p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Borobudur
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

DARI 7 KEAJAIBAN DUNIA KE WARISAN DUNIA: URGENSI KAMPANYE BOROBUDUR SEBAGAI WARISAN DUNIA Nahar Cahyandaru
Borobudur Vol. 1 No. 1 (2007): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.148 KB) | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v1i1.42

Abstract

Borobudur adalah sebuah monumen yang sangat fenomenal dan menjadi simbol kebesaran bangsa Indonesia. Keagungan Borobudur bagaimanapun sulit dinilai karena tingginya nilai-nilai estetika, budaya, seni, arsitektur, hingga spriritual.
DEVELOPMENT OF DIGITAL MONITORING METHODOLOGY Nahar Cahyandaru; Brahmantara Brahmantara
Borobudur Vol. 1 No. 1 (2007): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1121.073 KB) | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v1i1.44

Abstract

-
BAHAN TRADISIONAL TEMBAKAU DAN CENGKEH SEBAGAI KONSERVAN BCB KAYU Nahar Cahyandaru
Borobudur Vol. 2 No. 1 (2008): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2491.344 KB) | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v2i1.50

Abstract

-
Kajian Undang-undang Cagar Budaya 2010 dari Sudut Pandang Pengelolaan World Heritage Nahar Cahyandaru
Borobudur Vol. 4 No. 1 (2010): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v4i1.76

Abstract

-
KONSERVASI MATERIAL ORGANIK TER-ARANG PADA EKSKAVASI SITUS BENCANA VULKANIK TAMBORA Nahar Cahyandaru
Borobudur Vol. 7 No. 2 (2013): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v7i2.112

Abstract

Artefak hasil penggalian pada Situs Tambora yang berasal dari bahan organik yang telah menjadi arang sangat mudah mengalami kerusakan selama proses ekskavasi. Diperlukan metode konservasi material yang dapat menjawab permasalahan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi lingkungan situs, dan mengetahui kondisi material yang terekspos oleh lingkungan, serta kecepatan kerusakannya, dan untuk mengetahui cara transportasi temuan dari situs sebelum tindakan konservasi. Penelian ini juga dilakukan untuk mengetahui hasil konsolidasi material menggunakan bahan Paraloid B-72 dengan beberapa jenis pelarut dan cara aplikasi, serta bahan konsolidan PEG 400. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi material yang terekspos cepat mengalami kerusakan. Pada awalnya terjadi penurunan kadar air dalam material. Seiring dengan penurunan kadar air ini, material menjadi semakin rapuh dan mudah rusak. Pada hari pertama telah terjadi keretakan pada material dan semakin rapuh sehingga pada hari ke-2 material patah. Hari ke-3 jumlah bagian yang patah semakin banyak, dan pada hari ke-4 sampel yang patah sudah sulit ditangani (sulit dipindah dan diukur tanpa mengalami kerusakan). Cara transportasi artefak dari situs untuk dikonservasi dengan membungkus sampel dengan plask wrap, dan menempatkan dalam kotak plastik yang lembab merupakan cara yang cukup baik. Material yang dikonsolidasi dengan Paraloid menunjukkan peningkatan kekerasan dan tidak rapuh setelah dikeringkan. Jumlah pengolesan dapat meningkatkan efekvitas konsolidasi dan penurunan kadar air. Namun metode ini perlu dikembangkan lagi untuk mendapatkan metode yang sesuai dan hasil yang optimal, karena masih ada indikasi keretakan. Konsolidasi dengan PEG menghasilkan material yang cukup keras dan stabil. Metode ini cukup baik, namun cara aplikasinya harus dilakukan dengan cara perendaman sehingga agak sulit diterapkan di lapangan. Metode ini perlu dikembangkan agar dapat lebih aplikatif di lapangan.
Penerapan NDT (Non-Destructive Testing) untuk Analisis Pelapukan Cagar Budaya Menggunakan Alat XRF: Studi Kasus Candi Mendut Nahar Cahyandaru
Borobudur Vol. 8 No. 2 (2014): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v8i2.131

Abstract

Cagar budaya merupakan tinggalan budaya yang bernilai tinggi sehingga sangat penting untuk dilestarikan. Cagar budaya umumnya dijumpai dalam jumlah yang sangat terbatas dan telah mengalami pelapukan. Usaha konservasi material diperlukan untuk mempertahankan kelestariannya. Konservasi yang dilakukan memerlukan analisis sebagai dasar tindakan. Mengingat pentingnya cagar budaya maka sangat dibutuhkan metode pengujian yang bersifat tidak merusak bendanya (non-destruktif). Metode pengujian non-destruktif yang dikenal antara lain XRF (X-Ray Fluorescene). Kajian ini menguji penerapan alat XRF untuk memahami pelapukan cagar budaya, subjek yang dikaji adalah Candi Mendut. Hasil kajian menunjukkan bahwa analisis dengan alat XRF menghasilkan data yang relatif akurat, cepat, dan mudah dilaksanakan di lapangan. Berdasarkan kandungan silika dalam sampel, batu-batu Candi Mendut belum mengalami pelapukan yang serius, kecuali bagian bilik dalam yang telah mengalami pelapukan dengan tingkat yang bervariasi. Pelapukan batu bilik diperkirakan akibat aktivitas mikroba karena tingginya kandungan phospat dan sulfat dalam batu. Pelapukan pada dinding bagian luar yang cukup banyak diamati adalah terbentuknya endapan garam, penggaraman yang terjadi merupakan proses pengendapan garam silikat dan karbonat dengan kation yang dominan adalah kalsium. Pertumbuhan organisme pada permukaan batu terjadi pada batu jenis-jenis tertentu dengan komposisi yang berbeda. Batu yang ditumbuhi organisme mengandung besi, kalium, dan phospor yang relatif rendah karena unsur-unsur tersebut merupakan nutrisi bagi metabolisme organisme. Udara tercemar turut mempengaruhi pelapukan batu Candi Mendut, ditandai dengan kandungan sulfur pada batu-batu candi. Namun kandungan tersebut belum menunjukkan adanya gejala pelapukan yang signifikan. Kandungan sulfur dalam endapan garam juga relatif rendah sehingga dampak udara tercemar tidak mempengaruhi penggaraman. Berdasarkan pengolahan dan interpretasi data yang dilakukan maka permasalahan pelapukan Candi Mendut dapat dipahami dengan lebih baik. Hasil analisis permasalahan pelapukan ini dapat menjadi acuan dalam pengambilan tindakan konservasi yang diperlukan.
Monitoring dan Evaluasi Hasil Pemugaran Gapura Royal Palace Angkor Thom Kamboja Nahar Cahyandaru
Borobudur Vol. 9 No. 1 (2015): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v9i1.161

Abstract

Pemerintah Indonesia pernah berperan dalam pelestarian cagar budaya di tingkat internasional, yaitu melalui misi ITASA (The Indonesian Technical Assistance for Safeguarding Angkor) untuk melakukan pemugaran di kompleks Royal Palace Angkor Thom Kamboja. Program ini berjalan dengan sukses karena berhasil menyelesaikan pemugaran tiga gapura (1995-2000). Kesuksesan program ini karena menerapkan teknologi lokal yang digabungkan dengan pengalaman pemugaran di Indonesia, serta melibatkan masyarakat lokal sebagai bentuk transfer pengetahuan dan teknologi (Sedyawati, dkk, 2000). Keberhasilan ini perlu dimonitor dan dievaluasi sebagai pertimbangan untuk melaksanakan kembali proyek serupa untuk meningkatkan peran Indonesia di tingkat regional. Metode yang dilakukan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pemugaran Gapura Royal Palace Angkor Thom Kamboja ini adalah survei lapangan untuk mendata kondisi kerusakan dan pelapukan pada bangunan yang telah dipugar dalam proyek ITASA. Untuk mengetahui persepsi dan apresiasi mengenai proyek yang pernah dilaksanakan, serta harapan tindak lanjut maka dilakukan survei responden dan kunjungan ke APSARA Authority. Selain itu juga dilakukan beberapa kunjungan ke beberapa proyek internasional yang sedang berjalan. Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian ini adalah hasil pemugaran Indonesia melalui proyek ITASA yang telah berumur kurang lebih 15 tahun saat ini masih dalam kondisi yang baik. Beberapa permasalahan yang terjadi masih dalam batas yang wajar karena material candi yang memiliki kerentanan dalam kondisi lingkungan yang ada. Tingkat pengetahuan masyarakat kamboja dan staf APSARA terhadap proyek yang pernah dilaksanakan Indonesia cukup baik, sedangkan wisatawan asing sangat rendah. Sistem informasi yang ada perlu ditingkatkan untuk memberikan informasi kepada penunjung secara efektif. Secara umum masyarakat dan wisatawan memberikan apresiasi yang cukup baik terhadap hasil pemugaran oleh Indonesia. Dukungan terhadap bantuan internasional pada pemugaran situs-situs di Angkor termasuk oleh Indonesia cukup tinggi. Proyek pelestarian yang dilaksanakan oleh masyarakat internasional dari berbagai negara masih berlangsung secara intensif hingga saat ini. Pemerintah Kamboja dan APSARA Authority masih berharap adanya proyek dari masyarakat internasional.
Indonesian Essential As Biocidesin Traditional-Based Artefact Consertvationstudy: A mini Review Nahar Cahyandaru; Sri Wahyuni; Yudhi Atmaja Hendra Purnama
Borobudur Vol. 11 No. 1 (2017): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v11i1.166

Abstract

Banyak minyak atsiri memiliki aktivitas biosida, seperti antijamur, antibakteri, dan insektisida. Aktivitas biosida tersebut tergantung pada senyawa aktif dalam minyak dan spesies mikrobanya. Penelitian tentang penerapan minyak atsiri sebagai biosida banyak dikembangkan di berbagai bidang. Praktik kehidupan tradisional untuk pengawetan bahan menggunakan produk alami yang mengandung minyal atsiri di temukan di banyak wilayah di Indonesia. Di Jawa, larasetu (dikenal sebagai akar wangi) dimasukkan ke dalam lemari kain untuk melindungi kain dari serangga dan jamur. Ekstrak cengkeh (yang dicampur dengan tembakau) biasa digunkan sebagai larutan pembersih dan pelindung untuk rumah kayu tradisional di Jawa Tengah bagian utara. Masih banyak contoh lain dari penggunaan produk tradisional untuk memelihara peralatan sehari-hari. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menggali potensi minyak atsiri Indonesia sebagai bahan konservan yang unggul. Minyak atsiri dari bahan alami memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan pelestarian artefak, walaupun masih dibutuhkan penelitian yang intensif. Hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan di Laboratorium Balai Konservasi Borobudur menunjukkan prospek yang menjanjikan. Minyak daun cengkeh secara ilmiah terbukti sebagai antijamur dan antirayap pada konsevasi artefak kayu (Cahyandaru, 2010). Minyak lada dan minyak sereh juga efektif untuk konservasi artefak kayu, dimana sifat antijamur dan antirayapnya telah terbukti secara ilmiah (Haldoko, 2014). Minyak atsiri sereh (Cymbopogon nardus L) memiliki aktifitas positif untuk mematikan jamur yang tumbuh pada batu andesit (Riyanto et al., 2016). Penelitian lain masih berlangsung untuk antijamurkerak (lichene) menggunakan minyak cengkeh, minyak pala, dan minyak kunyit.
KONSERVASI KAYU GAPURA MAJAPAHIT DI KABUPATEN PATI Dwi Astuti; Nahar Cahyandaru; Mujiharja Mujiharja
Borobudur Vol. 11 No. 2 (2017): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v11i2.173

Abstract

Naskah kajian ini disusun dalam rangka kegiatan konservasi Gapura Majapahit di Pati. Kajian ini disusun dengan maksud sebagai bagian penting dalam tahap tindakan konservasi yang menurut Undang-undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui berbagai permasalahan konservasi yang terjadi, mengetahui efektivitas metode yang dipilih beserta dampak negatif yang mungkin muncul, serta mengevalusi pelaksanaan konservasi dan hasil-hasilnya. Tindakan konservasi Gapura Majapahit telah dilaksanakan menggunakan tahapan kerja yang sesuai. Permasalahan konservasi yang dianalisis meliputi keberadaan sisa-sisa bahan konservan terdahulu, noda lilin dari lebah, bekas penanganan kayu keropos, pertumbuhan organisme, dan vandalisme. Metode konservasi yang digunakan telah dipilih dan diuji untuk memastikan efektivitas serta tidak menimbulkan dampak negatif. Konservasi dengan bahan-bahan kimia yang digunakan diharapkan dapat bertahan lebih lama sehingga tidak perlu pengulangan-pengulangan yang terlalu sering. Tindakan rutin yang diharapkan terus dilakukan ke depan adalah pembersihan secara manual terhadap permukaan dan lingkungan sekitarnya. Rekomendasi yang perlu disampaikan untuk tindakan ke depan adalah perlunya dilakukan tindakan konservasi dan penataan koleksi lepas. Selain itu juga perlu dilakukan perkuatan bagian ornamen yang miring, karena dikhawatirkan dalam jangka panjang akan semakin miring dan membahayakan.
PENGGUNAAN LITIUM SILIKAT SEBAGAI KONSOLIDAN ANORGANIK PADA BATU BATA MELALUI UJI PEMBUATAN MORTAR Farida Farida; Nahar Cahyandaru; Nuryono Nuryono
Borobudur Vol. 12 No. 1 (2018): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v12i1.181

Abstract

Penggunaan litium silikat hasil sintesis dari litium hidroksida dan silika sebagai konsolidan pada batu bata telah dipelajari melalui uji pembuatan mortar. Litium silikat disintesis melalui proses sol gel pada temperatur 70 °C dengan menggunakan bahan baku litium hidroksida (LiOH) dan fumed silica (SiO2) dengan rasio mol 4:1. Konsolidasi dilakukan dengan cara mencampur serbuk batu bata dengan larutan litium silikat 10% b/v. Karakterisasi hasil konsolidasi dilakukan dengan penentuan komposisi kimia menggunakan X-ray Fluorescence (XRF) dan pengukuran kekerasan mortar dalam skala Mohs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa litium silikat berhasil disintesis dengan rendemen 22,78% dan kadar Si (35,78±0,21)%. Kemampuan konsolidasi litium silikat pada batu bata ditunjukkan dengan sifat fisik mortar yang sama dengan batu bata sebelum dikonsolidasi. Sifat fisik tersebut meliput warna merah bata, kekerasan 2-3 skala Mohs di kisaran 0,61-1,49 GPa), dan kandungan Si meningkat 2,13% dibandingkan batu bata sebelum dikonsolidasi.