Christine S.T. Kansil
Universitas Tarumanagara

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

TANGGUNG JAWAB PELAKSANAAN PENAGIHAN PIUTANG MILIK X CREDIT COMPANIES OLEH LEMBAGA JASA PENAGIHAN Ricky Fajar Adiputra; Christine S.T. Kansil
Jurnal Hukum Adigama Vol 2, No 2 (2019): Jurnal Hukum Adigama
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.716 KB) | DOI: 10.24912/adigama.v2i2.6525

Abstract

Financing Company is a business entity that carries out credit activities for goods or services for the productive and consumer interests. The problems encountered in this study are the constraints of the Financing Company when carrying out executions with fiduciary certificates, still having difficulty in collecting receivables from consumers. The next problem is responsibility for carrying out the work by the debt collector when carrying out fiduciary executions. This research is normative juridical, by approaching the case and the applicable laws and regulations. If Consumer in carrying out the obligation does not make payment, the Financing Company will execute the vehicle based on the Fiduciary Certificate, by first giving a warning to Consumer to immediately carry out its obligations, which is done because execution of the fiduciary guarantee is permissible by law based on Article 29 of Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees. While in the case of cooperation between Financing Company and the Company that houses the Debt Collector, it is permissible based on Otoritas Jasa Keuangan Regulation Nb. 35 / POJK.05 / 2018. Regarding the legal responsibility itself is in the Financing Company. So it can be said that the execution of fiduciary guarantees by fiduciary recipients is permissible, and the finance company is responsible for the execution of executions, including those carried out by the Debt Collector. Therefore it is necessary to make procedures in accordance with the regulations so that the execution can be carried out properly and the Financing Company avoid legal responsibilities.
BUDAYA HUKUM PENERAPAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DALAM MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN INDONESIA DI ERA GLOBAL Simona Bustani; Rosdiana Saleh; Christine S.T. Kansil
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 4 No. 2 (2022): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.282 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v4i2.14765

Abstract

Budaya hukum menjadi salah satu unsur penting dalam menentukan bekerjanya hukum. Salah satu aspek yang sering menjadi hambatan dalam melaksanakan peraturan perlindungan varietas tanaman adalah rendahnya budaya hukum internal. Untuk mengkaji budaya hukum internal dapat dilihat dari putusan hakim pengadilan dalam menyelesaikan sengketa varietas tanaman. Oleh karenanya, isu yang diangkat: Bagaimana budaya hukum dalam menerapkan perlindungan pihak terkait dengan mengembangkan varietas tanaman untuk mewujudkan kedaulatan pangan di era global? dan bagaimana perlindungan yang dapat menyeimbangi kepentingan para pihak di bidang varietas tanaman untuk mewujudkan kedaulatan pangan di era global? Penelitian ini merupakan tipe penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundangundangan dan pendekatan kasus. Data sekunder sebagai data utama, yang terdiri bahan hukum primer, yaitu UU PVT, UU Paten, UU Sistem Budidaya Tanaman dan beberapa Putusan hakim atas kasus terkait. Data juga dikaji dari bahan hukum sekunder. Seluruh data dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan teori sistem hukum dari Freidman yang terdiri dari unsur substantif, dimana peraturan yang ada memiliki kelemahan dalam melindungi kepentingan petani kecil. Hambatan lain, adalah budaya hukum intern dalam menerapkan peraturan untuk tetap menjaga keseimbangan berbagai pihak terkait. Upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mempersiapkan peraturan pelaksana untuk memudahkan bagi para pelaksana hukum dalam menerapkan peraturan yang sesuai dengan kasusnya. Selain itu, perlu adanya peningkatan budaya hukum bagi pelaksana hukum, diantaranya hakim, aparat pemerintah dan pihak lain yang terkait. Hal ini dirasakan perlu agar tercipta hukum yang efektif, baik dari segi substantif, struktur dan budaya hukum masyarakat. Kondisi ini perlu didukung kelengkapan sarana serta prasarana agar hukum dapat bekerja maksimal dalam melindungi pihak pemulia, inventor maupun petani.
DILEMA PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL SISTEM PERTANIAN SUBAK DALAM PERSPEKTIF KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL Simona Bustani; Rosdiana Saleh; Christine S.T. Kansil
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 5 No. 1 (2022): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/hpph.v5i1.15875

Abstract

Dilema perlindungan “pengetahuan tradisional” terjadi, karena perbedaan budaya dan filosofi masyarakat dari negara industri dan negara agraris. Subak pertanian di Bali yang dikuasai masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sistem ini memiliki keunikan karena tidak hanya mengenai teknologinya tetapi juga kekerabatannya. Ketidak adanya peraturan yang optimal menyebabkan terjadi pembajakan tradisional melalui rezim paten. Issunya bagaimana perlindungan pengetahuan tradisional pada sistem pertanian subak Bali dalam perspektif kekayaan intelektual komunal? dan bagaimana mengantisipasi hilangnya pengetahuan tradisional sistem pertanian subak Bali melalui rezim paten? Tipe penelitiannya normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual.Datanya sekunder yang dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh gambaran implementasi perlindungan "pengetahuan tradisional" subak Bali. Saat ini perlindungan pengetahuan tradisional diadopsi pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, secara khusus mengenai subak di Perda Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak. Namun, peraturan ini masih terlalu sumir dan belum ada peraturan pelaksananya. Untuk itu perlu diantisipasi dengan perlindungan positif, yaitu peraturan perlindungan “pengetahuan tradisional”dan mekanisme penerapannya khususnya benefit sharingnya bagi masyarakat adat selaku kustodiannya. Perlindungan ini bertujuan untuk memperoleh manfaat bagi rakyat, baik dari segi pelestarian maupun segi komersialnya. Selain itu perpu adanya pendampingan dalam menerapkannya bagi para pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan petani bersangkutan.
Analisis Sistem Pemilihan Umum Proporsional Tertutup di Indonesia Christine S.T. Kansil; Christian Samuel Lodoe Haga
Jurnal Kewarganegaraan Vol 7 No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Rakyat adalah pemegang utama kedaulatan dalam sistem demokrasi di Indonesia. Dengan demikian, proses pemilihan umum atau pemilu memiliki peran penting dalam menjalankan demokrasi, sehingga rakyat patut memperhatikan dan memahami segala aspek tentang penyelenggaraan pemilu. Salah satunya tentang sistem pemilu yang digunakan oleh Indonesia saat ini, yaitu sistem proporsional terbuka. Sistem proporsional terbuka sempat menuai kritik dan anggapan bahwa sistem tersebut perlu diubah ke sistem proporsional tertutup. Namun, mengingat bahwa sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya, penerapan kembali sistem tersebut akan membawa negara Indonesia dan rakyatnya kepada kemunduran demokrasi. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisa sistem proporsional tertutup di Indonesia dan menjelaskan beberapa alasan sistem proporsional tertutup bukanlah solusi dari masalah yang ditemukan dari penerapan sistem proporsional terbuka yang selama ini telah diterapkan. Kata Kunci: Demokrasi, Pemilu, Sistem Proporsional Terbuka, Sistem Proporsional Tertutup.   Abstract Citizens are the major sovereignty stakeholders in the democratic system in Indonesia. Thus, the general election process has a prominent role in carrying out democracy, hence the people should pay attention and understand all aspects of elections. One of them is the electoral system currently used by Indonesia, namely the open-list proportional representation system. The open-list proportional representation system had drawn criticism and assumptions saying the system needed to reform to a closed-list proportional representation system. However, the closed-list proportional representation system has been enforced in Indonesia, and the readoption of the system will lead the Indonesian state and its people to a democratic deterioration. The purpose of this article is to analyze the closed-list proportional representation system in Indonesia and explain several reasons why a closed-list proportional representation system is not a solution to the problems encountered throughout the implementation of an open-list proportional representation system. Keywords: democracy, election, open-list proportional representation system, closed-list proportional representation system
Kontroversi Isu Penerapan Kembali Sistem Proporsional Tertutup Dalam Sistem Pemilu di Indonesia Christine S.T. Kansil; Yohanes Jeriko Giovanni
Jurnal Kewarganegaraan Vol 7 No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v7i1.5020

Abstract

Abstrak Indonesia sebagai negara yang menerapkan pancasila sebagai ideologi negara dan menjunjung tinggi demokrasi, maka pilar-pilar kedaulatan rakyat sudah seharusnya dijaga bersama baik bersama pemerintah maupun rakyat sendiri. Dalam menjaga kedaulatan rakyat selalu dikaitkan dengan sistem pemilihan umum. Pasalnya sistem pemilihan umum di Indonesia sendiri selalu berbeda-beda dan terus dipermasalahkan. Indonesia masih belum mewujudkan kedaulatan rakyat yang mutlak pada sistem pemilihan umum sebagai sendi demokrasi.Pada garis besar, Indonesia pernah menerapkan sistem proposional daftar terbuka dan sistem proposional daftar tertutup. Antara kedua sistem ini menimbulkan suatu perdebatan, sistem manakah yang paling cocok dengan bangsa Indonesia. Dengan adanya isu hangat bahwa Mahkamah Konstitusi kembali mempertimbangkan untuk menerapkan kembali sistem proposional tertutup, hal ini menimbulkan pertentangan dari berbagai pihak. Lantas apa yang menjadi kontroversial sistem proposional tertutup sampai dilakukan pertentangan dari delapan fraksi partai politik dan masyarakat. Seperti dalam sistem tersebut menimbulkan kekuasaan partai yang semakin oligarki, munculnya permasalahan politik-uang, dan bertentangan pula dengan Putusan MK yang terdahulu. Penulisan ini menggunakan pendekatan sosio-legal dengan melihat dari sisi yuridis serta juga mengkaji pada pendekatan ilmu lain untuk mencipatakan pandangan bangsa yang lebih luas. Kesimpulan yang bisa didapat, bahwa memang banyak kekurangan dari sistem proposional tertutup dan tetap menyarankan untuk memberlakukannya sistem proposional terbuka sebagaimana yang diberlakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kata Kunci: Demokrasi, Kedaulatan Rakyat, Pemilihan Umum, Proposional Tertutup. Abstract Indonesia as a country that implements Pancasila as the state ideology and upholds democracy, the pillars of people's sovereignty should be safeguarded together, both with the government and the people themselves. In maintaining people's sovereignty, it is always associated with the general election system. This is because the general election system in Indonesia itself is always different and continues to be questioned. Indonesia has yet to realize absolute people's sovereignty in the general election system as a democracy. In general, Indonesia has implemented an open list proportional system and a closed list proportional system. Between these two systems raises a debate, which system is most suitable for the Indonesian nation. With the hot issue that the Constitutional Court is again considering re-implementing a closed proportional system, this has raised opposition from various parties. Then what is controversial is the closed proportional system until the opposition is carried out by eight factions of political parties and society. Such a system has led to increasingly oligarchic party power, the emergence of money-politics problems, and also contradicts the previous Constitutional Court Decisions. This writing uses a socio-legal approach by looking at it from a juridical perspective and also examines other scientific approaches to create a broader view of the nation. The conclusion that can be obtained is that there are indeed many shortcomings of a closed proportional system and still suggest implementing an open proportional system as implemented in accordance with Indonesian Law Number 7 of 2017 concerning General Elections. Keywords: Democracy, People's Sovereignty, General Elections, Closed List Proportional System
Persoalan Peralihan Sistem Pemilu Indonesia Menjadi Sistem Proporsional Tertutup Menurut Permohonan MK Nomor 114/PUU-XX/2022 Christine S.T. Kansil; Louis Sebastian Anot Putra
Jurnal Kewarganegaraan Vol 7 No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v7i1.5021

Abstract

Abstrak Artikel penelitian ini mengkaji sistem representasi proporsional tertutup dan terbuka, beserta persoalan yang terkait. Studi ini menganalisis fitur, keuntungan, dan kelemahan dari kedua sistem tersebut dalam konteks proses pemilihan umum. Sistem representasi proporsional tertutup mewajibkan pemilih untuk memilih partai politik, sementara sistem terbuka memungkinkan pemilih memilih kandidat individual berdasarkan preferensi mereka. Artikel ini menyelidiki implikasi dari sistem-sistem tersebut terhadap pembentukan partai politik, konsentrasi kekuasaan dalam kepemimpinan partai, dan representasi keseluruhan dari beragam kepentingan dalam lembaga legislatif. Selain itu, artikel ini mendalami tantangan dan kontroversi seputar adopsi dan implementasi sistem representasi proporsional tertutup dan terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai kelebihan, kelemahan, dan potensi perbaikan untuk setiap sistem, serta memberikan kontribusi pada wacana yang sedang berlangsung mengenai reformasi pemilihan umum dan tata kelola demokrasi. Kata Kunci: Partai politik, Proporsional terbuka, Proporsional Tertutup, Kepentingan   Abstract This research paper examines the closed and open proportional representation systems, along with their associated issues. The study analyzes the features, advantages, and drawbacks of both systems within the context of electoral processes. The closed proportional representation system mandates voters to select a political party, while the open system allows voters to choose individual candidates based on their preferences. The paper investigates the implications of these systems on the formation of political parties, the concentration of power within party leadership, and the overall representation of diverse interests in the legislative bodies. Furthermore, it delves into the challenges and controversies surrounding the adoption and implementation of closed and open proportional representation systems. The research aims to provide a comprehensive understanding of the strengths, weaknesses, and potential improvements for each system, contributing to the ongoing discourse on electoral reforms and democratic governance. Keywords: Politic parties, Open proportional , Closed proportional, Interest
Efektivitas Komisi Pemberantasan Korupsi Sebelum dan Sesudah Menjadi Lembaga Pemerintah Christine S.T. Kansil; Rama Adi Saputra Sundaynatha
Jurnal Kewarganegaraan Vol 7 No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v7i1.5066

Abstract

Abstrak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan sebuah lembaga independen yang didirikan di Indonesia yang berfungsi untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Pembentukannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan tetapi, terjadi perubahan yang cukup mencolok pada tahun 2019 berkaitan dengan KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Perubahan yang terjadi sangat mempengaruhi independensi KPK sehingga menjadi perbincangan yang cukup mencolok bagi ahli hukum dan menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Kata Kunci: Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Lembaga Independen
DILEMA PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL SISTEM PERTANIAN SUBAK DALAM PERSPEKTIF KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL Simona Bustani; Rosdiana Saleh; Christine S.T. Kansil
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 5 No. 1 (2022): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/hpph.v5i1.15875

Abstract

Dilema perlindungan “pengetahuan tradisional” terjadi, karena perbedaan budaya dan filosofi masyarakat dari negara industri dan negara agraris. Subak pertanian di Bali yang dikuasai masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sistem ini memiliki keunikan karena tidak hanya mengenai teknologinya tetapi juga kekerabatannya. Ketidak adanya peraturan yang optimal menyebabkan terjadi pembajakan tradisional melalui rezim paten. Issunya bagaimana perlindungan pengetahuan tradisional pada sistem pertanian subak Bali dalam perspektif kekayaan intelektual komunal? dan bagaimana mengantisipasi hilangnya pengetahuan tradisional sistem pertanian subak Bali melalui rezim paten? Tipe penelitiannya normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual.Datanya sekunder yang dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh gambaran implementasi perlindungan "pengetahuan tradisional" subak Bali. Saat ini perlindungan pengetahuan tradisional diadopsi pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, secara khusus mengenai subak di Perda Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak. Namun, peraturan ini masih terlalu sumir dan belum ada peraturan pelaksananya. Untuk itu perlu diantisipasi dengan perlindungan positif, yaitu peraturan perlindungan “pengetahuan tradisional”dan mekanisme penerapannya khususnya benefit sharingnya bagi masyarakat adat selaku kustodiannya. Perlindungan ini bertujuan untuk memperoleh manfaat bagi rakyat, baik dari segi pelestarian maupun segi komersialnya. Selain itu perpu adanya pendampingan dalam menerapkannya bagi para pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan petani bersangkutan.