Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

ITIKAD BAIK PRA KONTRAK PERJANJIAN BANK DALAM PENERBITAN KARTU KREDIT BERDASARKAN PERBANDINGAN CIVIL LAW DAN COMMON LAW Dara Pustika Sukma
RECHTSTAAT NIEUW: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5 No. 2 (2021): Maret 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.13 KB) | DOI: 10.52429/rn.v5i2.70

Abstract

Masih ditemukan banyak terjadi perjanjian penerbitan kartu kredit antara bank penerbit kartu kredit (issuer bank) dengan cardholder yang tidak dilandasi itikad baik dalam pra kontrak atau proses negosiasi sebelum pengisian dan pengiriman aplikasi permohonan kartu kredit. Tidak adanya itikad baik pra kontrak dalam perjanjian tersebut dapat dilihat dari tidak dilaksanakannya kewajiban para pihak yang digunakan sebagai parameter pelaksanaan itikad baik dalam suatu proses pra kontrak yatitu duty to disclose dan duty to search. Secara konkret tidak adanya duty to disclose dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa banyak petugas pemasaran kartu kredit yang diterbitkan bank tidak memberikan penjelasan dan edukasi secara rinci, jelas, dan lengkap mengenai kartu kredit yang diajukan pemohon. Sedangkan tidak dilaksanakannya duty to search dapat dengan jelas dilihat bahwas sebagian besar cardholder bersifat apatis dan tidak mau mempelajari lebih dalam tentang kartu kredit yang akan diajukan kepada penerbit kartu kredit.
PEMBERLAKUAN DELIK ADAT DALAM HUKUM PIDANA NASIONAL Dara Pustika Sukma
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 3 No 10: Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v3i10.2522

Abstract

Mengetahui keberadaan hukum adat khususnya terkait penanganan delik adat di dalam hukum pidana nasional serta implementasinya setelah RUU-KUHP diberlakukan. Permasalahannya adalah belum jelasnya penanganan delik adat dalam peradilan pidana, yakni masih belum terdapat keseragaman prosedur penanganannya. Pemberlakuan delik adat bermanfaat untuk mengisi kekosongan hukum dalam menangani delik yang tidak diatur dalam KUHP sedangkan hukum adat mengaturnya sebagai delik adat. Pemberlakuan ketentuan hukum adat dalam hukum pidana semestinya memperhatikan beberapa aspek yakni: menentukan batasan-batasan berlakunya delik adat yang diakui eksistensinya, dalam hal ini disinkronkan dengan RUU-Masyarakat Adat, menentukan batasan delik adat yang dapat diakui sebagai suatu tindak pidana yang dapat diadili dengan peradilan pidana nasional, dan menentukan aspek hukum pidana formil mengenai proses pemeriksaan perkara delik adat.
PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENANGANAN KASUS PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAKS) UNTUK PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL Dara Pustika Sukma
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 3 No 9: Februari 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v3i9.2528

Abstract

Konsep restorative justice adalah alternatif yang populer di dunia untuk penanganan perbuatan melawan hukum (melawan hukum dalam arti formal) karena menawarkan solusi yang komprehensif dan efektif. Berkaitan dengan banyaknya kasus penyebaran berita bohong (hoaks) untuk pencemaran nama baik di media sosial, Kepolisian Republik Indonesia Surat Edaran (SE) No. SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudukan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Salah satu isi Surat Edaran tersebut adalah meminta penyidik memiliki prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara. Tulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Berdasarkan keadilan restoratif yang menjadi dasar penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif. Dalam penerapannya, restorative justice melibatkan masyarakat, korban serta pelaku kejahatan. Tujuan dari keterlibatan itu adalah agar tercapai suatu keadilan bagi seluruh pihak sehingga terciptanya keadilan bagi pelaku yang menyatakan kebebasan berpendapat. Atas dasar itu, tidak semua penyebar hoaks diproses hukum dengan cara menghadirkan ke persidangan untuk diberi hukuman yang setimpal atas apa yang diperbuat.
PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA DAN KORELASINYA DENGAN SOSIOLOGI HUKUM Dara Pustika Sukma
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 3 No 12: Mei 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v3i12.2576

Abstract

Dewasa ini perkembangan Hukum tidak akan pernah terelakan karena perkembangan zaman yang menuntut perkembangan masyarakat di Indonesia, akan tetapi dengan adanya perubahan yang tidak pernah terhenti ini menimbulkan berbagai permasaalahan baru lagi yang mempengaruhi keadaan masyarakat yang terkesan diperberat dengan adanya peraturan- peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang terkesan mementingkan beberapa pihak saja oleh karena itu Sosiologi Hukum sebagai ilmu yang lebih mengedepankan ilmu empiris atau fakta yang benar-benar terjadi di masyarakat dibutuhkan demi menganalisa hal apa saja yang terjadi dengan tujuan agar dapat menyelesaikan masalah yang timbul di masyarakat
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KORBAN KEJAHATAN PENIPUAN BERBASIS ONLINE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK SECARA VIKTIMOLOGI Annisa Hesti Kurniawati; Dara Pustika Sukma; Yulio Iqbal Cahyo Arsetyo
Jurnal Cakrawala Ilmiah Vol. 2 No. 9: Mei 2023
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Viktimologi mempelajari mengenai sebuah masalah korban kejahatan. Selain itu, penelitian korban, meneliti korban kejahatan, proses viktimisasi dan konsekuensinya untuk membuat kebijakan dan langkah-langkah pencegahan dan untuk menekankan kejahatan secara lebih bertanggung jawab serta tugas viktimologi adalah mengkaji jangkauan perlindungan korban dalam hambatan yang harus diberikan oleh lembaga penegak hukum dan negara kepada korban kejahatan tidak dapat dilakukan dan disini peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sangat dibutuhkan. Serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan perlindungan kepada korban tindak pidana penipuan berbasis online dengan menjatuhkan hukuman pidana kepada mereka yang melakukan penipuan. Ancaman pidana yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah pidana penjara dan denda. Selain itu, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga menawarkan perlindungan berupa penyelesaian sengketa kepada korban penipuan internet seperti halnya ini dibuktikan dengan adanya satuan peradilan pidana formal yang termuat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Hak korban yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diawali dengan hak untuk melaporkan tindak pidana penipuan kepada penyidik ​​atau penyidik ​​melalui internet.
PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DALAM PUTUSAN NOMOR PUTUSAN NOMOR 177/Pid.b/2022/PN.Skt Rizal Zaffier; Dara Pustika Sukma; Adhy Nugraha
Jurnal Pendidikan Dasar dan Sosial Humaniora Vol. 2 No. 8: Juni 2023
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keterangan seorang ahli dalam memberikan pendapatnya dari suatu tindak pidana dapat membuat tindak pidana tersebut yang awalnya tidak jelas menjadi jelas, seperti: Dokter dapat dimintai keterangan tentang keadaan seseorang, baik hidup maupun mati, yang diduga menjadi korban tindak pidana seperti pembunuhan, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain”. Adapun keterangan tertulis yang telah dibuat dan dikeluarkan oleh ahli, keterangan tertulis tersebut dapat dikatakan sebagai visum et repertum. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui peran visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana penganiayaan dalam Putusan Nomor Putusan Nomor 177/Pid.b/2022/PN.Skt ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini, jenis penelitian hukum normative digunakan untuk melihat kedudukan visum et repertum dalam tindak pidana penganiayaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa Data Sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun data tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan visum et repertum dalam tindak pidana penganiayaan dalam putusan Nomor 177/Pid.b/2022/PN.Skt, setidaknya terdapat tiga peran visum et repertum, yaitu: Peran visum et repertum sebagai alat bukti surat; Peran Visum et Repertum sebagai hubungan kausalitas dalam penganiayaan; Peran Visum et Repertum sebagai penentu apakah terjadi tindak pidana penganiayaan atau tidak.
UPAYA ADVOKASI PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN Dara Pustika Sukma
J-ABDI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 3 No. 2: Juli 2023
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jabdi.v3i2.6006

Abstract

Upaya Advokasi Perempuan Dan Anak Terhadap Perlindungan Korban Kekerasan. Adapun faktor pendorong sehingga penyuluhan ini dapat terkesan dengan baik adalah bahwa masyarakat yang pada awalnya tidak mengetahui tentang advokasi ini, namun setelah penyuluhan diberikan menunjukkan kepuasan mengenai Upaya Advokasi Perempuan Dan Anak Terhadap Perlindungan Korban Kekerasan. Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat ini merupakan tri darma ke tiga dari tri darma perguruan tinggi yang berupa penyuluhan hukum dalam bentuk ceramah tentang sosialisasi Upaya Advokasi Perempuan Dan Anak Terhadap Perlindungan Korban Kekerasan di Kantor Setda Kabupaten Wonogiri dan di ikuti dengan tanya jawab dan diskusi. Pencegahan segala bentuk kekerasan, serta melindungi korban kekerasan yang diakomodir melalui Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. diakibatkan oleh dua faktor, yaitu tidak adanya laporan masyarakat (unreported) yang akan menghambat efektivitas proses penegakan hukum serta apabila laporan masyarakat tidak mendapatkan penyelesaian secara tuntas (unsolved) dari aparat penegak hukum akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum tersebut