Lignoselulosa merupakan bahan organik alami yang paling banyak terdapat di bumi namun selama ini hanya fraksi selulosa yang dimanfaatkan secara komersial. Hal ini tentu menjadi tantangan sekaligus kesempatan baik bagi industri sabut kelapa di Indonesia untuk melakukan diversifikasi produk samping selain mengekspor produk mentahnya saja, namun juga berpotensi menghasilkan produk intermediate yang lebih bernilai ekonomi secara komersial melalui teknologi biorefinery. Tingginya kandungan lignoselulosa dalam sabut kelapa menunjukkan adanya potensi lain yang lebih efektif dan efisien apabila dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan lignoselulosa yang terkandung dalam sabut kelapa untuk menjadikannya sebagai high value-added products. Struktur kokoh dalam lignoselulosa yang secara alami melindungi partikel serat dari gangguan lingkungan, termasuk dapat menahan beban mekanis yang tinggi bahkan resisten terhadap degradasi kimia maupun enzimatis oleh mikroorganisme membuat pengembangan teknologi biorefinery menghadapi banyak tantangan. Karena itu disusunlah studi pra-desain pabrik fraksinasi lignoselulosa dari sabut kelapa dengan metode steam explosion yang dikombinasikan dengan alkali-acid delignification process. Proses ini mempermudah tahap isolasi komponen-komponen penyusun lignoselulosa (selulosa, hemiselulosa dan lignin) sehingga memungkinkan untuk dapat dimurnikan sebagai high value-added products dari turunan komoditas kelapa. Setelah preliminary techno-economic analysis dilakukan, diperkirakan kebutuhan investasi untuk membangun pabrik dengan kapasitas olah 33.000ton sabut kelapa/tahun adalah Rp 1,01 triliun dengan Laju Pengembalian Modal (IRR) sebesar 19%. Dengan potensi penerimaan hasil penjualan Rp 600-700 miliar/tahun, diperkirakan Durasi Pengembalian Modal (POT) dapat dicapai selama 8-9 tahun pada Break Even Point di angka 40%. Rancangan ini memerlukan waktu konstruksi lancar 3-5 tahun dengan umur rencana pabrik selama 20 tahun.