Yesi Dewita Sari
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

STATUS KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN BILIH DI DANAU TOBA (Tinjauan Aspek Ekonomi dan Sosial) Yesi Dewita Sari; Sonny Koeshendrajana
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2011): Juni (2011)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (973.845 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v6i1.5750

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Danau Toba dan faktor-faktor yang mempengaruhikeberlanjutan tersebut. Penelitian dilakukan pada tahun 2010 di beberapa tempat sentra pendaratan ikan bilih, antara lain: Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo dan Kabupaten Samosir. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, sedangkan analisis dilakukan dengan menggunakan Metode RAPFISH. Atribut ekonomi yang digunakan untuk mengetahui status keberlanjutan terdiri dari tingkat keuntungan, kontribusi perikanan terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, sifat kepemilikan sarana produksi,  tingkat subsidi, alternatif pekerjaan dan pendapatan bagi pelaku perikanan dan besarnya jangkauan pemasaran ikan bilih. Atribut sosial terdiri dari pertumbuhan komunitas nelayan, status konflik, tingkat  pendidikan, pengetahuan lingkungan, banyaknya penyuluhan dan keikutsertaan dalam kelompok. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya ikan bilih di Danau Toba kurang berkelanjutan baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun aspek sosial. Indeks keberlanjutan dari aspek ekonomi adalah 46,36% dan keberlanjutan dari aspek sosial adalah 31,27%. Status keberlanjutan dalam kategori kurang ini, mengharuskan adanya campur tangan dari pihak pengelola Danau Toba untuk menerapkan opsi pengelolaan yang dapat menjamin keberlanjutan ikan bilih yang di Danau Toba. Tittle: Sustainability Status of Bilih Fish Exploitation in Toba Lake (Review of Social and Economic Aspects)This study aims to asses sustainability status of the of Bilih Fish resources in the lake Toba and factors affecting the sustainability of this. Research was carried out in 2010 in several conters of Bilih Fish landing place, among others the districts of Simalungun, Toba Samosir, Dairi, Karo and Samosir. Primary and secondary data were used; while analysis was carried out using RAPFISH method. Economic attibute being used to asses sustainability status of the resource were profit, contribution of fisheries to gross domestic product (GDP), employment, nature ownership of production factors, level of subsidy employment and income alternatives and marketing. Social attributes consist of the growth of fishing communities, conflict status, education level, environmental knowledge, number of extention worker and participation in the group. Results show that the utilization of BIlih fish resource in Lake Toba are relatively unsustainable interms of economic and social aspects. Index of economic aspects sustainability in 46,36 % and social aspects sustainability in 31,27%. These indice indicate that the fisheries status was insustainable. This, inturn, needs intervention from Lake Toba mangement authority to manage in such away so that sustainability of Bilih fish are ensure.
MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Yesi Dewita Sari; Tridoyo Kusumastanto; Luky Adrianto
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2008): JUNI (2008)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.709 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v3i1.5843

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah hasil tangkapan ikan kerapu yang optimal dilihat dari segi ekonomi dengan tetap didasarkan pada keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya. Penelitian dilakukan di wilayah Kepulauan Seribu menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan nelayan yang melakukan penangkapan ikan kerapu dengan menggunakan alat tangkap pancing dan bubu. Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan, bupati dan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Data sekunder dianalisis selama 14 tahun mulai tahun 1990 sampai tahun 2004. Analisis bioekonomi dengan model surplus produksi perikanan yang dikemukakan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley digunakan dalam penelitian ini. Optimal pemanfaatan secara ekonomi pada pengelolaan sumberdaya perikanan kerapu di perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta adalah pada tingkat upaya penangkapan 82 unit setara dengan bubu, jumlah hasil tangkapan 29,94 ton per tahun dan manfaat ekonomi 747 juta rupiah per tahun. Tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan baik dilihat dari jumlah alat tangkap yang digunakan maupun hasil yang didaratkan telah menunjukkan kondisi tangkap lebih sehingga diperlukan kebijakan pemerintah untuk membatasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu tersebut. Tittle: Maximum Economic Yield of Grouper Resource in the Kepulauan Seribu, DKI JakartaThis research aimed to calculate groupers optimum exploitation in economic term based on resource sustainability. The research conducted at the Kepulauan Seribu using primary and secondary data. Primary data were collected from hookline and trap fishers using interview technique, while secondary data were collected from sub district, district and marine, fisheries and animal husbandry services of DKI Jakarta Province. Data series of 1990 to 2004 were also analyzed. Bioeconomic analysis with surplus production model developed by Clark, Yoshimoto and Pooley was used in this study. Optimum economic exploitation of groupers fishery management were 82 unit fishing effort, 29,94 ton per year productions and Rp 747.000.000 economic rent per year. Exploitation rate carried out by fishers at Kepulauan Seribu had indicated over exploitation so that government policy to limit the fishing effort should be imposed.
OPTIMALISASI PENGATURAN PERIKANAN LEMURU BERDASARKAN MEKANISME SUPPLY DAN DEMAND DI SELAT BALI Yesi Dewita Sari; Sonny Koeshendrajana; Benny Osta Nababan
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 1 (2009): juni (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1130.961 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i1.5815

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah alat tangkap yang dioperasikan pada perikanan lemuru di Selat Bali, yang didasarkan pada mekanisme keseimbangan supply dan demand. Pendugaan parameter biologi dilakukan menggunakan model CYP, pendugaan kurva supply menggunakan model Clark dan pendugaan kurva demand menggunakan model Salvatore. Hasil analisis menunjukkan bahwa keseimbangan supply dan demand terjadi pada tingkat harga Rp 5.889 dengan jumlah produksi 10.149 ton per tahun. Sementara itu, berdasarkan hasil survei diperoleh data bahwa harga ikan lemuru berkisar antara Rp 1.500 – 2.000 dengan rata-rata jumlah produksi (tahun 1990-2007) 30.254 ton dengan rata-rata upaya penangkapan 16.934 trip per tahun. Pada kondisi Maximum Sustainable Yield diperoleh maksimum jumlah tangkapan adalah 21.418 ton per tahun dengan jumlah upaya penangkapan 8.023 trip per tahun. Jumlah upaya penangkapan ini setara dengan 81 unit purse seine dengan asumsi setiap unit purse seine memiliki 99 trip per tahun. Mengacu kepada jumlah produksi pada kondisi MSY, maka dengan jumlah produksi 10.149 ton per tahun pada kondisi keseimbangan supply dan demand, hanya 38 unit purse seine yang diperlukan di Selat Bali. Kebijakan pembatasan jumlah upaya penangkapan di lokasi tersebut diharapkan mampu memulihkan sumberdaya ikan lemuru, dan dalam jangka panjang eksploitasi dapat dilakukan secara optimal. Tittle: Optimalization of Governing ‘Lemuru’ Fishery Based on the Supply and Demand Mechanism in the Bali Strait.This research aimed to know amount of fishing effort for capturing lemuru in the Bali Strait based on supply demand equilibrium. Biology parameters were estimated by using CYP model, supply curve was estimated using Clark model and demand curve wos estimated using Salvatore model. Results show that supply demand equilibrium is reached at Rp 5,889 of price and 10,149 MT per year of harvest. Based on survey, price of lemuru was around Rp 1,500 – 2,000 with average of harvest (1990-2007) was 30,254 MT per year. At maximum sustainable yield (MSY), maximum harvest were 21,418 MT per year and fishing effort 8,023 trip per year. Fishing effort at MSY were 81 unit purse seine assuming that one unit purse seine operated 99 trips per year. Based on fishing effort and harvested fish at the MSY, with 10,149 ton per years at the equilibrium point of supply and demand of that particular fish, it required 38 units of purse seine in the Bali Strait. Limiting number of fishing effort in the Bali Strait is to be expected by which enabling to recover lemuru required in the long-run optimal exploitation rate of the lemuru.
PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH GILI SULAT DAN GILI LAWANG Hakim Miftakhul Huda; Yesi Dewita Sari
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2010): DESEMBER (2010)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6719.336 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v5i2.5796

Abstract

Tingginya intensitas aktivitas penangkapan ikan telah menyebabkan degradasi sumber daya ikan pada beberapa daerah penangkapan ikan. Salah satu langkah untuk menjaga keberlanjutan dan meminimalkan degradasi sumber daya ikan adalah membentuk kawasan konservasi laut daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Gili Sulat-Gili Lawang, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian menggunakan metode valuasi ekonomi sumber daya untuk menganalisis gabungan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan total nilai manfaat KKLD Gili Sulat-Gili Lawang adalah Rp 8,99 milyar per tahun yang meliputi manfaat langsung dan tidak langsung. Hasil penelitian menunjukan pengelolaan terhadap KKLD ditinjau dari biaya, aktor atau pelaku dan aktivitas pengelolaan sampai saat ini belum optimal. Penelitian ini menyarankan perlunya menyusun strategi pengelolaan yang tepat untuk mengoptimalkan maksud dan tujuan dibentuknya KKLD. Tittle:  Utilization and Management of The Gili Sulat and The Gili Lawang Regional Marine Conservation Area.Highly intensive of fishing activities lead to degradation of fish resources in some fishing grounds. One effort to maintain sustainability of fish resources and minimize its degradation is to establish local marine conservation areas. This study aims to analyze utilization and management of Gili Sulat-Gili Lawang local marine conservation areas (or locally known as KKLD) in Wes Nusa Tenggara Province. This study applies economic valuation methods to analyze combination of primary and secondary data. Results of this study show that annual total benefit values of Gili Sulat-Gili Gili Lawang KKLD is IDR 8,99 billion which includes direct and indirect benefits. In terms of costs, actors and management activities, current management of KKLD is less optimal. Therefore, this study recommends to develop appropriate management strategies to optimize the purposes of KKLD establishment.
ANALISIS EFISIENSI KREDIT MODAL VENTURA UNTUK NELAYAN PERIKANAN TANGKAP (Studi Kasus Nelayan di Kabupaten Tegal) Benny Osta Nababan; Yesi Dewita Sari
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 1 (2010): Juni (2010)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5839.054 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v5i1.5792

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi relatif pemberian kredit modal ventura terhadap nelayan di Kabupaten Tegal yang melakukan penangkapan menggunakan alat tangkap cantrang. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk mengetahui efisiensi relatif nelayan penerima kredit ventura dibandingkan nelayan bukan penerima. Analisis juga dikembangkan dengan menggunakan 2 skenario yaitu maksimisasi output dan minimisasi biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan seluruh variabel input dan output, maka 6 dari 7 nelayan penerima kredit ventura efisien 100% dan hanya 2 nelayan responden tidak menerima kredit ventura yang memiliki efisiensi 100%. Berdasarkan skenario 1 dan 2, hanya 2 nelayan penerima kredit ventura yang mengalami efisiensi 100%; sedangkan yang lainnya berkisar antara 70% - 100%. Nelayan tidak menerima kredit ventura memiliki efisiensi < 70%. Pemberian kredit modal ventura dapat meningkatkan efisensi usaha perikanan tangkap terutama bagi nelayan yang melakukan penangkapan jauh dari pantai. Tittle: Efficiency analysis of Ventura Capital Credit for Fisher's Household (Case Study of Fishers in Tegal District)This research aimed to understand relative efficiency of the ventura credits to Tegal district's fishers whose cantrang fishing unit. This research used primary and secondary data and applied Data Envelopment Analysis (DEA) to find out relative efficiency of fisher who receive the ventura credit, and compare it with the fishermen without ventura credit. By using two scenarios of maximization output and minimization input, this research results show that using all output and input variables, six of seven fishers received ventura credit have a relative efficiency of 100% and only 2 fishers not received the ventura credit have relative efficiency 100%. Based on first and second scenarios, 2 fishers received ventura credit have a relative efficiency of 100% and others have a relative efficiency ranging from 70% to 100%. Fishers who are not received ventura credit have a relative efficiency less than 70%. Ventura credit enables to increase relative efficiency of fishers, especially for those who fishing beyond coastal area
ANALISIS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH (TEKNIK PENDEKATAN RAPFISH) Benny Osta Nababan; Yesi Dewita Sari; Maman Hermawan
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 2 (2007): DESEMBER (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (624.94 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i2.5868

Abstract

Penelitian keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah telah dilakukan pada tahun 2005 - 2006. Keberlanjutan perikanan tangkap ditentukan oleh interaksi beberapa aspek (dimensi) penting seperti dimensi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi dan hukum-kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status perikanan tangkap skala kecil dalam perspektif keberlanjutan menurut dimensi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi serta hukum-kelembagaan, serta mengidentifikasi kebijakan untuk mendukung keberlanjutan perikanan tangkap di Kabupaten Tegal. Teknik Rapfish adalah analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi status keberlanjutan perikanan tangkap di lokasi penelitian. Pada dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, dan hukum-kelembagaan di Kabupaten Tegal untuk semua alat tangkap yang diteliti dalam status kurang berkelanjutan baik untuk jaring rampus, bundes maupun payang gemplo. Studi ini menunjukkan bahwa dimensi ekologi merupakan dimensi yang memiliki skor paling rendah dengan skor kurang bahkan cenderung menjadi buruk dalam mendukung keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di perairan pantai Kabupaten Tegal. Studi ini juga berhasil mengidentifikasi atribut-atribut penting dan sensitif. Perbedaan status keberlanjutan berdasarkan alat tangkap di lokasi penelitian juga teridentifikasi dengan jelas berdasarkan atribut-atribut pendukungnya. Studi ini juga merekonfirmasi pentingnya keterpaduan aspekaspek bio-techno-socioeconomic dalam pengembangan pola pengelolaan perikanan. Tittle: Sustainability Analysis of Small Scale Fisheries in Tegal District of Central Java (a Fish Approach).The research on sustainability of small scale fisheries in Tegal district, Central Java has been carried out. Fishery sustainability is determined by several interacting factors, such as ecology, technology, social, economic and legal-institution. The objective of this study was to determine the sustainability status of small scale fishery according to ecological, technological, social, economic, and legal-institutional dimensions. The second objective was to identify policy promoting for the capture fisheries sustainability. Sustainability of fishery in the coastal area of Tegal district analyzed quantitatively by Rap fish technique. Fishing gears, such as Jaring Rampus, Bundes and Payang Gemplo weren’t in sustainable status from ecological, economic, technical and legal- institutional standpoints. The study showed that ecological aspect has the lowest score in order to support small scale fishery sustainability in the coastal water of Tegal. Differences in sustainability status are likely due to variations in main characteristic of the fisheries. Several sensitive attributes and recommendations in order to support fisheries sustainability, also identified in this study. This study reconfirms the need to apply comprehensive and integrated bio-technico-socioeconomic aspects in developing fisheries management.
OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KARANG HIDUP KONSUMSI (LIFE REEF FISH FOR FOOD / LRFF) DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE, SULAWESI SELATAN Benny Osta Nababan; Yesi Dewita Sari
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2007): JUNI (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1143.474 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i1.5859

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan dan menentukan tingkat optimal pemanfataan sumberdaya LRFF di perairan Kepulauan Spermonde. Penelitian ini dilakukan di perairan Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan model surplus produksi dengan fungsi pertumbuhan logistik. Model pengelolaan dilihat dari rezim maximum economi yield, maximum sustainable yield dan open access. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai biomas optimal pada rezim maximum economic yield (MEY) adalah 5.120 ton, tingkat produksi optimal adalah 1.047 ton dan jumlah effort (trip) optimal yang diperbolehkan adalah 284.792 trip. Pada rezim maximum sustainable yield (MSY) biomas, produksi dan upaya lestari adalah berturut-turut 4.154 ton, 1.107 ton dan 371.128 trip. Rezim akses terbuka biomas maksimum hanya 1.933 ton, produksi maksimum yang dapat diperoleh sebesar 790 ton dan jumlah trip maksimum yang diperbolehkan 569.584 trip. Rente ekonomi yang diperoleh jika menerapkan rezim MEY adalah Rp 41.587.148.882, rezim MSY adalah Rp 37.765.171.742 dan rezim open access adalah Rp.0. Pemanfaatan sumberdaya LRFF di Kepulauan Spermonde telah terjadi overfishing karena diketahui produksi aktual lebih tinggi daripada produksi optimal yang disarankan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan perikanan sumberdaya LRFF yang mengarah kondisi optimal agar dalam jangka panjang pemanfaatan sumberdaya LRFF tetap lestari. Tittle: Optimal Exploitation Of Life Reef Fish For Food (LRFF) In The Spermonde Islands Of South Sulawesi.This research aimed to understand about the LRFF resources exploitation rate and its optimal used in the Spermonde Islands. The research was conducted in Spermonde Island of South Sulawesi. This research was used surplus production model with logistic growth function. Management model of LRFF resources based on maximum economic yield, maximum sustainable yield and open access regimes. Results showed that optimal biomass, optimal production and optimal effort at maximum economic yield were obtained at 5.120 ton, 1.047 ton and 284.792 trip. Sustainable biomass, productions and effort at maximum sustainable yield were 4.154 ton, 1.107 ton and 371.128 trip. Maximum biomass, productions and effort at open access were 1.933 ton, 790 ton and 569.584 trip. Economic rent obtained if applying regime of MEY was Rp 41.587.148.882, regime MSY was Rp 37.765.171.742 and regime open access was Rp.0. Exploitation of LRFF at Spermonde Island had indicated over fishing, because actual productions was greater than optimal productions. Therefore, on optimal management of LRFF fisheries resource is required to ensure long-term sustainability of the LRFF
KURVA PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERIKANAN TANGKAP PERAIRAN UMUM DARATAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN Yesi Dewita Sari; Maulana Firdaus; Hakim Miftakhul Huda
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): DESEMBER (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.801 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i2.5832

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keseimbangan kurva penawaran dan permintaan produk perikanan tangkap perairan umum daratan di Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan pada tahun 2007 sampai dengan 2008. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pendugaan kurva penawaran menggunakan parameter biologi, parameter ekonomi, sedangkan pendugaan kurva permintaan menggunakan metode regresi dari beberapa variabel yang berpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan perairan umum daratan pada kondisi MSY ditinjau dari sisi jumlah produksi adalah 85,55% dan 82,32% jika ditinjau dari jumlah effort. Kurva penawaran berbalik kebelakang pada jumlah produksi 44.004 ton dengan tingkat harga Rp. 2.350 per kg. Perpotongan kurva penawaran dan permintaan terjadi pada tingkat harga Rp. 5.200 per kg dan jumlah produksi 32.597 ton. Perpotongan atau keseimbangan ini terjadi pada kurva penawaran setelah berbalik ke belakang. Peningkatan produksi secara terus menerus akan menyebabkan sumberdaya perikanan perairan umum tidak lestari. Implikasi kebijakan yang dapat disarankan adalah diperlukannya kebijakan pengelolaan dengan meningkatkan produksi ikan dari usaha budidaya. Tittle: Supply and Demand Curve of The Inland Fishery Product in Sumatera South ProvinceThis reseach aimed to know equilibrium of supply and demand of both curve inland fisheries resource in South Sumatera. Biological and economical parameter are used to estimated a supply curve, and regression method is used to estimate demand curve. Result showed that exploitation rate of inland fisheries resource at MSY are 85.55% of harvest and 82,32% of effort. Backward bending supply curve happened at 44,004 ton of harvest and Rp. 2,350 of price per kg. Supply and demand equilibrium happened at Rp. 5,200 of price per kg and 32,597 ton of harvest. This equilibrium happened at backward bending of supply curve. A continuing increase in production will level to unsustainable fishery production. Policy implycation could be addressed is the need for the management authority to increase fish production from aquaculture.
PENGELOLAAN PERIKANAN DEMERSAL DI LAUT ARAFURA: PENDEKATAN BIOEKONOMI Yesi Dewita Sari; Yusman Syaukat; Tridoyo Kusumastanto; Sri Hartoyo
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 13, No 1 (2018): JUNI 2018
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (891.308 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v13i1.6858

Abstract

ABSTRAKLaut Arafura merupakan salah satu perairan yang penting, sebesar 21% potensi ikan Indonesia terdapat di perairan Arafura yaitu 2,64 juta ton per tahun. Pemanfaatan sumber daya ikan demersal terutama udang di Laut Arafura telah dilakukan semenjak tahun 1970an oleh perusahaan dengan sistem joint venture. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat optimal pengelolaan sumber daya ikan demersal di Laut Arafura dan perubahan rente ekonomi setelah adanya kebijakan moratorium kapal asing di Indonesia yaitu pelarangan penggunaan kapal pukat dan kapal asing. Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu yang bersumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan PusatStatistik serta hasil-hasil penelitian yang relevan. Metode analisis data menggunakan model bioekonomi perikanan dengan model surplus produksi Walters dan Hilborn. Analisis kebijakan ekonomi meliputijumlah alat tangkap, jumlah investasi dan rente ekonomi maksimum. Jumlah produksi tertinggi terjadi ketika pengelolaan pada kondisi maksimum secara biologi; sedangkan jumlah alat tangkap tertinggiyang diperbolehkan ketika pengelolaan pada kondisi open akses menggunakan alat tangkap pancing rawai dasar, serta rente ekonomi tertinggi diperoleh ketika pengelolaan pada kondisi maksimum secara ekonomi menggunakan pancing rawai dasar. Kebijakan pemerintah terkait moratorium kapal perikanan asing, memberikan kesempatan lebih banyak untuk kapal perikanan Indonesia dalam melakukanpenangkapan ikan demersal di WPP 718. Jumlah kapal perikanan dengan menggunakan alat tangkap pancing rawai dasar dapat dikembangkan sampai 4 ribuan unit untuk memanfaatkan ikan demersal yangoptimal secara ekonomi, sehingga rente ekonomi maksimum dapat diperoleh sebesar 3,40 trilyun rupiah per tahun.Title: Management of Demersal Fishery in the Arafura Sea: A Bio-Economic ApproachABSTRACT Arafura sea is one of important fishing ground in Indonesia, contributing 21% of fisheries at about 2,64 million ton/year. Arafura’s demersal fishery has been exploited since 1970 by joint venture system.  This study aims to determine the optimum level of demersal fish management in Arafura Sea as well as the fluctuations of economic rent after the foreign fishing vessel moratorium in Indonesia. The studycollected time series data from 2001-2014 from Ministry of Marine and Fisheries, Statistics Indonesia and relevant researches. The data were analyzed using bioeconomic model, particularly Walters and Hilborn Model. Analysis of economic policy includes fishing gears, investments and maximum economic rents. The results show that the maximum production occurs when fisheries management is on maximum yield. The highest number of permitted fishing gear is reached when the management is on open access condition using the set longline, while the maximum economic rents are obtained when the managementis on maximum economic yield using the set long line. Foreign fishing vessel moratorium gives more  opportunity to Indonesian vessels to catch more demersal fish in WPP 718. The number of total optimum fishing vessel could be increased up to 4 thousand units in WPP 718 for demersal fishery in order reach optimum economic rent of 3.40 trillion rupiah per year.
PENGELOLAAN PERIKANAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG (KJA) DALAM UPAYA PENYELAMATAN DANAU MANINJAU Permana Ari Soejarwo; Sonny Koeshendrajana; Tenny Apriliani; Christina Yuliaty; Rismutia Hayu Deswati; Yesi Dewita Sari; Rahmadi Sunoko; Jaulim Sirait
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v12i1.10973

Abstract

Penyelamatan danau prioritas nasional merupakan amanat Presiden yang tertuang dalam Perpres No. 60 Tahun 2021. Danau Maninjau, yang merupakan salah satu danau prioritas, memiliki manfaat multiguna termasuk untuk budi daya karamba jaring apung (KJA), namun terancam keberadaannya akibat adanya pencemaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya penyelamatan Danau Maninjau dari dampak pencemaran air yang berasal dari kegiatan perikanan budi daya KJA. Data dan informasi primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, wawancara, focus group discussion (FGD) yang melibatkan camat, wali nagari, pengurus asosiasi budi daya KJA, ketua kelompok poklahsar; serta pengumpulan data sekunder yang berasal dari instansi terkait yang relevan dengan kegiatan penelitian ini. Data dianalisis secara deskriptif untuk menghasilkan rekonstruksi permasalahan terkait budi daya KJA di danau tersebut dan mengidentifikasi strategi penyelamatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tajam pencemaran Danau Maninjau dapat dihubungkan dengan peningkatan jumlah KJA dari 16.380 petak pada tahun 2014 menjadi 17.417 petak pada tahun 2021, yang ditandai dengan kematian ikan massal dan kerusakan lingkungan lainnya. Upaya pengelolaan danau dan KJA melalui kebijakan moratorium penambahan KJA baru dan penyediaan mata pencaharian alternatif bagi pembudi daya terdampak merupakan kebijakan yang tepat, namun harus dibarengi dengan tindakan pendukung yang relevan. Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan moratorium, pendataan KJA aktif melalui pemberlakuan Surat Keterangan Usaha atau bukti kepemilikan KJA merupakan langkah-langkah relevan yang diperlukan untuk mendukung pengendalian jumlah dan penataan KJA. Pemerintah Pusat, Daerah dan Nagari, dan harus diperankan secara efektif dan bertanggung jawab secara integratif dalam menyediakan sarana dan prasarana mata pencaharian alternatif prioritas bagi pembudi daya terdampak. Title: Management of Floating Net Cages (KJA) Aquaculture in an Effort To Save Maninjau LakeSaving effort of the national priority lake is the President’s mandate as stated in Presidential Regulation Number 60/2021. Maninjau Lake is included in the priority lakes with multipurpose benefits. One of the lake utilization is aquaculture activities in the form of Floating Net Cages (KJA). This study aims to analyze Maninjau Lake saving effort due to water pollution from Floating Net Cages (KJA) aquaculture activities. Primary data and information were collected through field observations, interviews, focus group discussions (FGD) with the Camat, wali nagari, management of the KJA cultivation association, head of the poklahsar group, as well as secondary data collection from relevant agencies related to this research activity. The data were analyzed descriptively in order to provide information about the general description of KJA cultivation and efforts to save Maninjau Lake. Based on previous study, from 2014 - 2021 there is an increase in the number of KJA from 16,380 plots to 17,417 plots which are suspected as the main source of pollution in the lake area and cause mass fish deaths and other environmental damage. One of the efforts to manage lakes and marine cages is through a moratorium policy on adding new marine cages. It is also expected that there will be socialization of alternative livelihoods for cultivators that affected by the policy. This decision has policy implications that must be carried out by both the Central and Regional Governments in terms of strictly monitoring the new KJA moratorium, collecting active KJA data by issuing a Certificate of KJA cultivation or proof of KJA ownership to support controlling the number of KJA, and arranging KJA. The Central, Regional and Nagari Governments are responsible integratively in providing priority alternative livelihood facilities and infrastructure for affected cultivators.