Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

GENEALOGI ISLAM NUSANTARA DI LOMBOK DAN DIALEKTIKA AKULTURASI BUDAYA: WAJAH SOSIAL ISLAM SASAK Mutawali Mutawali; Muhammad Harfin Zuhdi
istinbath Vol 18 No 1 (2019): Juni
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.689 KB) | DOI: 10.20414/ijhi.v18i1.151

Abstract

Artikel ini bertujuan memaparkan tentang genealogi jaringan Islam Nusantara di gumi Sasak Lombok. Bahwa jalur tranasmisi dakwah Islam ke Lombok berasal dari pulau Jawa melalui dakwah para Wali. Penyebaran Islam di pulau Lombok berlangsung dengan penuh kedamaian, tanpa unsur paksaan, kekerasan, maupun peperangan.Kegiatan dakwah Islam di pulau Lombokditunjang dengan mobilitas fisik atau migrasi para Wali dari Jawa ke Lombok. Menurut data babad, tradisi lisan masyarakat Lombok dan penuturan para narasumber bahwa Islam masuk dan berkembang di pulau Lombok terjadi pada abad ke-16 yang dibawa oleh Pangeran Prapen (1548-1605) yang dikenal jugadengan Sunan Giri keempat.Peranan Pangeran Prapen dalam menyebarkan agama Islam di pulau ini sangat besar sekaligus membawa nuansa pertukaran budaya Jawa dan Lombok berlangsung sepanjang abad ke-16 dan ke-17.Warna Islam yang dibawa dari Jawa ini adalah berciri sufisme-sinkretik. Islam dipulau Lombok merupakan salah satu jaringan varian Islam Nusantara setelah terjadinya dialektika antara Islam dengan budaya Sasak Lombok. Proses dialektika tersebut pada gilirannya menghasilkan Islam yang unik, khas, dan esoterik, dengan beragam tradisi-tradisi Sasak yang sudah disisipi nilai-nilaiIslam. Pada perkembangan selanjutnya, Islam dan tradisi Sasak menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan meski masih dapat dibedakan satu sama lain.
URGENSI DAN KONTRIBUSI OBSERVATORIUM AL-AFAQ UIN MATARAM DALAM PENGEMBANGAN FIKIH SAINS ASTRONOMI DI NUSA TENGGARA BARAT Arino Bemi Sado; Muhammad Harfin Zuhdi
istinbath Vol 19 No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1060.734 KB) | DOI: 10.20414/ijhi.v19i1.208

Abstract

The observatory is a building containing permanently-installed optical equipment used to view and examine celestial bodies or events related to space. The position of Al-Afaq observatory is very important, especially for the Islamic (Falak) science faculty of the Sharia UIN Mataram to improve the skills of students and the community in West Nusa Tenggara, especially for school students from the kindergarten to higher education that has only seen the celestial bodies through photographs, but with the presence of this observatory, they can see the celestial objects in real. The availability of this observatory is a major requirement for the advancement of Science, especially astronomical fiqh that seeks to understand the verses of kauniyah in the Qur’an. So that we can understand the Divine secrets that exist in the Word of God
ISTIQOMAH DAN KONSEP DIRI SEORANG MUSLIM Muhammad Harfin Zuhdi
Religia Vol 14 No 1: April 2011
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/religia.v14i1.36

Abstract

Seorang muslim dengan tingkat keimanan kepada Allahdan istiqomah yang tinggi akan selalu konsisten dalam perilakunya.Artinya dia akan berperilaku taat hukum, konsisten denganidealismenya dan tidak pernah meninggalkan prinsip yang dia pegangmeskipun dia harus berhadapan dengan resiko maupun tantangan.Selanjutnya, seorang muslim yang konsisten akan dapat mengontroldirinya dan mengendalikan emosinya dengan baik. Dia tetap konsistendengan komitmennya, dan juga memiliki pikiran positif, dan tidak pernahkembali ke belakang meskipun dia dalam situasi yang betul-betultertekan. Gaya perilaku ini bisa menciptakan kepercayaan diri,integritas, dan kemampuan mengendalikan stress yang kuat. Dengandemikian, citra diri seorang muslim adalah sesuatu yangmerepresentasikan tentang dirinya. Artinya sejauhmana diamengevaluasi kualitas dirinya sebagai seorang muslim, keimanannyakepada Allah, dan perbuatan terbaiknya berdasarkan pada ajaranajaranIslam. Evaluasi ini tentunya jarang dilakukan karenamengandung unsur bias subyektif yang tinggi, namun ini merupakansalah satu ajaran Islam yang prinsip karena setiap muslim seharusnyamengevaluasi dirinya sebelum ia nantinya dievaluasi di hadapan Allah.Moslem with high belief in Allah and high “istiqamah” will have aconsistency in his attitude. It means that he will conduct accord withthe law, consistent with his ideals and never leave his principal althoughhe should face many risks and challenges.Consistent Moslem will be able to control his self and effectivelymanage his emotion. He is still consistent with his commitment, andalso has positive thinking, and never return to the back although instressful situation. This style of attitude eventually can create strongself-confidence, integrity and skill to manage the stress.Thus, self image of a Moslem is a representing of Moslem about hisself. It means how far does he evaluates quality of his self as aMoslem, his faith in Allah and his best doing based on Islamicteachings. This evaluation of course is hardly to be conducted becauseit has high subjective bias, but it is one of principal Islamic teachingsbecause every Moslem should evaluate his self before he will beevaluated in front of Allah.
DAKWAH DAN DIALEKTIKA AKULTURASI BUDAYA Muhammad Harfin Zuhdi
Religia Vol 15 No 1: April 2012
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/religia.v15i1.122

Abstract

Dakwah para penyebar Islam awal ke Nusantara telah menunjukkan akomodasi yang kuat terhadap tradisi lokal  masyarakat setempat. Sehingga Islam datang bukan sebagai ancaman, melainkan sahabat yang memainkan peran penting dalam transformasi kebudayaan. Hal ini menunjukkan bahwa karakter Islam Indonesia yang berdialog dengan tradisi masyarakat sesungguhnya dibawa oleh para mubaligh India dalam penyebaran Islam awal di Indonesia yang bersikap akomodatif terhadap tradisi masyarakat atau kultur masyarakat setempat ketimbang mubaligh Arab yang puritan untuk memberantas praktik-praktik lokal masyarakat. Karakter Islam yang dibawa orang-orang India inilah yang diteruskan Walisongo dalam dakwahnya di Jawa. Proses dialog Islam dengan tradisi masyarakat diwujudkan dalam mekanisme proses kultural dalam menghadapi negosiasi lokal. Perpaduan antara Islam dengan tradisi masyarakat ini adalah sebuah kekayaan tafsir lokal agar Islam tidak tampil hampa terhadap realitas yang sesungguhnya. Islam tidak harus dipersepsikan sebagai Islam yang ada di Arab, tetapi Islam mesti berdialog dengan tradisi lokal masyarakat setempat
ISLAM WETU TELU DI BAYAN LOMBOK: DIALEKTIKA ISLAM NORMATIF DAN KULTURAL Muhammad Harfin Zuhdi
Religia Vol 12 No 1: April 2009
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/religia.v12i1.196

Abstract

Islam reached Lombok island at sixteenth century, approximately at 1545. Its well known spreader was an expedition from Java led by Sunan Prapen son of Sunan Giri, one of the famous Wali Songo. Before Islam reached this island, according to some historian, the indigenous Sasak –appellation to indigenous of Lombok people—had their own traditional religion, Boda. Islam –since the very beginning of its history and will continuosly last to the end of time—has faced some different even contradictive values of local traditions and cultures. Its leads to a kind of dialectical process, and in turn produces what is called local Islam such as Islam Wetu Telu in Bayan, West Lombok. This article is aimed at revealing historical root of religious identity of Sasak community. Historical sketch of its religious identity leads to Wetu Telu religion that was collaboration of tradition, cultural and relegious values of the comers and those of the indigenous people in the past. Another point of view sad that Wetu Telu religion is an uncompleted process of islamization toward Waktu Lima religion that is considered by presently most Muslims in Lombok the true and pure Islam.
MODERASI MAQASHIDI SEBAGAI MODEL KONTRA NARASI EKSTREMISME BERAGAMA Muhammad Harfin Zuhdi
istinbath Vol 19 No 2 (2020): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diskursus moderasi beragama menjadi isu sentral yang banyak mendapat perhatian publik ketika munculnya pandangan pemahaman keagamaan ekstrem dari sebagian kelompok dalam mengartikulasikan praktek keberagamaan, sehingga kadang memicu aksi-aksi intoleran dan kekerasan. Tidak dapat dipungkiri bahwa ekstremisme beragama seringkali disebabkan oleh pola pikir ekstrem (tatharruf) dalam memahami teks-teks keagamaan secara rigid, tekstual dan skripturalis, tanpa mempertimbangkan dinamika historis, konteks sosial, aspek mashlahah dan maqashid dalam beragama. Munculnya fundamentalisme, ekstremisme, radikalisme dan terorisme dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan pelik. Salah satunya adalah pada aspek pemahaman terhadap ajaran fundamental ajaran agama yang bersifat literal-skriptural, rigid dan cenderung mengarah pada klaim kebenaran. Ciri utama ini berkaitan dengan pemahaman dan interpretasi mereka terhadap doktrin keagamaan, jihad misalnya, yang cenderung bersifat rigit dan literalis. Disinilah signifikansinya Moderasi maqashidi yang mana interpretasinya berangkat dari pengkajian secara mendalam tentang makna berbagai lafaz teks nash, menemukan hakikat tujuan hukum (Maqasid alSyari’ah), interpretasi teks-teks syari’ah, dan penetapan hukum berdasarkan dalil-dalil nash, sehingga moderasi maqashidi ini bisa dijadikan sebagai model kontra ekstremisme beragama.
ISTIQOMAH DAN KONSEP DIRI SEORANG MUSLIM Muhammad Harfin Zuhdi
Religia Vol 14 No 1: April 2011
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/religia.v14i1.36

Abstract

Seorang muslim dengan tingkat keimanan kepada Allahdan istiqomah yang tinggi akan selalu konsisten dalam perilakunya.Artinya dia akan berperilaku taat hukum, konsisten denganidealismenya dan tidak pernah meninggalkan prinsip yang dia pegangmeskipun dia harus berhadapan dengan resiko maupun tantangan.Selanjutnya, seorang muslim yang konsisten akan dapat mengontroldirinya dan mengendalikan emosinya dengan baik. Dia tetap konsistendengan komitmennya, dan juga memiliki pikiran positif, dan tidak pernahkembali ke belakang meskipun dia dalam situasi yang betul-betultertekan. Gaya perilaku ini bisa menciptakan kepercayaan diri,integritas, dan kemampuan mengendalikan stress yang kuat. Dengandemikian, citra diri seorang muslim adalah sesuatu yangmerepresentasikan tentang dirinya. Artinya sejauhmana diamengevaluasi kualitas dirinya sebagai seorang muslim, keimanannyakepada Allah, dan perbuatan terbaiknya berdasarkan pada ajaranajaranIslam. Evaluasi ini tentunya jarang dilakukan karenamengandung unsur bias subyektif yang tinggi, namun ini merupakansalah satu ajaran Islam yang prinsip karena setiap muslim seharusnyamengevaluasi dirinya sebelum ia nantinya dievaluasi di hadapan Allah.Moslem with high belief in Allah and high “istiqamah” will have aconsistency in his attitude. It means that he will conduct accord withthe law, consistent with his ideals and never leave his principal althoughhe should face many risks and challenges.Consistent Moslem will be able to control his self and effectivelymanage his emotion. He is still consistent with his commitment, andalso has positive thinking, and never return to the back although instressful situation. This style of attitude eventually can create strongself-confidence, integrity and skill to manage the stress.Thus, self image of a Moslem is a representing of Moslem about hisself. It means how far does he evaluates quality of his self as aMoslem, his faith in Allah and his best doing based on Islamicteachings. This evaluation of course is hardly to be conducted becauseit has high subjective bias, but it is one of principal Islamic teachingsbecause every Moslem should evaluate his self before he will beevaluated in front of Allah.
DAKWAH DAN DIALEKTIKA AKULTURASI BUDAYA Muhammad Harfin Zuhdi
Religia Vol 15 No 1: April 2012
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/religia.v15i1.122

Abstract

Dakwah para penyebar Islam awal ke Nusantara telah menunjukkan akomodasi yang kuat terhadap tradisi lokal  masyarakat setempat. Sehingga Islam datang bukan sebagai ancaman, melainkan sahabat yang memainkan peran penting dalam transformasi kebudayaan. Hal ini menunjukkan bahwa karakter Islam Indonesia yang berdialog dengan tradisi masyarakat sesungguhnya dibawa oleh para mubaligh India dalam penyebaran Islam awal di Indonesia yang bersikap akomodatif terhadap tradisi masyarakat atau kultur masyarakat setempat ketimbang mubaligh Arab yang puritan untuk memberantas praktik-praktik lokal masyarakat. Karakter Islam yang dibawa orang-orang India inilah yang diteruskan Walisongo dalam dakwahnya di Jawa. Proses dialog Islam dengan tradisi masyarakat diwujudkan dalam mekanisme proses kultural dalam menghadapi negosiasi lokal. Perpaduan antara Islam dengan tradisi masyarakat ini adalah sebuah kekayaan tafsir lokal agar Islam tidak tampil hampa terhadap realitas yang sesungguhnya. Islam tidak harus dipersepsikan sebagai Islam yang ada di Arab, tetapi Islam mesti berdialog dengan tradisi lokal masyarakat setempat
ISLAM WETU TELU DI BAYAN LOMBOK: DIALEKTIKA ISLAM NORMATIF DAN KULTURAL Muhammad Harfin Zuhdi
Religia Vol 12 No 1: April 2009
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/religia.v12i1.196

Abstract

Islam reached Lombok island at sixteenth century, approximately at 1545. Its well known spreader was an expedition from Java led by Sunan Prapen son of Sunan Giri, one of the famous Wali Songo. Before Islam reached this island, according to some historian, the indigenous Sasak –appellation to indigenous of Lombok people—had their own traditional religion, Boda. Islam –since the very beginning of its history and will continuosly last to the end of time—has faced some different even contradictive values of local traditions and cultures. Its leads to a kind of dialectical process, and in turn produces what is called local Islam such as Islam Wetu Telu in Bayan, West Lombok. This article is aimed at revealing historical root of religious identity of Sasak community. Historical sketch of its religious identity leads to Wetu Telu religion that was collaboration of tradition, cultural and relegious values of the comers and those of the indigenous people in the past. Another point of view sad that Wetu Telu religion is an uncompleted process of islamization toward Waktu Lima religion that is considered by presently most Muslims in Lombok the true and pure Islam.
Menyoal Penentuan Araha Kiblat Makam Kedatuan Selaparang Lombok Timur Menggunakan Istiwa'aini Putri Rizkika Purnama Sari; Siti Rabi'atul Adawiyah; Muhammad Harfin Zuhdi
AL - AFAQ : Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Vol. 5 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research was conducted to investigate the method of determining the Qibla direction used at the Selaparang Kedatuan Tomb, East Lombok, as well as to re-examine the accuracy of the Qibla direction of the tomb. This research is qualitative research that uses a field approach. Research data was collected through observation, interviews, and documentation. Meanwhile, the data analysis process is carried out through data reduction, data presentation, and conclusion. The results of the research show that determining the direction of the Qibla of the Selaparang Kedatuan Tomb in East Lombok uses a method derived from the development of the Istiwa' stick which applies a concept that is identical to the theory of Spherical Trigonometry. Meanwhile, the results of the Qibla direction calibration that was carried out using istiwa'aini showed that there was a deviation in the Qibla direction of the Selaparang Kedatuan Tomb, East Lombok, from the Kaaba of Thus, the direction of the tomb's Qibla is currently inaccurate. This condition occurred .?9.62?48 ?26 because the method for measuring the direction of the Qibla used by its predecessors at that time still had many shortcomings.