Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Editorial: Tema Teologi Publik di Tengah Krisis Pakpahan, Binsar J
Theologia in Loco Vol 2 No 1 (2020): Theologia in Loco
Publisher : STFT Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.377 KB)

Abstract

Editorial
Membuang Undi Menemukan Pemimpin: Analisis Plus Minus Sistem Undi Pemilihan Pemimpin Dalam Kisah Raja Saul Jhon Marthin Elizon Damanik; Binsar Jonathan Pakpahan
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja Vol 4 No 2 (2020): Oktober 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Abdiel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37368/ja.v4i2.155

Abstract

Penelitian ini menganalisis kisah 1 Samuel 8-10 tentang pemilihan pemimpin melalui proses undi dalam kisah pemilihan raja Saul dengan menggunakan metode penelusuran historis kritis dan kritik teks. Goral adalah metode pengambilan keputusan melalui undi yang sudah umum dilakukan dalam dunia Barat Daya Kuno (BDK). Metode pelemparan undi dapat berbeda-beda, namun umumnya hasilnya dapat diterima ketika beberapa persiapan sebelum pengambilan keputusan sudah terpenuhi. Berbagai pemilihan melalui undi memerlukan berbagai persiapan yang harus dipenuhi seperti prasyarat, metode, dan siapa yang melakukannya. Dalam Perjanjian Lama, pembagian tanah di Yosua 18 dan pembagian tugas para imam di 1 Tawarikh 24 memperlihatkan keberhasilan pengambilan keputusan melalui undi berdasarkan indikator penerimaan oleh semua pihak. Artikel ini akan menerangkan makna dan proses goral dalam pemilihan Raja Saul yang memang diterima oleh sebagian besar rakyat Israel, namun kemudian tidak direstui oleh Allah. Hasil penelitian ini adalah bahwa pemilihan Saul melalui undi memang memberikan kepuasan bagi bangsa Israel yang menginginkan seorang raja, namun tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Tuhan, Samuel, atau bahkan Saul sendiri.
Editorial: Tema Teologi Publik di Tengah Krisis Binsar J Pakpahan
Theologia in Loco Vol 2 No 1 (2020): Theologia in Loco
Publisher : STFT Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.377 KB) | DOI: 10.55935/thilo.v2i1.188

Abstract

Editorial
Sistem Ladang Gilir Balik Sebagai Ekoteologi Masyarakat Dayak Sterra Helena Mathilda; Binsar Jonathan Pakpahan; Sandro Hasoloan Tobing
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.150

Abstract

Makalah ini bermaksud untuk membangun sebuah ekoteologi dari sistem ladang gilir balik (ladang berpindah) masyarakat Dayak. Sistem ladang gilir balik adalah teknik menanam padi yang memerhatikan faktor berikut: memilih lahan, menebas, menebang, membakar, menugal, hingga menuai. Sebagai aktivitas pertanian, sistem ladang gilir balik sering disalahpahami oleh pemerintah dan masyarakat modern sebagai sebuah aktivitas yang merusak lingkungan. Tetapi, melalui metode kualitatif deskriptif, dibantu dengan analisis Robert P. Borrong dan Daniel P. Scheid, penelitian ini menemukan bahwa sistem ladang gilir balik adalah sebuah kearifan lokal yang bisa digunakan untuk membangun sebuah teologi yang berdasar kepada kepedulian ekologi. Borrong memberikan fokus penting pada isu ekoteologi kontekstual, dan Scheid menggunakan dialog kosmologis sebagai sebuah pola pikir hidup bersama antarciptaan, baik antara manusia dan nonmanusia. Ladang gilir balik adalah narasi kehidupan masyarakat Dayak peladang di Kalimantan untuk memaknai relasi antarciptaan. Sebuah ekoteologi kontekstual yang menghargai alam sangat diperlukan tengah krisis ekologi. Pendekatan ekoteologi kristiani akan memperlihatkan bahwa narasi masyarakat lokal di Indonesia memiliki nilai penghargaan akan alam.
Analisis Kritis Liturgi Perjamuan Kudus Huria Kristen Batak Protestan Binsar Jonathan Pakpahan
Indonesian Journal of Theology Vol 2 No 1 (2014): Edisi Reguler - Juli 2014
Publisher : Asosiasi Teolog Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.863 KB) | DOI: 10.46567/ijt.v2i1.79

Abstract

The liturgy of the Eucharist is a communal rite that becomes a very important foundation of the theological construction of the church. The church must have a good foundation of the Eucharist as a place where they can encounter God as a community. As a result, the theology that comes from this encounter will encourage the church to act out in her theology in the world. In 2014, Huria Kristen Batak Protestan (Protestant Batak Christian Church/HKBP) is trying to reformulate their church order. This research encourages HKBP to look at their theology of the Eucharist more seriously. By using a critical analysis towards the HKBP liturgy of the Eucharist, this paper shows the inconsistency between the HKBP church documents view on the Eucharist. The inconsistency is caused by the different times of the writing of the documents, which were never synchronized.
TINJAUAN ATAS SPIRITUALITAS HKBP DARI SUDUT PANDANG SPIRITUALITAS LUTHER DAN GEREJA-GEREJA LUTHERAN Ezra Yosua Bonifacius Manullang; Binsar Jonathan Pakpahan
Jurnal Amanat Agung Vol 17 No 2 (2021): Jurnal Amanat Agung Vol 17 no. 2 Desember 2021
Publisher : STT Amanat Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47754/jaa.v17i2.498

Abstract

Makalah ini bertujuan untuk menelusuri pemahaman gereja Huria Kristen Batak Protestan mengenai spiritualitas berdasarkan dokumen teologisnya. Pemahaman spiritualitas HKBP, yang tidak bisa dilepaskan dari ciri kehidupan kristiani akan dianalisis dari pemahaman spiritualitas Martin Luther dan gereja-gereja Lutheran. Karena HKBP adalah anggota dari Lutheran World Federation, pertanyaannya adalah apakah HKBP memiliki pemahaman spiritualitas yang sama dengan pemahaman Martin Luther dan gereja Lutheran? Melalui analisis dokumen teologis dan historis, makalah ini menemukan bahwa pemahaman spiritualitas HKBP tidak sepenuhnya mengadopsi pemahaman spiritualitas Martin Luther atau gereja-gereja Lutheran. Salah satu penyebabnya adalah kedatangan para zendeling yang berasal dari berbagai latar belakang teologis, yang membuat HKBP bahkan memiliki ciri spiritualitas yang pietis.
Membangun Teologi Alteritas Heteronom: Upaya Mengentaskan Sisa-Sisa Stigma Anti-Tionghoa di Indonesia Alvian Apriano; Binsar Jonathan Pakpahan
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.533

Abstract

Abstract. This study aims to build a theological construction that can help erase anti-Chinese stigma in Indonesia post-1998, so religious people, especially Christians, become more sensitive about ethnic discrimination. The discrimination against ethnic Chinese in Indonesia has occurred for a long time, usually because of their capability to control the market and business. Their success in business impacts hatred and racism and turns into an anti-Chinese stigma. The research uses qualitative study on the philosophy of heteronomous alterity, and builds a theological framework on the theory of heteronomous alterity in positivistic philosophy. The theological framework will remove the anti-Chinese stigma in Indonesia. This study concludes that the theology of heteronomous alterity can help decrease anti-Chinese stigma by appreciating trinitarian relations and accepting the other as they are.Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun konstruksi teologi yang dapat membantu menghapus stigma anti-Tionghoa di Indonesia pasca 1998, sehingga umat beragama khususnya Kristen menjadi lebih peka mengenai diskrimasi etnis. Sudah sejak lama, masalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia terjadi, yang biasanya karena kelihaian mereka menguasai pasar dan bisnis. Hal ini berdampak pada kebencian yang bersifat rasialis dan menubuh ke dalam stigma anti-Tionghoa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif yang berbasis pada analisis filosofi alteritas heteronom. Teori alteritas heteronom dalam filsafat positivistik dijadikan sebagai kerangka berpikir teologis untuk melepas stigma anti-Tionghoa di Indonesia. Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa teologi alteritas heteronom dapat membantu menghapus stigma anti-Tionghoa melalui penghayatan relasi trinitarian dan penerimaan orang selain dirinya sebagaimana adanya.
Aspek Eskatologis dalam Ekaristi sebagai Dasar untuk Membangun Masa Depan Bersama di Masyarakat yang Majemuk Binsar Jonathan Pakpahan
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 1, No 1 (2017): J.VoW Vol. 1 No. 1 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36972/jvow.v1i1.2

Abstract

Harapan atau ketakutan akan masa depan membuat orang melakukan berbagai hal di masa kini, yang positif maupun negatif. Bayangan masa depan sering kali menghantui sikap dan identitas seseorang di masa kini. Politik identitas yang terjadi akibat perkembangan filsafat postmodern membawa politik ketakutan yang melawan kemajemukan. Bagaimana kita bisa memiliki landasan teologis yang kuat dalam ekspektasi masa depan, dengan tetap memelihara perilaku positif akan masa kini? Bagaimana kita bisa membangun harapan bersama di tengah masyarakat majemuk? Makalah ini akan membahas bagaimana kita bisa membangun harapan masa depan dimulai dari mengingat masa lalu dan mengaktualisasikannya dalam identitas masa kini. Dalam teologi Kristen, identitas dan proses mengingat tidak pernah dapat dipisahkan, seperti yang ditunjukkan oleh Israel. Pusat dari perayaan ingatan ada dalam Ekaristi, di mana kita mengingat Kristus dan kehidupannya di masa lalu, sambil berharap akan pertolongan Allah di masa depan. Dengan ingatan sekaligus harapan ini, komunitas orang percaya dapat membangun masa depannya tanpa ketakutan akan ketidakpastian masa depan atau trauma yang dialami di masa lalu.
Mencari Definisi Kehadiran Antar-Subjek yang Bermakna di Ruang Digital Binsar Jonathan Pakpahan
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual Vol 4, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/b.v4i1.219

Abstract

We need to re-define what is presence, especially in the frequent use of digital rooms and encounters during the Covid-19 pandemic. The article argues that meaningful presence in the digital rooms could be understood through Martin Heidegger idea in the metaphysics of presence and and Jacques Derrida's critique on it. Heidegger states that Dasein must think and analyze his or her thrownness in the world presence, so the presence is not an accidental event. Dasein also builds a relationship with other Dasein. Meanwhile, through the critique of the metaphysics of presence Derrida helps us to understand the signs and traces of presence that comes to us in his discussion on speech and text. By constructing an imagined discussion between both philosophers in the context of our question, the article will build an argument that meaningful presence between subjects can be achieved in the digital space. AbstrakDalam penggunaan pertemuan di ruang digital yang menjadi salah satu mode pertemuan di masa pandemi Covid-19, kita perlu memberi definisi ulang mengenai apa itu kehadiran. Makalah ini akan berargumen bahwa kehadiran yang bermakna di ruang digital bisa dipahami melalui lensa berpikir metaphysics of presence yang diajukan oleh Martin Heidegger dan Jacques Derrida. Heidegger mengatakan bahwa kehadiran tidak boleh menjadi sebuah proses yang tidak sengaja dan harus menjadi relasi yang membuat Dasein (subjek) menyadari keterlemparannya dalam ruang dan waktu. Derrida akan membuat kita menyadari akan tanda dan jejak kehadiran yang datang kepada kita dalam pembahasannya mengenai speech (ucapan) dan text (teks). Melalui kombinasi pemikiran keduanya, tulisan ini menunjukkan bahwa kehadiran antar-subjek yang bermakna bisa dicapai dalam ruang digital.
Teologi Ingatan Sebagai Dasar Rekonsiliasi Dalam Konflik Binsar Jonathan Pakpahan
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 12 No. 2 (2013): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (447.753 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v12i2.107

Abstract

Abstrak: Dengan semakin majunya teknologi “memori,” sekarang dunia menghadapi cara baru untuk menyelesaikan ingatan-ingatan traumatis- nya. Kecenderungan (trend) baru menunjukkan bahwa mengingat, dan bukan melupakan, adalah langkah penting untuk menyelesaikan konflik menuju rekonsiliasi sejati. Teologi Kristen menawarkan kesempatan untuk mengalami kesembuhan dari ingatan yang menyakitkan dalam anamnesis dalam perayaan Ekaristi. Tiga orang teolog dari latar belakang berbeda membantu merumuskan bagaimana mengingat dapat terjadi dalam proses rekonsiliasi. Johann Baptist Metz meminta kita untuk meng- ingat mereka yang menderita. Alexander Schmemann mengatakan bahwa letak ingatan ada dalam Ekaristi. Miroslav Volf meminta ingatan yang jujur dalam proses mengingat. Penyembuhan dapat terjadi ketika meng- ingat dilakukan dengan jujur dan ingatan tersebut dibawa menjadi milik komunal, yang akhirnya membebaskan individu dari ingatan pahitnya. Kata-kata Kunci: Mengingat, ingatan, rekonsiliasi, konflik, memori, lupa, memaafkan, Ekaristi, komunal, Perjamuan Kudus. Abstract: Innovations in technology of “memory” has brought the world to find new ways to resolve its traumatic experiences. A new trend shows that remembering, and not forgetting, is an important step towards con- flict resolution and true reconciliation. Christian theology offers a chance for healing painful memories in the Eucharist’s anamnesis. Three theolo- gians from different backgrounds have helped construct how remem- brance can be used in a reconciliation process. Johann Baptist Metz asks us to remember those who suffer. Alexander Schmemann tells us that the place of memory is in the Eucharist. Miroslav Volf asks for a process of remembering truthfully. Healing happens when we remember truthfully, and remembrance becomes a communal memory, which in turn, will release individuals from his/her bitter memory. Keywords: To remember, remembrance, reconciliation, conflict, memory, to forget, to forgive, Eucharist, communal, Eucharistic Celebration.