Sinta Fitriani
Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Respati

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN CATATAN KEHAMILAN DIGITAL SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN Chanty Yunie Hartiningrum; Sinta Fitriani
Jurnal BIMTAS: Jurnal Kebidanan Umtas Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bimtas: Jurnal Kebidanan Umtas
Publisher : LPPM Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35568/bimtas.v5i2.1861

Abstract

Latar belakang : Media dalam promosi kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mendukung keberhasilan proses pembelajaran sehingga lebih menarik perhatian dan materi yang disampaikan akan lebih mudah dipahami oleh sasaran saat mendapatkan pelayanan antenatal care. E-health merupakan penggunaan sarana elektronik atau teknologi digital untuk menyampaikan informasi, sumber daya, dan layanan yang terkait dengan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penggunaan Catatan Kehamilan digital sebagai media komunikasi dalam pelayanan kebidanan di Tasikmalaya. Metodologi penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode quasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah Desa Cikunir. Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan purposive sampling dimana terdapat 20 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan aplikasi kehamilan digital. Teknik analisis data menggunakan uji t karena data berdistribusi normal. Hasil penelitian : nilai signifikansi 0.000 < 0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata rata pengetahuan sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi catatan kehamilan (ada pengaruh penggunaan aplikasi catatan kehamilan terhadap peningkatan pengetahuan ibu hamil). Saran : Ibu hamil disarankan untuk meningkatkan upaya pencarian informasi kesehatan melalui berbagai cara salah satunya dengan memanfaatkan media berbasis android yang memiliki desain menarik dan praktis.
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA ULAR TANGGA PHBS DI SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA DI SD NEGERI MARGAMULYA KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016 sinta Fitriani; Fenty Agustini
JURNAL KESEHATAN BIDKEMAS RESPATI Vol. 8 No. 1 (2017): Februari 2017
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/bidkes.v8i1.116

Abstract

Hasil studi pendahuluan diperoleh data sekunder dari laporan tahunan Program Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir terjadi peningkatanangka kejadian anemia pada remaja putri. Data terakhir Tahun 2013,yaitu jumlah anemia tertinggisebanyak 24 orang (40%) dari 60 orang siswi, terdapat di Sekolah MA Athoriyah Cikatomas danSMA Serba Bakti Suryalaya Pagerageung. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan polamakan dan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di MA Athoriyah KecamatanCikatomas Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016. Manfaat penelitian ini berkontribusi dalamkeilmuan Gizi masyarakat dan Ilmu Perilaku dan menjadi dasar dalam penyusunan programperencanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja.Jenis penelitian ini kuantitatif dengan metode analitik, dan rancangan cross sectional.Populasi adalah seluruh siswi putri pada Athoriyah Cikatomas kelas X dan XI. Sampeldiambil dengan teknik Total Sampling, yaitu sebanyak 41 orang. Instumen menggunakankuesioner sebanyak 10 soal. Data diuji menggunakan analisis univariat dan bivariat denganuji Chi-Square.Hasil penelitian diperoleh hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia (p sama dengan 0,005), nilai OR sama dengan 17,600, artinya remaja putri dengan pola makan kurang baik memilikipeluang 17,6 kali mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putri yang polamakannya baik. Serta ada hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia (p sama dengan 0,031),nilai OR sama dengan 7,733, artinya remaja putri dengan pola menstruasi beresiko memiliki peluang7,733 kali mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putri yang pola menstruasinyatidak beresiko.Diharapkan remaja putri memperbaiki perilaku hidup sehat, diantaranya: merubah polamakan yang sehat dan berkualitas, mencegah anemia pada saat terjadi menstruasi denganmengkonsumsi tablet tambah darah, dan mencari informasi terkait penanggulangan anemiauntuk mempersiapkan kesehatan reproduksinya menjelang pernikahan dan proses kehamilan.Adapun bagi sekolah dan tenaga kesehatan lebih intensif memberikan pendidikankesehatan/penyuluhan tentang gizi dan anemia kepada remaja putri, melakukanpemeriksaan rutin kadar Hb dan pemberian tablet tambah darah (TTD) dan asam folat.
POLA KONSUMSI TABLET Fe PADA IBU HAMIL SERTA FAKTOR YANG MEMEPENGARUHINYA DI DESA CIKUNIRKECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA Hariyani Sulistyoningsih; sinta Fitriani; Dadan Yogasawara
JURNAL KESEHATAN BIDKEMAS RESPATI Vol. 8 No. 1 (2017): Februari 2017
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/bidkes.v8i1.118

Abstract

Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah diketahuinya pola konsumsi tablet Feibu hamil serta faktor yang mempengaruhinya di Desa Cikunir Kecamatan SingaparnaKabupaten Tasikmalaya sehingga kemudian dapat dibuat program yang dapatmeningkatkan konsumsi Fe pada ibu hamil (tidak hanya cakupan pemberiannya) yangpada akhirnya akan menurunkan risiko anemia pada ibu hamil. Target khusus daripenelitian ini adalah diketahuinya faktor yang mempengaruhi pola konsumsi tablet Fepada ibu hamil di Desa Cikunir Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.Kegiatan diawali dengan mengumpulkan seluruh ibu hamil trimester III yang berada diDesa Cikunir Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, yang kemudian akanmenjadi sampel dalam penelitian ini. Variabel yang diukur terdiri dari waktu pertamamendapatkan tablet Fe, jumlah tablet Fe yang telah dikonsusmi, cara mengkonsumsitablet Fe, serta pengetahuan tentang tablet Fe, sikap terhadap kesehatan, pendidikan,tingkat ekonomi, ketersediaan fasilitas kesehatan, dukungan dari bidan, dan dukungankeluarga.Alat ukur (instrumen) yang digunakan untuk mengumpulkan data pada masing-masingvariabel adalah kuesioner yang diwawancarakan. Data masing-masing variabelkemudian diolah dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk kemudiandianalisis sehingga dapat memberikan informasi yang lebih jelas tentang pola konsumsitabet Fe serta faktor yang mempengaruhinya. Data yang diperoleh diharapkan dapatmenjadi sumber informasi dalam menyusun program untuk meningkatan cakupankonsumsi tablet Fe pada ibu hamil sehingga risiko anemia pada ibu hamil dapatditurunkan yang pada akhirnya risiko perdarahan dan kematian pada ibu bersalin jugadapat diturunkan.
PERSEPSI DAN KEBIASAAN MASYARAKAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI IBU DAN BAYI DI DESA CIKUNIR KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2018 sinta Fitriani; annisa Rahmidini
JURNAL KESEHATAN BIDKEMAS RESPATI Vol. 10 No. 1 (2019): Februari 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/bidkes.v10i1.128

Abstract

Latar belakang : Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas SDM. Pemenuhan asupan gizi bagi ibu hamil dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi asupan gizi ibu hamil antara lain faktor pengetahuan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran persepsi ibu yang memiliki balita usia 12 – 23 Bulan di Desa Cikunir Kecamatan Singaparna tahun 2018. Metode penelitian :Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode deskriptif. Populasi dan sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 12 – 23 bulan di Desa Cikunir Kecamatan Singaparna yaitu 164 orang. Tehnik pengambilan sampel adalah total sampel dimana seluruh sasaran dijadikan sampel dalam penelitian. Instumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang mengukur persepsi dan kebiasaan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan gizi. Analisis data dilakukan dengan cara univariat yang disajikan dalam bentuk table distrubusi frekwensi dan dijelaskan secara narasi. Hasil penelitian: Mayoritas responden memiliki persepsi bahwa ibu hamil porsi makannya harus lebih besar yaitu 89 orang (54,3%), ibu hamil yang mengkonsumsi ikan beresiko akan mendapatkan anak dengan cacingan yaitu 78 orang (47,6%),ibu hamil yang mengkonsumsi kacang hijau akan memiliki anak dengan rambut yang tebal adalah 111 orang (67,7%), ibu hamil yang mengkonsumsi air es beresiko mendaptkan anak dengan berat badan besar yaitu 113 orang (68,9%),ibu hamil yang mengkonsumsi makanan pedas mendaptkan anak dengan muka dengan kemerah merahan yaitu 105 orang (64%), hamil yang mengkonsumsi air kelapa mudan akan mendapatkan anak yang berkulit putih dan bersih yaitu 117 orang (71,3%), Responden memiliki kebiasaan membuang ASI pertama karena dianggap basi yaitu 72 orang (43,9%), responden ibu memiliki kebiasaan memberikan MPASI sebelum bayi berusia 6 bulan yaitu 62 orang (37,9 %). Saran : Masyarakat lebih meningktkan upaya pencarian informasi kesehatan melalui berbagai aktifitas seperti penyuluhan dalam forum pertemuan masyaraat, media cetak maupun elektronik.
PEMBINAAN KADER POSYANDU WILAYAH KECAMATAN SINGAPARNA TAHUN 2017 sinta Fitriani; chanty Yunie
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 1 (2019): April 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v1i1.133

Abstract

Kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia, seperti meningkatnya derajat kesejahteraan dari status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar kelompok masyarakat dan antar daerah dengan tetap lebih mengutamakan pada upaya preventif, promotif serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk upaya 2 pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah menumbuh kembangkan Posyandu (Menkes RI, 2011:2). Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Sejak dicanangkannya Posyandu pada tahun 1986, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan serta umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna (Menkes RI, 2011:2-3). Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari oleh untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Posyandu bertujuan memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Ditinjau dari aspek kualitas ditemukan banyak masalah di posyandu, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai, cakupan kegiatan masih rendah, cakupan anak usia di bawah dua tahun masih di bawah 50%, sedangkancakupan ibu hamil hanya sekitar 20% (DepartemenKesehatan Rl, 2006). Masih sedikitnya jumlah posyandu mandiri saat ini menunjukkan belum optimalnya kinerja posyandu. Halini tampak dari strata posyandu di Indonesia (tahun2004) yakni 33,61% posyandu pratama, 39,86% posyandu madya, 23,62% posyandu purnama,dan posyandu mandiri (2,91 %). Berdasarkan data yang didapat dari profil Kabupaten Tasikmalaya Posyandu yang berada di Wilayah Kabupaten Tasikmalaya 2.282 unit, Posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Singaparna terdapat 40 posyandu tahun 2017. STIKes Respati sebagai satu-satunya sekolah tinggi ilmu kesehatan di Kabupaten Tasikmalaya memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi terhadap permasalahan terkait dengan kesehatan di Kabupaten Tasikmalaya melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi salah satunya dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu upaya nyata STIKes Respati adalah dengan melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan pendampingan Kader Posyandu sebagai upaya peningkatan status gizi untuk dapat membantu terwujudnya kesehatan masyarakat secara umum dan perbaikan status gizi secara khususnya. Tujuan kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan peran kader posyandu dalam menjalankan tugas kadernya baik di hari pelaksanaan maupun di luar hari pelaksanaan.
SOSIALISASI PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI SDN MARGAMULYA KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2018 sinta Fitriani; Fenty Agustini
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v2i1.148

Abstract

Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut seorang anak rentan terhadap masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dihadapi oleh anak usia sekolah pada dasarnya cukup kompleks dan bervariasi. Peserta didik pada tingkat Sekolah Dasar (SD) misalnya, masalah kesehatan yang muncul biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, sehingga isu yang lebih menonjol adalah perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cara menggosok gigi yang benar, mencuci tangan pakai sabun, dan kebersihan diri lainnya (Depkes RI : 2004) Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga setiap orang dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan di masyarakat. Pada tatanan sekolah terdapat 8 indikator untuk perilaku hidup bersih dan sehat yaitu : jajan di kantin sekolah, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban sehat, mengikuti kegiatan olahraga dan aktivitas fisik di sekolah, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, serta membuang sampah pada tempatnya (Depkes RI, 04. Pada era globalisasi ini banyak tantangan bagi peserta didik yang dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwanya. Tidak sedikit anak yang menunjukkan perilaku tidak sehat, seperti lebih suka mengkonsumsi makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula, garam, rendah serat, meningkatkan resiko hipertensi, diabetes, obesitas dan sebagainya. Siswa sebelum makan tidak mencuci tangan terlebih dahulu, sehingga memungkinkan masuknya bibit penyakit kedalam tubuh. Hal ini mengacu pada pemikiran Hamiyah dan Jauhar (2015) bahwa perilaku tidak sehat ini juga disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, seperti kurang bersihnya rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakatnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermiyanti (2016:14) bahwa Sekolah Dasar Bersih Sehat (SDBS) adalah Sekolah Dasar yang warganya secara terus-menerus membudayakan PHBS, dan memiliki lingkungan sekolah yang bersih, indah, sejuk, segar, rapih, tertib, dan aman. Menurut Panduan Pengembangan Model Sekolah Sehat di Indonesia (2009: 4), manfaat yang didapat dari program Sekolah Sehat antara lain: 1) bagi masyarakat yaitu sebagai tempat menghasilkan siswa yang mempunyai budaya hidup sehat dan aktif, 2) bagi pemerintah yaitu sebagai tempat pembelajaran yang dapat dijadikan percontohan bagi sekolah-sekolah lain karena diharapkan sekolah tersebut dapat menghasilkan sumber daya yang berkualitas, dan 3) bagi swasta atau dunia kerja yaitu dapat memberi peluang pada swasta untuk berperan dalam pengembangan Sekolah Sehat.( Proverawati dan E. Rahmawati : 2011) Kemendiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (2009: 9) menjelaskan bahwa standar Sekolah Sehat meliputi: 1) Standar fisik sekolah yang meliputi: Bangunan sekolah yang memenuhi pembakuan standar minimal Depdiknas, sekolah memiliki akreditasi dari pemerintah, minimal B, sekolah yang memenuhi persyaratan kesehatan (fisik, mental, lingkungan), sekolah yang memiliki pagar, sekolah yang memiliki ruang terbuka yang memadai untuk pembelajaran pedidikan jasmani, dan sekolah memiliki sertifikat hak milik (SHM). 2) Standar sarana prasarana meliputi: memiliki sarana prasarana untuk pendidikan kesehatan yang memadai, memiliki sarana prasarana untuk pendidikan jasmani, memiliki sarana prasarana penunjang kegiatan UKS, 3) Standar ketenagaan yang meliputi: memiliki guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, memiliki guru pembina UKS, memiliki kader kesehatan sekolah (dokterkecil, kader kesehatan remaja), 4) Standar peserta didik yang meliputi: memiliki derajat kesehatan yang optimal, tumbuh kembang secara optimal, dan memiliki tingkat kebugaran jasmani yang optimal. Program Sekolah Sehat perlu disosialisasikan dan dilakukan dengan baik melalui pelayanan kesehatan yang didukung secara mantap dan memadai oleh sektor terkait lainnya, seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan media massa. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Hamiyah dan Jauhar (2015:267) yang menyatakan bahwa sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran harus menjadi ”Sekolah Sehat”, yaitu sekolah yang dapat meningkatkan derajat kesehatan warga sekolahnya. Upaya ini dilakukan karena sekolah memiliki lingkungan kehidupan yang mencerminkan hidup sehat. Mengupayakan pelayanan kesehatan yang optimal, sehingga terjamin berlangsungnya proses pembelajaran dengan baik dan terciptanya kondisi yang mendukung tercapainya kemampuan peserta didik untuk berperilaku hidup sehat. Pendapat diatas sejalan dengan penelitian Irwandi (2016:492- 495) bahwa program sekolah berupa operasi semut, Sabtu bersih, upacara bendera, senam pagi, doa bersama, aubade dan UKS, merupakan kegiatan yang efektif untuk menumbuhkembangkan perilaku hidup sehat, yang melibatkan peran kepala sekolah, guru dan personil sekolah. (Hijjang, P : 2009) SD Negeri Margamulya merupakan salah satu sekolah dasar yang berada di wilayah Kecamatan Singaparna. Sekolah dengan jumlah siswa 225 orang. Kondisi lingkungan di sekolah tersebut adalah sebagai berikut : Sumber air bersih yang digunakan bersumber dari PDAM, akan tetapi kecukupan jumlah air tidak mencukupi kebutuhan pengguna. Jamban yang dimiliki di SDN Margamulya adalah 6 buah jamban untuk siswa tidak sesuai rasio dan tidak ada pemisahan antara jamban siswa laki laki dan perempuan. Selain itu terdapat 2 jamban untuk guru. Saluran pembuangan air limbah di sekolah tersebut langsung ke selokan belakang sekolah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru sekolah menyatakan bahwa di SDN Margamulya terdapat 1 buah ruang UKS akan tetapi program UKS tidak berjalan maksimal. Sekolah ini tidak memiliki kantin. Anak anak jajan diluar sekolah pada PJAS. Menurut guru belum ada aturan terkait jajan di sekolah tersebut. (Supriyani : 2017)
PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN KADER KESEHATAN SEKOLAH UNTUK MEWUJUDKAN PHBS SEKOLAH DI SDN MARGAMULYA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2019 Sinta Fitriani; Nisa Budianti; ii abdul hamid; laila yuanita; riska nuraida; Sabila Kamila
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 2 No. 1 (2020): April 2020
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v1i02.284

Abstract

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/kelompok dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Menurut Depkes RI (1997), Tujuan dari PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan siswa untuk hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran serta aktif siswa termasuk dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Munculnya sebagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS.Situasi kesehatan anak usia sekolah dan remaja pada saat ini berdasarkan data Riskesdas dan GSHS pada tahun 2017, anak sekolah usia dasar kondisi kesehatan lebih terkait pada PHBS danGizi yaitu Stunting, Kurus, Gemuk, Anemia, Kecacingan, Sarapan dengan mutu rendah, Kurang makan sayur dan buah, Tidak menggosok Gigi minimal dua kali sekali, makan makanan berpenyedap, tidak mencuci tangan pakai sabun, dan BAB tidak di jamban.Banyaknya masalah kesehatan pada usia sekolah dasar ini mengakibatkan rentannya mereka terhadap berbagai Penyakit, dengan demikian maka di bentuklah Kader Kesehatan Cilik Sekolah (KKCS). Peran kader kesehatan cilik disekolah dasar dibentuk untuk pemberdayaan siswa dimana kader kesehatan cilik mampu melakukan peran mampu membuat siswa/i terlibat beraktivitas dan berpartisipasi dengan modal semangat sosial,kondisi siswa yang kemungkinan besar kurang peduli terhadap kesehatan maka tugas dari kader kecil ini mengajak mereka yang kurang peduli terhadap prilaku hidup bersih dan sehat di sekolahnya. Kemudian kader kecil kesehatan ini dituntut mempunhai pengetahuan lebih mengenai prilaku hidup bersih dan sehat di sekolah suapaya mampu mengajak dan menerapkan prilaku tersebut di sekolah mereka.1
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMBENTUKAN KADER TANGGAP STUNTING SEBAGAI UPAYA DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN STUNTING DI DESA CIKUNIR KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2019 Sinta Fitriani; Hariyani Sulistyoningsih; Erwina Sumartini; Ade Rahmat; amalia siti zahra; agung NN; MUHAMMAD JAMALUDIN; Risma n; nina Nurjanah
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 2 No. 1 (2020): April 2020
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v1i02.287

Abstract

Latar belakang program ini adalah Stunting (kerdil) merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. (Kemenkes RI : 2018)Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya didapatkan bahwa wilayah Kecamatan Singaparna merupakan salah satu wilayah dengan prevalensi stunting pada bulan Februari tahun 2019 yaitu sebanyak 136 balita dengan status gizi sangat pendek dan 444 balita dengan status pendek. Dari 5 Desa Cikunir prevalensi kejadian stunting paling tinggi dengan 26 balita dengan status gizi sangat pendek dan 113 balita dengan ststus gizi pendek. Potensi kegiatan pemberdayaan di wilayah Desa Cikunir sangat besar, hal ini dikarenakan Pemerintahan Desa Cikunir sangat kooperatif dan focus pada kegiatan kesehatan salah satunya adalah issue stunting dan ODF. Dalam kegiatan Kabupaten sehat Bupati Tasikmalaya14menyampaikan lokasi khusus untuk permsalahan stunting adalah wilayah Kecamatan Singaparna. Selain itu potensi lain yang memungkinkan untuk dapat menjadi pendukung program adalah ketersediaan kader aktifyang terdistribusi di 12 posyandu.Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak Jangka Pendek meliputi Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian; Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal, pada anak tidak optimal; dan peningkatan biaya kesehatan. Dampak Jangka Panjangyang timbul : Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya); Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya; Menurunnya kesehatan reproduksi; Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.Dalam penanganan stunting, Pemerintah Indonesia merumuskan 5 pilar penanganan stunting. Pada Pilar ke 4 berisi tentang Mendorong Kebijakan Akses Pangan Bergizi; Dalam rangka intervensi penanganan stunting di 2018, disasar 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pun terlibat aktif dalam upaya menekan angka stunting. Ragam penanganan stunting yang berhubungan dengan intervensi spesifik dan sensitif terkait stunting terwadahi lewat Peraturan Menteri Desa tentang Pemanfaatan Dana Desa. Lewat peraturan yang dikeluarkan tersebut, Warga Desa bisa terlibat aktif menghadirkan aneka kegiatan yang berhubungan upaya penanganan stunting. Kehadiran Dana Desa telah membangun 6.041 Pondok Bersalin Desa (Polindes), penyediaan 32.711unit air bersih, 82.356 unit sarana Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Berhasil pula membangun 13.973 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), 21.357 unit bangunan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).Berdasarkan hal tersebut, tim pengusul telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk mewujudkan Pemodelan DEBASTING (Desa Bebas Stunting) melalui pemberdayaan perempuan dan pendekatan budaya di Desa Cikunir Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.
UPAYA PENINGKATAN PERSONAL HIGIENE ORGAN REPRODUKSI PEREMPUAN SANTRI PONDOK PESANTREN UMMUL QURO SALOPA Hariyani Sulistyoningsih; Sinta Fitriani
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 2 No. 02 (2020): Oktober 2020
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v2i02.303

Abstract

Kesehatan reproduksi remaja merupakan kondisi kesehatan yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Masalah kesehatan reproduksi pada usia remaja merupakan salah satu masalah penting dalam siklus kehidupan. Perilaku hidup sehat sejak usia dini merupakan salah satu upaya dalam menciptakan sumber daya manusia yang produktif dan berkualitas di masa yang akan datang. Remaja perlu dibekali informasi tepat mengenai kesehatan reproduksi dan berbagai faktor yang mungkin memengaruhinya agar remaja tidak melakukan hal-hal yang berisiko memberikan efek negatif terhadap kesehatan organ reproduksinya. Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan remaja, khususnya santri putri di SMAIT Ummul Quro Salopa tentang personal higiene organ reproduksi perempuan. Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan dengan metode ceramah dan tanya jawab menggunakan media powerpoint. Setelah mengikuti kegiatan ini sasaran mendapatkan informasi mengenai organ reproduksi perempuan, fungsi dan cara perawatannya serta masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada organ reroduksi perempuan. Dukungan teman sebaya, orang tua dan guru/ pihak sekolah dibutuhkan dalam mendorong dan mengingatkan remaja untuk dapat menerapkan personal higiene khususnya yang berkaitan dengan kesehatan organ reproduksi.
PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN DUTA ANTI ROKOK PADA KOMUNITAS SAKA BAKTI HUSADA DI SMK KESEHATAN X KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2019 Sinta Fitriani; Mitha Mutiara Nurdin; Hesti Adzani Ramadhanti; ai Wulandari; Iqbal Subekti; Nurhasanah Nurhasanah; Intania Fildatan Yusup
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 2 No. 02 (2020): Oktober 2020
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v2i02.313

Abstract

Di Indonesia, merokok meningkatkan resiko kematian 1,3-8,2 kali diantara penderita penyakit kronik. Merokok juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi orang yang berbeda di sekelilingnya. Resiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya dari pada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (WHO, 2008). Sekolah Menengah Kejuruan X yang berada di kota Tasikmalaya. Hasil dari survey pendahuluan yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut : sebagian besar siswa diperoleh informasi pubertas dan permasalahan remaja dari teman sebayanya yaitu 87,3%,.Permasalahan remaja yang diperoleh adalah siswa laki-laki sebagian besar merokok (73,2%). Dan 90% siswa telah memilik pacar serta rata-rata telah melakukan aktifitas praseksual seperti pegangan tangan pelukan serta ciuman. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah menyatakan bahwa di sekolah tidak ada kegiatan PIKR (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) yang dibina oleh pihak puskesmas. Dari hasil survey tersebut penulis memfokuskan meyelesaikan masalah merokok pada remaja laki-laki. Karena permasalahan remaja laki-laki yang merokok sangat besar. Untuk itu penulis membuat sebuah program untuk mengurangi dan memberantas yang merokok di SMK X. program ini bertujuan untuk menciptakan generasi muda bebas rokok dengan cara membuat Komunitas Remaja Anti Rokok.