Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGARUH KONSENTRASI GULA DAN Enterobacter aerogenes ADH43 PADA PRODUKSI BIOHIDROGEN DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DENGAN METODE SEPARATE HYDROLYSIS FERMENTATION (SHF) Siregar, Anggi Mopri Sahata; Pantjajani, Tjandra; Liasari, Yusnita
CALYPTRA : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol 3, No 1 (2014): CALYPTRA : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya
Publisher : University of Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Biohidrogen adalah salah satu sumber energi terbarukan yang menjanjikan karena merupakan sumber energi yang ramah lingkungan. Onggok merupakan limbah padat industri tepung tapioka yang memiliki kandungan pati sebesar 65,4% dari berat totalnya. Proses hidrolisis pati menggunakan enzim α-amilase dan glukoamilase untuk menghasilkan glukosa. Selanjutnya glukosa dapat digunakan oleh bakteri penghasil hidrogen sebagai susbtrat fermentasi untuk memproduksi biohidrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi onggok sebagai substrat, pengaruh konsentrasi gula dari hidrolisat onggok, dan Enterobacter aerogenes ADH43 untuk menghasilkan yield biohidrogen/glukosa paling tinggi dengan menggunakan metode Separate Hydrolysis Fermentation (SHF). Onggok digiling dan diayak sehingga menghasilkan tepung onggok berukuran 140 mesh. Tepung onggok ini kemudian digelatinasi pada suhu 90-1000C dan selanjutnya diliquifaksi dengan menggunakan enzim α-amilase. Hasil liquifaksi berupa bubur disakarifikasi dengan menggunakan enzim glukoamilase selama 48 jam, kemudian ditambahkan substrat lalu disterilisasi pada suhu 1100C dan tekanan 1,5 atm selama 10 menit. Media hasil sterilisasi ini difermentasi dengan menggunakan Enterobacter aerogenes ADH43. Variabel dalam penelitian ini adalah konsentrasi gula dari hidrolisat onggok sebesar 1,5%; 3,0%; dan 4,5% (b/v%) dan Enterobacter aerogenes ADH43 sebesar 5%, 10%, dan 15% (v/v%). Yield biohidrogen/glukosa paling tinggi didapat dari variasi konsentrasi gula dari hidrolisat onggok 3,0% dengan konsentrasi Enterobacter aerogenes ADH43 10%, yaitu sebesar 2,8317.
Karakterisasi Enzim Pemecah Pati dari Malt Serelia Phieter, Alvina Cornelia; Chrisnasari, Ruth; Pantjajani, Tjandra
Keluwih: Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 1 No. 1 (2020): Keluwih: Jurnal Sains dan Teknologi (February)
Publisher : Direktorat Penerbitan dan Publikasi Ilmiah, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (772.814 KB) | DOI: 10.24123/saintek.v1i1.2773

Abstract

Abstract- Starch-degrading enzymes not only can be found in bacteria and fungi, but also in plants. Some plants that produce starch-degrading enzymes are germinated grain of sorghum, maize, and mung bean. pH and temperature are factors that can affect the activity of enzyme. Effect of pH and temperature to starch-degrading enzyme activity of these 3 cereal grains are reported in this research. Grain of sorghum, maize, and mung bean were germinated for 2 days and dried to produce malt. Enzymes from these 3 different malts were extracted using 7 buffers with different pH (4.5, 5, 5.5, 6, 6.5, 7) . Buffer that produced highest enzyme activity based on degradation of starch as a substrate (iodine-starch method) and based on formation of reducing sugars as products (DNS method) would be used for determining the effect of temperatures (20 °C, 30 °C, 40 °C, 50 °C). Effect of pH and temperatures to enzyme activity from 3 different malts tend to be fluctuating. Sorghum malt had the highest enzyme activity per gram malt based on degradation of starch activity test. Estimated enzyme activity of sorghum malt was 103,82 mg.g- 1.min-1. Maize malt had the highest enzyme activity based on formation of reducing sugars activity test. Estimated enzyme activity of maize malt was 13.08 mg.g-1.min-1. Keywords: amylase enzyme, sorghum malt, maize malt, mung bean malt, pH temperature Abstrak- Enzim pemecah pati dapat diperoleh dari tanaman selain dari bakteri dan fungi. Beberapa jenis tanaman yang memiliki enzim pemecah pati adalah biji sorgum, jagung, dan kacang hijau yang berkecambah. pH dan suhu merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas dari enzim. Pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim amilase dari ketiga jenis biji ini akan diamati dalam penelitian ini. Biji sorgum, jagung, dan kacang hijau dikecambahkan selama 2 hari dan dikeringkan untuk menghasilkan malt. Enzim dari ketiga jenis malt ini akan diekstrak menggunakan 7 buffer pH berbeda yaitu buffer pH 4,5; 5; 5,5; 6; 6,5 dan 7. Buffer yang menghasilkan nilai aktivitas enzim tertinggi berdasarkan degradasi substrat pati (metode pati-iodin) dan berdasarkan pembentukan produk gula reduksi (metode DNS) akan digunakan lebih lanjut untuk melihat pengaruh suhu yaitu suhu 20 °C, 30 °C, 40 °C, dan 50 °C. Pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim ketiga jenis malt cenderung fluktuatif. Malt sorgum memiliki nilai aktivitas enzim per gram malt tertinggi berdasarkan uji aktivitas degradasi substrat pati (metode pati-iodin) yaitu 103,82 mg.g-1.min-1 dan malt jagung memiliki nilai aktivitas enzim per gram malt tertinggi berdasarkan uji aktivitas pembentukan gula reduksi (metode DNS) yaitu 13,08 mg.g-1.min-1. Kata kunci: amylase enzyme, sorghum malt, maize malt, mung bean malt, pH temperature
Kefir Susu Nabati dengan Penambahan Kulit Pisang Tanduk (Musa Paradisiacal Var. Corniculata) Priscilla, Vina; Pantjajani, Tjandra; Irawati, Fenny
Keluwih: Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 1 No. 1 (2020): Keluwih: Jurnal Sains dan Teknologi (February)
Publisher : Direktorat Penerbitan dan Publikasi Ilmiah, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.244 KB) | DOI: 10.24123/saintek.v1i1.2780

Abstract

Abstract – Non dairy milk contains high protein and carbohydrate, low fat, and free lactose. Even more, banana peel has a potential as prebiotic because it contains 33% fructooligosaccharides (FOS). Banana peel was usually being thrown away although it still had good content. That would be a potential resource to make a non dairy kefir from it. This research aimed to know the effect on changes of fermentation parameters, the results of organoleptic tests, and the best treatment in making non dairy kefir with addition of Tanduk banana peel. The results showed that the parameters of total sugar, lactic acid, pH, TAT, viscosity, ethanol, number of yeast and LAB tests were significantly different in each sample even though not all samples were significantly different on reducing sugar. The results of organoleptic tests showed that non dairy kefir without the addition of Tanduk banana peel was the most preferred kefir with quite sweet and sour taste, not alcoholic, less sour and quite unpleasant aroma, a yellowish white color, quite thick consistency, and not bitter aftertaste. The best treatment based on the effective-index method was non dairy kefir with the addition of 5% Tanduk banana peel. Keywords: kefir, tanduk banana, non dairy milk Abstrak – Susu nabati memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi, rendah lemak, serta tidak mengandung laktosa. Kulit pisang berpotensi sebagai prebiotik karena mengandung 33% fructooligosaccharides (FOS). Kandungan gizi kulit pisang dan susu nabati yang baik serta keinginan memanfaatkan kulit pisang Tanduk yang biasanya dibuang menjadi alasan untuk membuat kefir susu nabati dengan penambahan kulit pisang Tanduk. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh terhadap perubahan parameter fermentasi, hasil uji organoleptik, dan perlakuan terbaik dalam pembuatan kefir susu nabati dengan penambahan kulit pisang Tanduk. Penelitian ini mengunakan metode rancangan acak lengkap dengan variasi kadar kulit pisang Tanduk yang ditambahkan 0%, 5%, dan 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter gula total, asam laktat, pH, TAT, viskositas, etanol, jumlah khamir dan BAL, terdapat perbedaan signifikan pada setiap sampel, sedangkan pada parameter gula reduksi tidak semua sampel mengalami perbedaan signifikan. Hasil uji organoleptik kefir susu nabati tanpa penambahan kulit pisang Tanduk merupakan kefir yang paling disukai dengan karakteristik rasa yang cukup manis, cukup asam, tidak beralkohol, aroma kurang asam dan cukup langu, berwarna putih kekuningan, menghasilkan aftertaste yang tidak pahit, serta memiliki konsistensi cukup kental. Perlakuan terbaik berdasarkan metode indeks efektivitas adalah kefir susu nabati dengan penambahan kulit pisang Tanduk 5%. Kata kunci: kefir, pisang tanduk, susu nabati
Faktor Penting Preferensi Konsumen Pada Water Kefir Teh Ashitaba Kusumastuti, Benedicta Ratih; Pantjajani, Tjandra; Kusumawardhany, Prita Ayu; Widjaja, Lanny Kusuma; Iswadi, Hazrul; Dewi, Ardhia Deasy Rosita
MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana) Vol. 4 No. 1 (2022): JUNE
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24123/mpi.v4i1.4902

Abstract

Preferensi konsumen terhadap sebuah produk perlu diperhatikan khususnya untuk produk yang masih jarang beredar di masyarakat seperti kefir air (water kefir). Pada penelitian ini, pembuatan water kefirmenggunakan bahan dasar berupa serbuk ashitaba (Angelica keiskei). Tanaman ashitaba banyak dibudidayakan di Indonesia namun sedikit pemanfaatannya. Ashitaba memiliki banyak manfaat seperti antihipertensi, antistroke, dan kaya akan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penting penentu preferensi konsumen terhadap water kefir teh ashitaba menggunakan kuesioner daring dengan metode Principal Component Analysis (PCA) serta mengetahui pengaruh dari variasi konsentrasi serbuk ashitaba dan lama perebusan terhadap aktivitas antioksidan water kefir teh ashitaba. Hasil analisis dengan metode PCA didapatkan beberapa faktor, dari faktor yang terpenting hingga faktor yang dianggap kurang penting bagi konsumen dalam membuat keputusan untuk membeli water kefir teh ashitaba. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas antioksidan, kandungan vitamin C, dan total bakteri asam laktat dengan skor berturut-turut 0,854; 0,816; dan 0,778. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi serbuk teh ashitaba (5 dan 10%) dan lama perebusan (2, 5, dan 8 menit) terhadap aktivitas antioksidan dari water kefir teh ashitaba. Hasil uji aktivitas antioksidan yang didapat dari nilai inhibisi terhadap DPPH yaitu sebesar 55,57±0,56% didapat dari konsentrasi serbuk teh ashitaba 10% b/v dan lama perebusan 8 menit.
Aspek Gizi dan Fungsional Tepung Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L) Merr) : Kajian Pengeringan Menggunakan Fluid Bed dan Cabinet Dryer Erawati, Christina Mumpuni; Retanubun, Adeola Angela; Pantjajani, Tjandra
Jurnal Kesehatan Indonesia Vol 14 No 3 (2024): Juli 2024
Publisher : HB PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33657/jurkessia.v14i03.974

Abstract

Dayak onion is a type of medicinal plant that grows in several areas and has been used for generations to cure various diseases in Kalimantan, Indonesia. Dayak onion contains bioactive compounds such as phenolic, flavonoids, saponins, tannins and naphtoquinones which can act as antioxidants, anti-microbials, and anti-inflammatories. Currently the application of Dayak onions is still rare even though it has many benefits. This study aims to characterize nutritional and functional aspects of dayak onion flour with various drying temperature using fluidized bed dan cabinet dryer. The research design used is factorial design. The characterization of Dayak onion flour carried out was yield, moisture content, ash, protein, fat, concentration of IC50, WHC and OHC. Microbial contamination tests carried out included ALT, E.coli, and mold. In the research results, the best nutrition and functional aspect of Dayak onion flour was drying with temperature 40? in the cabinet and fluidized bed dryer. Determination of the best results is taken based on the De Garmo test where the two samples have the highest value of effectiveness in each method. The best concentration of IC50 is Dayak onion flour using the cabinet dryer with a temperature of 35? that was 3703,43 ppm. In addition, no growth of E.coli and mold bacteria was found and the number of bacterial colonies was still classified as safe when compared to the SNI for cassava flour so that dayak onion flour was safe against microbial contamination.
Analisis Fisikokimia, Sensori, dan Mikrobiologi Produk Cookies Tepung Beras Cokelat Germinasi (TBCG) Erawati, Christina Mumpuni; Pantjajani, Tjandra; Alfaniah, Rahel
Jurnal Kesehatan Indonesia Vol 15 No 2 (2025): Maret 2025
Publisher : HB PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33657/jurkessia.v15i02.1046

Abstract

Some people experience health problems eating food products with wheat flour as the raw material. Brown rice sprouts or brown rice can be an alternative solution because it is easy to cook, has a softer texture, and a milder taste. This research is an experiment study of brown rice sprout cookies products whether they can replace cookies made from wheat flour. This study aims to evaluate the physicochemical, sensory, and microbiological characteristics of cookies made with germinated brown rice flour (GBRF) as a gluten-free alternative. The physicochemical tests included moisture content and water activity (Aw), physical tests included texture by texture analyzer and color by color reader, microbiological tests included Total Plate Count (TPC) and molds, also sensory evaluation to assess consumer acceptance. The results showed that cookies with 100% GBRF formulation had a moisture content of 3.70% and Aw of 0.42, meeting the SNI 2973:2018 standards. Microbiological tests showed that all samples were safe for consumption with TPC and mold values below the maximum SNI limits. Based on sensory evaluation which is included taste, color, teksture and aroma parameters, cookies with 100% GBRF were the most preferred by the panelists. In addition, the de garmo effectiveness index showed the best treatment,was cookies with formulation of 100% germinated brown rice flour (GBRF), indicating significant potential as a healthy and consumer-accepted gluten-free product.