove di masing-masing desa dari yang terbaik adalah Desa Batu Ampar 58,2%; 93,8%; 42.271 m, Desa Nipah Panjang 6.4%; 98,6%; 24.088 juta dan Medan Mas 4,5%; 80,2%; 7.236 m. Persepsi masyarakat tentang ekosistem dan ekowisata mangrove di kawasan mangrove Batu Ampar berbeda nyata antar desa. Secara berurutan, persepsi tertinggi hingga terendah adalah Nipah Panjang (3,7), Medan Mas (3,6) dan Batu Ampar (3,5). Kondisi mangrove yang baik tidak selalu berkontribusi positif dalam membentuk persepsi masyarakat yang tinggi dan meningkatkan valuasi ekonomi di Desa Batu Ampar. Namun demikian, persepsi masyarakat yang tinggi dapat membentuk valuasi ekonomi yang tinggi dan menjamin kondisi ekosistem mangrove di Desa Nipah Panjang. Selain itu, valuasi ekonomi yang tinggi tidak selalu memberikan kontribusi positif bagi ekosistem mangrove dan persepsi masyarakat di Desa Medan Mas.
Dampak Sekat Kanal Terhadap Fluktuasi Muka Air Tanah Pada Lahan Gambut di Kabupaten Kubu Raya – Provinsi Kalimantan Barat Rossie Wiedya Nusantara; Rinto Manurung; Ismahan Umran; Stella Padagi; Umi Lestari
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 21, No 2 (2023): April 2023
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.21.2.393-402

Abstract

Dalam pengelolaan lahan gambut, muka air tanah harus menjadi perhatian utama, baik dalam kondisi alami maupun terdegradasi. Upaya pemulihan lahan gambut terdegradasi yaitu melakukan pembasahan kembali dengan pembangunan sekat kanal. Pembasahan kembali lahan gambut terdegradasi diharapkan dapat mempertahankan muka air tanah pada lahan gambut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fluktuasi kedalaman muka air pada lahan gambut dengan sekat kanal yang dibangun pada tahun 2019 dan 2020 (SK19 dan SK20), tanpa sekat kanal (TSK) dan hutan sekunder (HS) di Desa Kubu Padi Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya. Metode pengambilan sampel menggunakan metode boring dan pengukuran lapangan untuk pengamatan kedalaman muka air tanah menggunakan piezometer. Penentuan titik pengamatan 4 lokasi penelitian yaitu SK19, SK20, TSK, dan HS berjumlah 24 titik (4 lokasi x 6 ulangan). Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu kedalaman muka air tanah, kedalaman muka air saluran, bobot isi, kadar air tanah dan porositas total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman muka air tanah paling dangkal yaitu 12,19 cm terdapat di SK20 dan kedalaman muka air tanah paling dalam yaitu 52,61 cm terdapat di TSK, sedangkan di SK19 kedalaman muka air tanahnya yaitu 30,38 cm dan di HS kedalaman muka air tanahnya 31,61 cm. Kedalaman gambut di lokasi penelitian tergolong sangat dalam yaitu >300 cm. Rata – rata kedalaman muka air saluran di SK19 yaitu 24,33 cm, di SK20 yaitu 6,17 cm dan di TSK yaitu 47,49 cm. Bobot isi TSK (0,12 g/cm3) lebih tinggi dari SK19 (0,11 g/cm3), SK20 (0,11 g/cm3), dan HS (0,10 g/cm3). Porositas total HS (93,45%) lebih tinggi dari SK19 (91,07%), TSK (92,06%) dan SK20 (92,63%). Kadar air tanah tertinggi pada SK20 yaitu 744, 43% dan terendah yaitu 532,95% di TSK, sedangkan kadar air di SK19 dan HS yaitu 646,08% dan 622,14%.
PEMANFAATAN BIOCHAR SPESIFIK LOKASI UNTUK BUDIDAYA SAYUR DI DESA LIMBUNG, KABUPATEN KUBU RAYA Urai Suci Yulies Vitri Indrawati; Rossie Wiedya Nusantara; Hedi Sugito
Jurnal Abdimas Ilmiah Citra Bakti Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : STKIP Citra Bakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38048/jailcb.v5i1.1930

Abstract

Desa Limbung, Kabupaten Kubu Raya terletak ± 5,12 km dari kota Pontianak dengan luas wilayah 800 km2. Sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai petani sayur. Tanah lahan petani didominasi oleh tanah gambut yang mempunyai sifat kimia kurang menguntungkan untuk budidaya sayur. Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk   pemberdayaan petani   dalam upaya pembuatan pupuk organik berbasis biochar limbah organik di sekitar lahan pertanian seperti sisa panen jagung, semak-semak, dan ranting pohon, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut, dan secara langsung dapat meningkatkan produksi pertanian di desa Limbung, kabupaten Kubu Raya. Kegiatan PkM berlangsung selama 4 bulan dimulai dari kegiatan persiapan, pelatihan pembuatan biochar, demplot biochar untuk tanaman hotikultur di lahan gambut dan pada akhir kegiatan, dilakukan evaluasi terhadap program- program yang telah dilakukan oleh tim abdimas. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hambatan/kesulitan yang dihadapi selama proses kegiatan, dan kemudian didiskusikan untuk diselesaikan. Sebelum kegiatan PkM ini dilakukan, peserta belum begitu memahami bagaimana pembuatan biochar dan kompos. Hasil kegiatan PkM ini, petani sayur mampu membuat biochar dari limbah hasil panen atau bahan organik disekitar lahan pertanian, sehingga membantu menyuburkan tanah gambut.
INDEKS KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DESA BELITANG DUA KECAMATAN BELITANG KABUPATEN SEKADAU Muslimin Saputra; Rita Hayati; Rossie Wiedya Nusantara
Jurnal Sains Pertanian Equator Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jspe.v8i4.35284

Abstract

Kualitas tanah adalah kapasitas tanah yang berfungsi mempertahankan produktivitas tanaman, mempertahankan dan menjaga ketersediaan air serta mendukung kegiatan manusia. Kualitas tanah yang baik akan mendukung kerja fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman, mengatur dan membagi aliran air dan menyangga lingkungan yang baik pula.  Tujuan penelitian ini adalah  untuk mengetahui Indeks Kualitas Tanah pada penggunaan lahan di Desa Belitang dua Kecamatan Belitang Kab Sekadau. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan kebun kelapa sawit, kebun karet dan lahan hutan sekunder pada jenis tanah hapludult. Parameter yang di amati meliputi sifat fisik,kimia dan makro biologi tanah, untuk sifat fisik tanah yaitu Kadar Air Kapasitas lapang, Bobot isi, porositas total dan tekstur. Untuk sifat kimia tanah paremater yang di amati yaitu, pH, N-Total, P-total, K-Total, KB, KTK, Ca, Mg, C-Organik dan Bahan organik, dan untuk sifat biologi yang diamati hanya jumlah populasi cacing tanah pada setiap penggunaan lahan.  Indeks kualitas tanah dihitung dengan menggunakan kriteria Mausbach dan Seybold (1998), yang dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan menggunakan analisis Minimum Data Set (MDS).  Hasil penelitian menunjukkan Indeks Kualitas Tanah (IKT) pada ketiga penggunaan lahan berkriteria rendah dengan nilai kebun kelapa sawit sebesar 0,3, lahan kebun karet sebesar 0,32 dan lahan hutan sekunder sebesar 0,35. hal ini disebabkan kurangnya pemberian pupuk yang dilakukan oleh petani serta kurang nya pengetahuan petani setempat tentang kualitas tanah yang baik. Tanah yang berkualitas baik akan menjamin keberlanjutan fungsi tanah, baik fungsi produksi maupun fungsi ekologi. Penentuan Indeks Kualitas tanah suatu lahan akan berguna untuk penyusunan arah pengelolaan lahan yang berkelanjutan