Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

APLIKASI MODEL PELLA-TOMLINSON PADA PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN KAKAP MERAH DI INDONESIA Sonny Koeshendrajana; Mira Mira; Zuzy Anna; Duto Nugroho; Umi Muawanah; Yesi Dewitasari
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 13, No 2 (2018): DESEMBER 2018
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1622.8 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v13i2.6878

Abstract

ABSTRAKTujuan dari penelitian ini adalah memodelkan  pengelolaan sumber daya perikanan kakap merah di Indonesiadengan menggunakan model Pella-Tomlinson. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016, dengan data perikanan kakap merah Indonesia. Model surplus produksi bio-ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Pella-Tomlinson. Hasil analisis mengindikasikan, pertama jumlah upaya tangkap aktual berada diatas jumlah jumlah upaya lestari (MSY). Jika pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan prinsip perikanan lestari, maka mulai tahun 2020 upaya tangkap di bawah jumlah upaya lestari (MSY). Kedua, dalam kondisi bussiness as ussual,  terjadi kenaikan bio-massa ikan semenjak tahun 1980 sampai pada tahun 2000, akan tetapi dari tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2014 terjadi penurunan bio-massa ikan. Jika tidak ada intervensi kebijakan untuk mengurangi laju degradasi sumber daya maka penurunan biomassa akan terus terjadi hingga tahun 2050. Jika pemerintah melakukan intervensi kebijakan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, akan terrjadi kenaikan biomassa dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2050. Ketiga, sejalan dengan penurunan bio-massa karena tidak adanya intervensi kebijakan pengelolaan perikanan kakap merah secara berkelanjutan, maka keuntungan yang diterima nelayan akan menurun, karena terjadi penurunan hasil tangkapan. Tapi jika pemerintah mengeluarkan kebijakan pengelolaan perikanan kakap merah secara berkelanjutan seperti pembatasan upaya penangkapan, maka keuntungan yang diterima nelayan akan meningkat lagi dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2050. Title: Pella-Tomlinson Model for Red Snapper Management in IndonesiaABSTRACT The purpose of this study to develop a management model for red snapper fishery using a Pella Tomlinson Model. The research was conducted in 2016, for the national snapper fisheries obtained from official yearly landing statisctic data to get the time series catches and efforts. Surplus production bioeconomic was utilized with modified Pella and Tomlinson model for the growth model. The analysis shows that first, total efforts deployed without any kind of management (e.g. stay as an open access) will yield higher effort than maximum efforts at maximum sustainable level yield (MSY). This is a consequence of the increasing rate of red snapper efforts between 1980-2014. If fishery management is kept at the sustainable level of total efforts, then in 2020, total efforts will be less than the MSY level.  Second, biomass increased between 1980-2000 and then decreased after 2000 until 2014. If there will be no intervention to the depletion of fishery resources, the fishery will be completely depleted in 2050. Third, when the snapper biomass decreases, the cathes will decrease as well. Hence, that total profits from the fishery will decrease. However, some intervention and magement measures will be put in place, such as limiting the total efforts, the cathes and profits will bounce back and increase after 2020 and the years after.
GAMBARAN, KARAKTERISTIK PENGGUNA DAN PERSEPSI NELAYAN TERHADAP KEMANFAATAN SISTEM APLIKASI NELAYAN PINTAR (SINP) DI PELABUHAN PERIKANAN INDONESIA Umi Muawanah; Penny Diah Kusumaningrum; Hadhi Nugroho; Donald Daniel
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2186.693 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v7i1.6460

Abstract

Sistem Informasi Nelayan Pintar (SINP) adalah sebuah aplikasi android yang menampikaninformasi-informasi penting untuk para nelayan dalam melaut. Informasi SINP terdiri dari informasidaerah penangkapan ikan, cuaca, harga ikan, dan dinamika laut. Makalah ini bertujuan mengulasbeberapa hal tentang sistem Nelayan Pintar di Indonesia yaitu: (1) deskripsi sistem kerja sisten SINP,(2) gambaran demografi nelayan calon pengguna NISP dan (3) persepsi nelayan terhadap kemanfaatanbeberapa informasi yang ditampilkan dalam perangkat SIN. Penelitian ini menemukan bahwa menurutnelayan, informasi yang dirasa sangat bermanfaat adalah peta DPI dan prakiraan cuaca sebelummelaut. Prakiraan cuaca ini penting untuk keselamatan nelayan. Dalam pertanyaan lanjutan tentangmanfaat informasi Daerah Penangkapan Ikan ini, responden 84,1 % menyatakan bawah informasi ataupeta DPI meningkatkan hasil tangkapan dibanding tidak membaca peta DPI. Peta DPI dapat diperoleholeh nelayan di setiap pelabuhan perikanan seluruh Indonesia. Para nelayan juga merasa bahwa sistemSINP cukup mudah untuk dioperasikan.Title: Overview, Characteristics of Users and Fisher Perception for Usefulness of Smart Fisher Application System (SINP) in Indonesia Fishing PortSmart Fishers Information system (called SINP in Bahasa) is an android based applicationdisplaying important information for fishers to go fishing. The system has information on fishing groundlocation and coordinates, weather, fish price, and ocean dynamics. This paper elaborates the SINPsystem, some demographic characteristics of its users and fisher’s perception on SINP. According to theusers, the most important information is the fishing ground location and their coordinates. Almost 84.1% respondents claim that the fishing ground location does help increase the catch. The map of fishingground can be obtained from the office of provincial or district fishing port. The fishers feel that the SINPis user friendly and easy to operates.
DINAMIKA KESEPAKATAN PERDAGANGAN LINTAS BATAS ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DAN PENGEMBANGAN SENTRA KELAUTAN DAN PERIKANAN TERPADU (SKPT) SEBATIK DI KALIMANTAN UTARA Bayu Vita Indah Yanti; Umi Muawanah
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 10, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (499.886 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v10i1.8318

Abstract

Perdagangan lintas negara Malaysia - Indonesia telah berlangsung lebih dari 30 tahun sejak tahun 29170 dengan payung hukum kesepakatan perdagangan lintas negara (The Border Trade Agreement (BTA) Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia). Pada tahun 2015, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki kebijakan khusus untuk pengembangan ekonomi wilayah perbatasan pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di pulau-pulau kecil dan terluar. Pulau Sebatik merupakan salah satu lokasi perbatasan yang sangat strategis untuk dikembangkan dan karena alasan tersebut, lokasi ini menjadi salah satu lokasi dari SKPT. Pembangunan SKPT Sebatik secara tidak langsung diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap perkembangan kerjasama sosial ekonomi Malaysia -Indonesia (Malindo), karena pembangunan SKPT memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah perbatasan Malindo. Tujuan paper ini membahas pengaruh Pengembangan SKPT Sebatik terhadap dinamika kesepakatan kerjasama perdagangan lintas batas Indonesia dan Malaysia. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan menganalisa data primer dan sekunder yang bersumber pada observasi lapangan, wawancara dan dokumen-dokumen kesepakatan kerjasama. Kajian menemukan bahwa kebijakan pembangunan dan pengembangan SKPT Sebatik diperkirakan akan memberikan pengaruh positif terhadap kerjasama perdagangan lintas batas Indoensia Malayasi yang selanjutnya lebih dikenal Sosek Malindo. Pengembangan SKPT akan meningkatkan  nilai tawar posisi Indonesia dalam perundingan kerjasama sosial ekonomi Indonesia-Malaysia khususnya terkait perdagangan produk hasil perikanan lintas negara Indonesia dan Malaysia Tittle: The Dynamics of Border Trade Agreement between Indonesia – Malaysia and the Development Integrated Fishery Center ( SKPT) Sebatik in North KalimantanCross-country trade agreement between Malaysia-Indonesia has lasted more than 30 years since 1970s under The Border Trade Agreement (BTA) Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia. In 2015, the government  of Indonesia through the Ministry of Marine Affairs and Fisheries (KKP) had a policy for the economic development of the border areas for the development of the Integrated Marine and Fisheries Center (SKPT) on small and outermost islands. Sebatik Island is a very strategic border location to be. Therefore, Sebatik was chosen as one of the locations of the SKPTs. The Sebatik SKPT development will indirectly influence the development of Malaysian-Indonesian (Malindo) socio-economic cooperation.  the SKPT development raises a new economic growth center in the Malindo border region. The purpose of this paper is to discuss the effect of the Development of Sebatik SKPT on the dynamics of cross-border trade  agreements between Indonesia and Malaysia. The study uses qualitative method by analyzing primary and secondary data sourced from field observations, interviews and cooperation agreement documents. The study found that the development policy of the SKPT Sebatik is expected to have a positive influence on the cross-border Indonesian trade cooperation between Malaysia and Indonesia, which is later known as Sosek Malindo. The development of the SKPT will increase the bargaining value of Indonesia’s position in the Indonesia-Malaysia socio-economic cooperation negotiations, especially related to the trade of fishery products across Indonesia and Malaysia
PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP PENEMPATAN TERUMBU KARANG BUATAN DARI ANJUNGAN MINYAK (RIG TO REEF), STUDI KASUS DI PANTAI INDRAMAYU Umi Muawanah
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.307 KB) | DOI: 10.15578/marina.v3i1.6101

Abstract

Di sepanjang pantai Indonesia, ada sekitar 70 anjungan yang sudah tidak operasi berumur 20-40 tahun dan butuh dibongkar. Pembongkaran ini tidak murah dan dapat mencapai biaya 54 juta dolar amerika untuk satu anjungan. Solusi dari sektor Kalutan dan Perikanan adalah mengkonversinya menjadi terumbu karang buatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Keluatan dan Perikanan, Balitbang Kelautan dan Perikanan KKP telah melakukan kajian kelayakannya pengalihfungsian anjungan menjadi terumbu karang, Rig to Reef, pada tahun 2015. Paper ini meneliti bagaimana persepsi atau pendapat masyarakat terhadap penetapan lokasi calon Rig To Reef dan apa rekomendasi pemangku kepentingan setempat. Kajian ini dilakukan di Pantai Indramayu dimana salah satu anjungan pasca produksi yang siap untuk dibongkar dan dijadikan Rig To Reef (bila pemerintah Indonesia menghendakinya) adalah anjungan milik PHE ONWJ (Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java). Hasil dari kajian ini dalah bahwa beberapa hal yang penting dipertimbangkan dalam proses Rig To Reef adalah pelibatan masyarakat lokal sejak awal proses. Pemerintah daerah Indramayu merekomendasikan untuk meletakkan Rig To Reef di salah satu kawasan konservasinya yaitu di sekitar Pulau Biawak. 
ANALISIS KESIAPAN SENTRA KELAUTAN PERIKANAN TERPADU (SKPT) PULAU MOA SEBAGAI SENTRA PERIKANAN DI MALUKU BARAT DAYA Permana Ari Soejarwo; Umi Muawanah; Bayu Vita Indah Yanti
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.16 KB) | DOI: 10.15578/marina.v5i2.8084

Abstract

Pembangunan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Pulau Moa akan direalisasikan dengan adanya rencana Pengembangan infrastruktur serta sarana prasana pendukung kegiatan kelautan perikanan. SKPT berpotensi dalam meningkatkan kegiatan penangkapan dan pemrosesan perikanan di Maluku Barat Daya (MBD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan SKPT Moa sebagai salah satu sentra industri perikanan di pulau terluar Indonesia dengan metode deskritif kualitatif. Data dan informasi primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, wawancara mendalam dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Barat Daya, nelayan dan perangkat desa. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek yang diteliti pada kesiapan SKPT Moa meliputi kesiapan infrastruktur, sarana dan prasaran, kelembagaan, dan pemanfaatan sumber daya kelautan perikanan. Strategi persiapan SKPT Moa antara lain dengan: 1) Percepatan pembangunan infrastruktur SKPT Moa seperti listrik, air bersih, jalan, telekomunikasi, bandar udara dan pelabuhan; 2) Pembentukan dan penguatan kelembagaan non formal dan formal dalam pengelola aset produktif SKPT, 3) Percepatan dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan perikanan. Hal ini dipertimbangkan dari sisi alat tangkap dan armada, pelatihan dan pendampingan terhadap nelayan, serta komunikasi dan konsolidasi dengan pengelola WPP 714 di tingkat regional dan tingkat propinsi.Title: Readiness Analysis of The Integrated Marine and Fisheries Center (IMFC) in Moa Island as Fisheries Center in South West MalukuThe development of Integrated Marine and Fisheries Center (IMFC), so called IMFC in Moa Island will be realized through the ingrastructure establshement and supporting facilites supporting marine and fisheries activitites. IMFC has the potentisla to increase the capture fisheries and fish processing development in Southwest Maluku (Maluku Barat Daya, MBD). This study aims to analyse the readiness level of IMFC Moa as one of the fisheries industries center using qualitative descriptive method. Data was gathered thorugh field observation, in depth interview with fishers, fisheries offices at MBD and village officers. Secondary data was collected from relevant offices in MBD. The study analyses several aspects including infrastructure, facilities, governance, marine resource utilizstion. Several strategies to speed up the IMFC readiness are: 1) Acceleration of IMFC basic infrastructures such as electricity, clean water, road, telecommunicaiton, airport, and fishing ports;2) Development and Stregtherning the formal and non-formal finansial institution to manage IMFC productive assets; 3) Acceleration of optimal utilization of fisheries resources. This should considers the types of fishing gears and vessels, provide capacity buildings for the fisheres and smooth coordination with manager of the WPP institution at WPP 714 at regional and provincial level.