Herinawati Herinawati
Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

SISTEM PERADILAN ADAT ACEH DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Herinawati Herinawati
JOURNAL OF LAW AND GOVERNMENT SCIENCE Vol 4, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Universitas Ubudiyah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem peradilan adat di Aceh adalah Peradilan adat yang diselenggarakan oleh lembaga adat Gampong dan Mukim. Proses penyelenggaraan peradilan adat lazimnya dilaksanakan di Meunasah (langgar/musala) dengan sistem  musyawarah.Berkaitan dengan peradilan adat Aceh dalam sistem hukum Indonesia, secara yuridis penyelesaian sengketa melalui peradilan adat diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan dalam Qanun Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Lembaga Adat, yang menegaskan bahwa penyelesaian persoalan sosial kemasyarakatan diselesaikan oleh lembaga Adat, melalui peradilan adat, dan sejumlah peraturan lainnya. Peraturan perundang-undangan tersebut di atas sangat jelas memberi kewenangan pelaksanaan peradilan adat di Aceh, walupun bukan dalam bentuk menjalankan fungsi yudikatif dalam kehidupan bernegara, namun demikian, sebagai suatu bentuk pranata sosial dan sebagai pranata adat, peradilan adat berpotensi untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan, dan diakui eksistensinya secara formal dan mempunyai kewenangan untuk dilaksanakan.  Undang-Undang Pemerintahan Aceh serta Qanun Aceh merupakan bagian dari hukum hukum positif.Kata kunci: Sistem,  Peradilan Adat Aceh, Sistem Hukum Indonesia
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERLANTAR MILIK BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : 03/PDT.G/2011/PN-LSM” Nurmalinda N; Sulaiman S; herinawati H
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 2 (2021): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i2.4987

Abstract

Abandoned land is land that has been granted rights by the state in the form of Ownership Rights, Business Utilization Rights, Building Use Rights, Use Rights and Management Rights, or basic control over land that is not cultivated, not used, or not utilized in accordance with the circumstances or the nature and purpose. granting rights or the basis for their control. The definition of abandoned land is not regulated in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 11 of 2010 concerning Control and Utilization of Abandoned Land (“PP No. 11/2010”). However, it is regulated in Article 1 point 6 of the Regulation of the Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 4 of 2010 concerning Procedures for Controlling Abandoned Land.The results of the study explain that the judge with his considerations in the case related to the transfer of rights to abandoned land belonging to state-owned enterprises in the decision Number: 3/Pdt.G/2011/PN-Lsm The judge considered that the problem in the abandoned domain was absolutely not the authority of the lhokseumawe district court. However, in the State Administrative Court, because the plaintiff in his case mentioned the ownership assets of the land. Thus, the judge rejected all of the plaintiffs' claims.
Penerapan asas pemisahan horisontal dalam penyelesaian sengketa antara pemilik tanah dengan pemilik benda yang ada di atasnya studi penelitian di kecamatan Putri betung kabupaten Gayo Lues DESI D; Herinawati H; Nasrianti N
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i1.4069

Abstract

Asas pemisahan horizontal tersirat dalam pasal 5 UUPA "Hukum agraria yang berlaku atas tanah, air Dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Dan negara, berdasarkan persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia Dan dengan peraturan yang tertuang dalam undang-undang ini Serta peraturan perundangan-undangan lainnya". Sedangkan dalam kasus di kecamatan Putri betung kabupaten Gayo Lues dalam penyelesaian sengketa antara pemilik tanah Dan pemilik benda yang ada di atasnya. Asas pemisahan horizontal belum diterapkan secara maksimal karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang Hal tersebut. Penelitian dalam studi ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif-analisa dengan menggunakan tipe penelitian lapangan, kegiatan lapangan dilakukan melalui wawancara Dan penelitian pustaka yang bertujuan untuk memberikan hasil analisis yang menyakut objek yang diteliti berdasarkan hukum positif. Penelitian ini menemukan hasil bahwa penerapan asas pemisahan horizontal di kecamatan Putri betung kabupaten Gayo Lues tidak secara maksimal. Hambatan yang terjadi dalam penyelesaian sengketa adalah pihak bersengketa tidak menerima kesepakatan, Ada ya itikad tidak baik, sulitnya menemukan saksi Dan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kedudukan asas pemisahan horizontal Dan upaya yang dilakukan untuk mengatasj hambatan penyelesaian sengketa tersebut adalah para pihak di paksa tunduk dengan putusan yang ditetapkan oleh kepala desa, pendekatan secara personal dilakukan oleh kepala desa kepada pihak yang melakukan itikad baik, memanfaatkan masyarakat yang mengetahui permasalahan sebagai saksi Dan para pihak yang menyelesaikan sengketa meskipun minimnya pengetahuan nya mengenai asas pemisahan horizontal tersebut.
PENERAPAN PASAL 7 UNDANG-UNDANG NOMOR 56 PRP TAHUN 1960 DALAM PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI KECAMATAN TANAH JAMBO AYE KABUPATEN ACEH UTARA Yusra Y; Yulia Y; Herinawati H
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 2, No 2 (2019): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v2i2.4056

Abstract

This study aims to identify and analyze and explain the application of Article 7 of Law No. 56 Prp of 1960 in the implementation of agricultural land mortgages, analyze the obstacles to the application of Article 7 of Law No. 56 Prp of 1960, and analyze the efforts made in overcoming obstacles to the application of Article 7 Law 56 Prp of 1960. The implementation of pawning agricultural land is not in accordance with the provisions of Article 7 of Law Number 56 Prp of 1960, the community keeps pawning by not returning agricultural land to its owner even though it has passed the limit on the use of agricultural land. The method used in this study is an empirical juridical approach, with a qualitative legal research type, the legal source used is through field research. The results of this study indicate that the application of Article 7 of Law Number 56 Prp of 1960 in the implementation of land pawning is not appropriate. Barriers to the implementation of Article 7 of Law No. 56 Prp of 1960 are the public's ignorance of Article 7 of Law No. 56 Prp of 1960, the factor that there is no special implementing qanun that regulates the pawning of agricultural land in Aceh and the factor of low public awareness of the law. Efforts that can be made to overcome these obstacles are adding new regulations regarding the application of Article 7 of Law Number 56 Prp of 1960 in each region the existing implementing qanun, conducting negotiations and mediation. Keywords: Implemention of Pawn, Land.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI TERHADAP BUDAYA HUKUM MASYARAKAT DI KABUPATEN PIDIE) Ahmad Nidal; Faisal Faisal; Herinawati Herinawati
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 9, No 2 (2021): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2021
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v9i2.4566

Abstract

Salah satu prinsip dalam kewarisan adalah ijbari, dimana peralihan harta waris kepada ahli warisnya dari harta seseorang yang telah meninggal berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Allah tanpa tergantung kepada kehendak pewaris atau permintaan dari ahli warisnya. Namun kenyataannya masih banyak masyarakat di Kabupaten Pidie yang belum melaksanakan kewarisan sesuai dengan yang disyari’atkan oleh Agama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis budaya hukum masyarakat terhadap pembagian warisan di Kabupaten Pidie, dan untuk menganalisis efektivitas pembagian warisan menurut hukum Islam di Kabupaten Pidie. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya hukum yang di praktekkan oleh masyarakat di Kabupaten Pidie terhadap pembagian harta warisan adalah dengan cara membagikan harta pewaris secara hukum adat atau musyawarah. Pembagian harta warisan menurut hukum Islam belum sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Pidie, karena banyak masyarakat yang masih membagikan harta warisan secara hukum adat tanpa mempedulikan hukum yang telah di atur dalam Islam.
PENYELESAIAN SENGKETA ATAS HAK PENGELOLAAN TANAH WADUK ANTAR GAMPONG SECARA ADAT DI KECAMATAN TRING GADENG PIDIE JAYA nur aini; Herinawati H; Muhibuddin M
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.6797

Abstract

Abstrac The settlement of disputes related to reservoir land management rights located in Tring Gadeng District involved the communities of Gampong Meunasah Dee and Gampong Pulo fighting each other for management rights to reservoir land, giving rise to disputes that must be resolved based on customary settlements in Aceh. This is in accordance with Aceh Qanun Number 9 of 2008 concerning the Guidance of Indigenous Life and Customs. In this qanun, it has been explained that each customary dispute resolution in Aceh must first be resolved with existing regulations, both at the village level and at the city level. The research method in this thesis uses empirical juridical research with the type of qualitative research, and the nature of the research is descriptive analysis. The research location is located in Tring Gadeng District, Pidie Jaya, the population used is related to efforts to resolve disputes over land management rights between gampongs traditionally in Tring Gadeng district, Pidie Jaya. The results showed that the settlement of disputes over the customary management rights of inter-gampong reservoirs in Tring Gadeng District, Pidie Jaya was carried out by customary deliberation (mediation) which was resolved by the two gampong officials, Mukim Peuduk Tunong, Camat Tring Gadeng and supervised by the Tring Gadeng Police Chief. The obstacle experienced in this research is that the Gampong Pulo community complicates the dispute resolution process so that it becomes complicated, and the dispute resolution process is slow. Efforts to resolve these obstacles are carried out by peaceful deliberation and approaches to parties who insist on demanding reservoir land management rights. The conclusion in this study is that dispute resolution between gampongs is resolved by customary deliberation (mediation) by carrying out the stages of meetings and approaching parties who demand management rights. courts, and the community must also always be able to accept dispute resolution by customary deliberation according to the decision of the Mukim, Camat and Kapolsek Tring Gadeng as parties participating in the dispute resolution process. Keywords: Dispute Resolution, Land, Management Right
Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (Studi Penelitian di Pengadilan Negeri Lhokseumawe) Mas Juan Pratama Saragih; Teuku Yudi Afrizal; Herinawati H
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.7000

Abstract

Studi ini bertujuan menjelaskan implementasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik di Pengadilan Negeri Lhokseumawe serta mengetahui hambatan dan upaya yang dilakukan dalam menjalankan administrasi perkara dan persidangan secara elektronik di Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Pada tanggal 19 Agustus 2019 Mahkamah Agung meluncurkan sistem e-Litigasi yang termaktub pada Perma Nomor 1 Tahun 2019 dan telah diberlakukan secara efektif sejak tanggal 1 Januari 2020. Salah satu Peradilan Umum yang sudah menjalankan e-litigasi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kewajiban Pendaftaran Perkara Perdata Melalui e-litigasi adalah Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui kegiatan penelitian lapangan yang terdiri dari wawancara serta didukung penelitian kepustakaan. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2019 di Pengadilan Negeri Lhokseumawe berjalan dengan baik dan penggunaan e-Court sudah mengalami perkembangan, namun terdapat beberapa Hambatan dalam menjalankan Peraturan Mahkamah Agung tersebut diantaranya, pertama faktor kurangnya pengetahuan para pihak berperkara diatasi dengan cara mensosialisasikan fitur e-litigasi kepada setiap pencari keadilan melalui sosialisasi langsung mapun website Pengadilan Negeri Lhokseumawe, kedua faktor kendala server Mahkamah Agung perlu di-upgrade setiap tahun diatasi dengan meminta kepada para pihak yang berperkara untuk mengirimkan kembali dokumennya melalui e-mail Pengadilan Negeri Lhokseumawe agar diverifikasi yang kemudian diteruskan ke pihak lawan, dan terakhir faktor minimnya jumlah administrator berkas e-Court diatasi dengan mengirim personil untuk mengikuti bimbingan teknis mengenai e-Court dan e-Litigasi. Kata Kunci: Peraturan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata, Peradilan Elektronik
PENYELESAIAN JARIMAH KHALWAT MELALUI PERADILAN ADAT STUDI DI KABUPATEN ACEH UTARA Muchlis S; Hamdani Hamdani; Herinawati Herinawati
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 11, No 1 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2023
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v11i1.11067

Abstract

Setiap penyelesaian Jarimah Khalwat di Kabupaten Utara, putusannya berbeda-beda tergantung bagaimana adat dari setiap gampong itu berlaku, putusan-putusan oleh lembaga adat gampong Kabupaten Aceh Utara terkait penyelesaian Jarimah Khalwat mengandung unsur seperti disampaikan Van Vollenhoven terdapat tujuh tingkat utama hukum adat, demikian juga terkait keterlibatan lembaga adat dalam melakukan penyelesaian pelaksanannya masing-masing sudah sesuai dengan amanah dari qanun yang berlaku di Aceh, dan penyelesaian jarimah khalwat di Aceh Utara oleh Lembaga adat memenuhi Asas-asas hukum dalam peradilan adat, karena asas merupakan tatanan nilai sosial yang menduduki tingkat tertinggi dari berbagai sistem hukum, dan tidak boleh disimpangi oleh sistem hukum manapun juga. Hambatan dalam penyelesaian jarimah khalwat adalah pihak lembaga adat tidak bisa menyelesaikan perkara di tempat disebabkan keamanan yang tidak terjamin bagi sipelanggar, dalam hal pengambilan keputusan adat juga masih perlu melakukan koordinasi dengan pihak Polisi Wilayatul Hisbah tanpa berani melakukan putusan sendiri oleh lembaga adat itu sendiri, disamping ada faktor-faktor lainnya seperti faktor hukumnya itu sendiri, faktor penegak hukumnya, faktor sarana dan fasilitas dan faktor masyarakat. Upaya terhadap hambatan penyelesaian jarimah khalwat secara adat diantara lain yaitu seharusnya Pemerintah Aceh umumnya dan Kabupaten Aceh Utara khususnya melakukan revisi terkait regulasi hukum adat, memberikan pelatihan-pelatihan secara rutin kepada Lembaga Adat, memilih ataupun menempatkan tenaga manusia yang ahli dan mampu menguasai hukum adat di dalam Lembaga adat, pengorganisasian yang baik tehadap Lembaga Adat, peralatan yang cukup memadai, keuangan yang cukup sebagai penunjang dalam penyelesaian jarimah khalwat di tingkat gampong dan Lembaga Adat harus mengetahui dan memahami sudut sosial dan budaya masyarakat.
The effectiveness of Qanun Aceh No. 9/2004 and Qanun Aceh No 6. 2014 in solving khalwat cases in Sawang District Fauzah Nur Aksa; Herinawati Herinawati; Muhammad Nasir; Rahmatul Amna
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 6, No 3 (2023): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v6i3.265

Abstract

This study aims to find out and explain the settlement of khalwat cases carried out in Sawang sub-district, the causes of which there are still many occurrences of khalwat and the effectiveness of Qanun Number 9 of 2008 concerning the Development of Customary and Customary Life and Aceh Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law in the settlement of khalwat cases in Sawang District. This study uses empirical research methods and empirical juridical approaches. The data were obtained through field research and library research. Data analysis was carried out qualitatively. The results of the study show that the process of resolving khalwat cases begins with the arrest, summons to the family, decision making and implementation of the decision. Settlements for khalwat cases were resolved jointly according to custom, and the punish ments given were relatively light such as giving advice, reprimands, apologies, sayam, dhiyat, fines, compensation, ostracismby the community, expulsion from the gampong community or revocation of titles and soon. There are still many cases of khalwat, namely the lack of attention and control from the family, the lack of family knowledge about the dangers of khalwat, unstoppabledesires, the lack of public knowledge of the law in Sawang sub-district, the existence of tourist objects that allow khalwat to emerge, many families of khalwat perpetrators who blaming customary apparatus forgiving punishments, and the lack of legal socialization in gampong. The implementation of Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law, namely concerning the authority of the customary court in handling khalwat cases which refers to Qanun Number 9 of 2008 concerning the Development of Customary and Customary Life has not been effective, as evidenced by the non-fulfillment of elements measuring the effectiveness of law enforcement.