Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Publika Budaya

KONFLIK PERTAMBANGAN PASIR BESI DI DESA WOGALIH, KECAMATAN YOSOWILANGUN, KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2010-2011 Ma’rifah, ST Risalatul; Nawiyanto, Nawiyanto; Endang W, Ratna
Publika Budaya Vol 2, No 1 (2014): Maret
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.615 KB)

Abstract

Artikel ini membahas konflik pertambangan pasir besi yang terjadi di Kabupaten Lumajang denganmenggunakan perspektif politik lingkungan. Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah sebab-sebab danproses terjadinya konflik, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dan argumentasi masing-masing, serta dampakyang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan pasir besi. Bahan-bahan yang menjadi dasar untuk melakukanpembahasan dalam artikel ini berupa berita-berita surat kabar, hasil wawancara dengan pelaku dan saksi sejarah,dan observasi lapangan. Konflik yang muncul dalam kaitan dengan kegiatan pertambangan di Desa Wotgalihmelibatkan dua kelompok utama, yakni pihak pro dan pihak kontra tambang. Konflik mempunyai asal-muasaldari rencana kembalinya kegiatan penambangan pasir besi oleh PT ANTAM yang mendapatkan ijin daripemerintah. Pihak kontra tambang mendasarkan penolakannya pada keyakinan akan terbatasnya manfaatekonomis dan besarnya resiko kerusakan lingkungan dan bencana. Kelompok ini memandang kebijakanpemerintah mengeluarkan izin penambangan pasir besi sebagai tidak bijak dan mengabaikan kepentingan rakyat.Pihak pro tambang meyakini kegiatan tambang akan besar manfaat ekonominya bagi masyarakat dan pemerintahdaerah. Artikel ini menunjukkan bahwa pertambangan mengandung kekuatan disintegratif bagi masyarakat dandestruktif bagi lingkungan.Kata Kunci: Pertambangan, Lingkungan, Konflik, Lumajang
BANJIR BANDANG DI KODYA SEMARANG TAHUN 1990 (THE MUNICIPALITY OF SEMARANG IN 1990) Priyanto, Eko Hari; Nawiyanto, Nawiyanto
Publika Budaya Vol 2, No 3 (2014): Nopember
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.263 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan, menganalisis dan mengungkap bencana banjir bandang di Kodya Semarang pada tahun 1990. Dalam penggarapannya metode ini menggunakan sejarah lingkungan dengan memanfaatkan sumber-sumber yang di dapat baik tertulis maupun lisan, yang berkaitan dengan topik bahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bencana banjir bandang mencerminkan rusaknya keseimbangan lingkungan khususnya di Kodya Semarang yang dimana kejadian akibat rusaknya lingkungan dari arah gunung pati, dan juga rusaknya hutan lindung yang berubah menjadi hutan produksi sehingga sistem vegetasi tidak mampu menyerap air ketika hujan. Perubahan lingkungan tersebut bisa dilihat dari kondisi ekologis, demografis, ekonomi, dan sosial budaya yang ada di Kodya Semarang. Proses terjadinya banjir bandang tidak serta merta datang begitu saja curah hujan tinggi yang berkepanjangan, sistem topografi, kapasitas volume air yang tidak cukup menampung air bah. Sehingga banjir meluluh-lantakkan pemukiman warga pada Jum’at dinihari 26 Januari 1990. Dampak banjir bandang tidak hanya terletak pada dampak ekonomi saja, melainkan berdampak pada kondisi sosial masyarakat Semarang. Beberapa daerah yang terkena dampak banjir bandang di Semarang meliputi, komplek Sampangan dan Bongsari yang paling parah. Bencana banjir bandang mengundang respons dan tanggapan dari pemerintah dan masyarakat untuk segera mengatasi bencana tersebut dan dapat meringankan beberapa para korban banjir. Kata Kunci : Lingkungan, Banjir Bandang, Semarang ABSTRACT This study is aimed to describe, analyze and uncover the flood disaster in the Municipality of Semarang in 1990. In executing the research, the study uses the historical method by utilizing resources that can be either written or oral, relating to the topic. The results of this study indicate that the flood disaster reflected the damage of environmental balance, especially in the Municipality of Semarang where the incident took place due to the damage of environment from Pati Mountain. It was also clue to the destruction of protection forest which turned into production forest, thus the vegetation system cannot absorb water when it rains. The changes in environment, be seen from ecologic condition, demographic, economic, and social culture in the Municipality of Semarang. The process of flood did not suddenly come. Because of high rainfall, topography system, and the capacity of water volume which is not enough to accommodate the flood, the flood destroyed the residential area on Friday morning January 26th, 1990. The impacts of the flood were not only in the economic but also on the social conditions of Semarang people. Some of the areas affected by floods in Semarang include, Sampangan residence and Bongsari was the most severe. Flood disaster provoked responses from the government and society to immediately overcome the disaster and can ease the burden of the flood victims. Keywords: environment, floods, Semarang
KERUSAKAN HUTAN DAN MUNCULNYA GERAKAN KONSERVASI DI LERENG GUNUNG LAMONGAN, KLAKAH 1999-2013 (DEFORESTATION AND RISE OF ENVIRONMENTAL MOVEMENT AT SLOPE OF MOUNT LAMONGAN, KLAKAH 1999-2013) Kamilia, Izzatul; Nawiyanto, Nawiyanto
Publika Budaya Vol 3, No 1 (2015): Maret
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.152 KB)

Abstract

Awal era reformasi, kerusakan hutan akibat penebangan liar banyak terjadi di berbagai tempat. Di Pulau Jawa kerusakan hutan terjadi di kawasan hutan milik Perhutani yang sebagian besar ditanami Pohon Jati. Hal tersebut juga terjadi di kawasan hutan Gunung Lamongan, Klakah. Pelaku penebangan tidak lain adalah masyarakat setempat yang tinggal di sekitar hutan. Pada awal tahun 2000 kondisi Gunung Lamongan gundul tanpa tegakan pohon. Bencana alam seperti banjir dan longsor mulai melanda kawasan sekitar hutan. Bencana kekeringan juga terjadi meski di musim penghujan. Debit air di sumber mata air dan ranu menurun. Kondisi ini mendorong munculnya kesadaran masyarakat yang tinggal di bawah Lamongan untuk melakukan gerakan konservasi guna mengembalikan fungsi hutan Gunung Lamongan yang selama ini menjadi penyangga ekosistem bagi kawasan di bawahnya. Kelompok konservasi bernama Laskar Hijau yang merupakan sebuah gerakan sosial kemudian muncul dan menanami kawasan Gunung Lamongan dengan tanaman buah-buahan. Selain menanam, kelompok ini juga melakukan aksi protes pada pihak pemangku hutan, Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Penelitian ini menggabungkan metode sejarah dan sejarah lisan. Metode sejarah digunakan untuk mengkaji bagaimana kerusakan hutan terjadi serta bagaimana muncul dan berkembangnya gerakan konservasi di Gunung Lamongan. Metode sejarah lisan digunakan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang menjadi saksi atau terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Kata kunci: kerusakan hutan, konservasi, gerakan sosial, Klakah. ABSTRACT In the early reform era, the damage of forest due to illegal logging occurred in many places. Java deforestation occurred in the area of Perhutani forest, that the trees are mostly planted with Teak. This also occurred in the forest of Mount Lamongan, Klakah. Logging perpetrator is the local communities that living around the forest. In early 2000, Mount Lamongan condition is without tree stands bare. Natural disaster such as flood and erosion began to hit the area around the forest. Droughts also occur even in the rainy season. Water discharge in springs and Ranu decreased. These condition encourages the awareness of people living below the Mount Lamongan to the conservation movement to restore forest function of Mount Lamongan which has been the buffer ecosystem for the region underneath. Conservation group called the Laskar Hijau is a social movement then emerging area of Mount lamongan and planted with fruit trees. In addition to planting, this group also protested at the forest stakeholders, Perhutani wich are Badan Usaha Milik Negara. This article use combination of historical method and oral history method. The historical method used to explain how deforestation occurs and how it appears in the conservation movement of Mount Lamongan. Oral history method used to obtain information from the community who witness or are involved directly in the incident. Keywords: deforestation, conservation, social movement, Klakah.
KERUSAKAN HUTAN DAN MUNCULNYA GERAKAN KONSERVASI DI LERENG GUNUNG LAMONGAN, KLAKAH 1999-2013 (DEFORESTATION AND RISE OF ENVIRONMENTAL MOVEMENT AT SLOPE OF MOUNT LAMONGAN, KLAKAH 1999-2013) Izzatul Kamilia; Nawiyanto Nawiyanto
Publika Budaya Vol 3 No 1 (2015): Maret
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Awal era reformasi, kerusakan hutan akibat penebangan liar banyak terjadi di berbagai tempat. Di Pulau Jawa kerusakan hutan terjadi di kawasan hutan milik Perhutani yang sebagian besar ditanami Pohon Jati. Hal tersebut juga terjadi di kawasan hutan Gunung Lamongan, Klakah. Pelaku penebangan tidak lain adalah masyarakat setempat yang tinggal di sekitar hutan. Pada awal tahun 2000 kondisi Gunung Lamongan gundul tanpa tegakan pohon. Bencana alam seperti banjir dan longsor mulai melanda kawasan sekitar hutan. Bencana kekeringan juga terjadi meski di musim penghujan. Debit air di sumber mata air dan ranu menurun. Kondisi ini mendorong munculnya kesadaran masyarakat yang tinggal di bawah Lamongan untuk melakukan gerakan konservasi guna mengembalikan fungsi hutan Gunung Lamongan yang selama ini menjadi penyangga ekosistem bagi kawasan di bawahnya. Kelompok konservasi bernama Laskar Hijau yang merupakan sebuah gerakan sosial kemudian muncul dan menanami kawasan Gunung Lamongan dengan tanaman buah-buahan. Selain menanam, kelompok ini juga melakukan aksi protes pada pihak pemangku hutan, Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Penelitian ini menggabungkan metode sejarah dan sejarah lisan. Metode sejarah digunakan untuk mengkaji bagaimana kerusakan hutan terjadi serta bagaimana muncul dan berkembangnya gerakan konservasi di Gunung Lamongan. Metode sejarah lisan digunakan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang menjadi saksi atau terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Kata kunci: kerusakan hutan, konservasi, gerakan sosial, Klakah. ABSTRACT In the early reform era, the damage of forest due to illegal logging occurred in many places. Java deforestation occurred in the area of Perhutani forest, that the trees are mostly planted with Teak. This also occurred in the forest of Mount Lamongan, Klakah. Logging perpetrator is the local communities that living around the forest. In early 2000, Mount Lamongan condition is without tree stands bare. Natural disaster such as flood and erosion began to hit the area around the forest. Droughts also occur even in the rainy season. Water discharge in springs and Ranu decreased. These condition encourages the awareness of people living below the Mount Lamongan to the conservation movement to restore forest function of Mount Lamongan which has been the buffer ecosystem for the region underneath. Conservation group called the Laskar Hijau is a social movement then emerging area of Mount lamongan and planted with fruit trees. In addition to planting, this group also protested at the forest stakeholders, Perhutani wich are Badan Usaha Milik Negara. This article use combination of historical method and oral history method. The historical method used to explain how deforestation occurs and how it appears in the conservation movement of Mount Lamongan. Oral history method used to obtain information from the community who witness or are involved directly in the incident. Keywords: deforestation, conservation, social movement, Klakah.
BANJIR BANDANG DI KODYA SEMARANG TAHUN 1990 (THE MUNICIPALITY OF SEMARANG IN 1990) Eko Hari Priyanto; Nawiyanto Nawiyanto
Publika Budaya Vol 2 No 3 (2014): Nopember
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan, menganalisis dan mengungkap bencana banjir bandang di Kodya Semarang pada tahun 1990. Dalam penggarapannya metode ini menggunakan sejarah lingkungan dengan memanfaatkan sumber-sumber yang di dapat baik tertulis maupun lisan, yang berkaitan dengan topik bahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bencana banjir bandang mencerminkan rusaknya keseimbangan lingkungan khususnya di Kodya Semarang yang dimana kejadian akibat rusaknya lingkungan dari arah gunung pati, dan juga rusaknya hutan lindung yang berubah menjadi hutan produksi sehingga sistem vegetasi tidak mampu menyerap air ketika hujan. Perubahan lingkungan tersebut bisa dilihat dari kondisi ekologis, demografis, ekonomi, dan sosial budaya yang ada di Kodya Semarang. Proses terjadinya banjir bandang tidak serta merta datang begitu saja curah hujan tinggi yang berkepanjangan, sistem topografi, kapasitas volume air yang tidak cukup menampung air bah. Sehingga banjir meluluh-lantakkan pemukiman warga pada Jum’at dinihari 26 Januari 1990. Dampak banjir bandang tidak hanya terletak pada dampak ekonomi saja, melainkan berdampak pada kondisi sosial masyarakat Semarang. Beberapa daerah yang terkena dampak banjir bandang di Semarang meliputi, komplek Sampangan dan Bongsari yang paling parah. Bencana banjir bandang mengundang respons dan tanggapan dari pemerintah dan masyarakat untuk segera mengatasi bencana tersebut dan dapat meringankan beberapa para korban banjir. Kata Kunci : Lingkungan, Banjir Bandang, Semarang ABSTRACT This study is aimed to describe, analyze and uncover the flood disaster in the Municipality of Semarang in 1990. In executing the research, the study uses the historical method by utilizing resources that can be either written or oral, relating to the topic. The results of this study indicate that the flood disaster reflected the damage of environmental balance, especially in the Municipality of Semarang where the incident took place due to the damage of environment from Pati Mountain. It was also clue to the destruction of protection forest which turned into production forest, thus the vegetation system cannot absorb water when it rains. The changes in environment, be seen from ecologic condition, demographic, economic, and social culture in the Municipality of Semarang. The process of flood did not suddenly come. Because of high rainfall, topography system, and the capacity of water volume which is not enough to accommodate the flood, the flood destroyed the residential area on Friday morning January 26th, 1990. The impacts of the flood were not only in the economic but also on the social conditions of Semarang people. Some of the areas affected by floods in Semarang include, Sampangan residence and Bongsari was the most severe. Flood disaster provoked responses from the government and society to immediately overcome the disaster and can ease the burden of the flood victims. Keywords: environment, floods, Semarang
KONFLIK PERTAMBANGAN PASIR BESI DI DESA WOGALIH, KECAMATAN YOSOWILANGUN, KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2010-2011 ST Risalatul Ma’rifah; Nawiyanto Nawiyanto; Ratna Endang W
Publika Budaya Vol 2 No 1 (2014): Maret
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas konflik pertambangan pasir besi yang terjadi di Kabupaten Lumajang denganmenggunakan perspektif politik lingkungan. Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah sebab-sebab danproses terjadinya konflik, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dan argumentasi masing-masing, serta dampakyang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan pasir besi. Bahan-bahan yang menjadi dasar untuk melakukanpembahasan dalam artikel ini berupa berita-berita surat kabar, hasil wawancara dengan pelaku dan saksi sejarah,dan observasi lapangan. Konflik yang muncul dalam kaitan dengan kegiatan pertambangan di Desa Wotgalihmelibatkan dua kelompok utama, yakni pihak pro dan pihak kontra tambang. Konflik mempunyai asal-muasaldari rencana kembalinya kegiatan penambangan pasir besi oleh PT ANTAM yang mendapatkan ijin daripemerintah. Pihak kontra tambang mendasarkan penolakannya pada keyakinan akan terbatasnya manfaatekonomis dan besarnya resiko kerusakan lingkungan dan bencana. Kelompok ini memandang kebijakanpemerintah mengeluarkan izin penambangan pasir besi sebagai tidak bijak dan mengabaikan kepentingan rakyat.Pihak pro tambang meyakini kegiatan tambang akan besar manfaat ekonominya bagi masyarakat dan pemerintahdaerah. Artikel ini menunjukkan bahwa pertambangan mengandung kekuatan disintegratif bagi masyarakat dandestruktif bagi lingkungan.Kata Kunci: Pertambangan, Lingkungan, Konflik, Lumajang