Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Kontekstualisasi Pendayagunaan Zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Triana, Yeni; Basri, Hasan; Azani, Muhammad
Jurnal Hukum Novelty Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Law, University of Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1377.013 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v9i1.a7459

Abstract

Article 27 Paragraph (1) and (2)   Law of 23 Year 2011 on management of zakat states that zakat can be empowered for the weak economic community. This article discusses contextualization, contextualization efforts, obstacles and efforts to overcome the constraints of the contextualization of utilization of zakat in Baznas Pekanbaru City based on Law of 23 2011 on Zakat Management. The results showed that the contextualization of utilization of zakat in Baznas Pekanbaru City is ijtihad conducted by amil zakat in an effort to increase the prosperity of mustahik zakat into muzaki. Article 27 Paragraph (1) and Paragraph (2) above make no clear mention of appropriate models, patterns and mechanisms regarding the utilization of zakat in the sense of empowerment, so that the contextualization ijtihad conducted by Baznas Pekanbaru City is very different from the pattern of zakat utilization in the other region. Contextualization effort is an effort to change the mindset of zakat mustahik from consumptive to be productive in accordance with the purpose of substance of zakat. These efforts should be followed with appropriate and appropriate targeted patterns of community empowerment. Contextualization efforts should have a roadmap (roadmap) as a guide for the implementation of zakat utilization. The Strategy conducted by Baznas Pekanbaru City in carrying out the above efforts is to development zakat community based or zakat community development. Obstacles and efforts to be done in overcoming these barriers are, first, the lack of public awareness in zakat, thus, its lack understanding should be overcomed by increasing the socialization of true rule (fiqh) of zakat. Second, the lack of qualified human resources should be overcomed by increasing the well understanding of zakat for amil zakat, its management, and its empowerment. Third, the inadequate barriers about zakat information systems have resulted in unintegrated of the mustahik and muzaki database, that is why, it should be complemented with the updated integration of zakat management information system.
Peningkatan Pemahaman Masyarakat Tentang Akad Sewa Menyewa (Ijarah) Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Bagi Masyarakat Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak Muhammad Azani; Hasan Basri
Diklat Review : Jurnal manajemen pendidikan dan pelatihan Vol 5 No 1 (2021)
Publisher : Komunitas Manajemen Kompetitif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35446/diklatreview.v5i1.570

Abstract

Masalahnya adalah kurangnya pemahaman mitra Ijarah Pada umumnya mayoritas umat Islam hanya mengenal sewa pembiayaan konvensional. Padahal ada sewa yang diatur oleh hukum Islam. Berdasarkan masalah mitra penting dilakukan pengabdian kepada masyarakat. Hasil dari kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Hasil evaluasi kegiatan menunjukkan bahwa masyarakat di Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak dapat memahami materi yang disampaikan oleh tim pengabdian. Indikator pemahaman mereka tertera pada hasil angket yang diberikan pada saat melakukan kegiatan. Mereka memilih jawaban dalam kuisioner yang terdiri dari pilihan jawaban benar dan jawaban salah. Rata-rata pemahaman mereka meningkat hingga 90% setelah diberikan penyuluhan hukum tentang Ijarah. 2) Obyek sewa praktek yang terjadi di Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak ternyata merupakan kaki praktek tidak sehat. Pengakuan peserta kegiatan, mereka pada umumnya para migran itu menyewa rumah, menyewa tempat usaha, dan lain-lain. Pemilik objek dapat membatalkan sewa atas objek sewa yang disepakati secara sepihak dengan penyewa karena ada penawaran yang lebih tinggi dari pihak ketiga. Padahal, pembatalan tersebut bertentangan dengan hukum Islam. 3) Praktek objek sewa yang terkait dengan berakhirnya objek sewa secara sepihak pada saat objek sewa belum kedaluwarsa. Alasan pemilik persewaan akan ditempati oleh satu keluarga, sehingga penyewa harus segera memutus kontrak sewa yang telah disepakati dalam kontrak awal. Padahal pengakuan oleh peserta kegiatan, biasanya alasannya sebenarnya hanya sebagai cara untuk menaikkan biaya sewa. Kata Kunci: Ijarah (Leasing), dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Masalahnya adalah kurangnya pemahaman mitra Ijarah Pada umumnya mayoritas umat Islam hanya mengenal sewa pembiayaan konvensional. Padahal ada sewa yang diatur oleh hukum Islam. Berdasarkan masalah mitra penting dilakukan pengabdian kepada masyarakat. Hasil dari kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Hasil evaluasi kegiatan menunjukkan bahwa masyarakat di Kelurahan Kerinci Kanan Kabupaten Siak dapat memahami materi yang disampaikan oleh tim pengabdian. Indikator pemahaman mereka tertera pada hasil angket yang diberikan pada saat melakukan kegiatan. Mereka memilih jawaban dalam kuisioner yang terdiri dari pilihan jawaban benar dan jawaban salah. Rata-rata pemahaman mereka meningkat hingga 90% setelah diberikan penyuluhan hukum tentang Ijarah. 2) Obyek sewa praktek yang terjadi di Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak ternyata merupakan kaki praktek tidak sehat. Pengakuan peserta kegiatan, mereka pada umumnya para migran itu menyewa rumah, menyewa tempat usaha, dan lain-lain. Pemilik objek dapat membatalkan sewa atas objek sewa yang disepakati secara sepihak dengan penyewa karena ada tawaran yang lebih tinggi dari pihak ketiga. Padahal, pembatalan tersebut bertentangan dengan hukum Islam. 3) Praktek objek sewa yang terkait dengan berakhirnya objek sewa secara sepihak pada saat objek sewa belum kedaluwarsa. Alasan pemilik persewaan akan ditempati oleh satu keluarga, sehingga penyewa harus segera memutus kontrak sewa yang telah disepakati dalam kontrak awal. Padahal pengakuan oleh peserta kegiatan, biasanya alasannya sebenarnya hanya sebagai cara untuk menaikkan biaya sewa.
Peningkatan Pemahaman Masyarakat tentang Ahli Waris Pengganti Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak Muhammad Azani; Hasan Basri
Diklat Review : Jurnal manajemen pendidikan dan pelatihan Vol 5 No 3 (2021)
Publisher : Komunitas Manajemen Kompetitif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35446/diklatreview.v5i3.819

Abstract

Adapun hasil pengabdian kepada masyarakat adalah sebagai berikut: 1) Peserta dapat memahami hukum waris secara umum dan ahli waris pengganti yang diatur dalam hukum Islam. Rata-rata pemahaman peserta setelah diberikan penyuluhan hukum adalah 80% yang diperoleh dari kuesioner. Materi yang dipahami peserta adalah bagian ahli waris, subyek ahli waris, hambatan memperoleh hak waris, dan ahli waris pengganti. 2) Masyarakat di Kecamatan Kerinci Kanan menganggap bahwa ahli waris yang meninggal lebih awal dari ahli waris tidak dapat digantikan oleh anak ahli waris. Bahwa berdasarkan Pasal 185 ayat (1) KHI kedudukan ahli waris dapat digantikan oleh keturunannya, baik laki-laki maupun perempuan. 3) Bagian ahli waris pengganti diatur dalam Pasal 185 ayat (2) “Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sama dengan yang digantikan”. Yang dimaksud dengan persamaan adalah meliputi tempat, kedudukan dan hak tanpa batas dan tanpa diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, sehingga ahli waris pengganti menempati kedudukan orang tuanya secara mutlak. Penggantian tempat berarti menggantikan tempat orang tuanya, dan penggantian derajat berarti mengganti derajat laki-laki dengan laki-laki dan derajat perempuan dengan perempuan, sedangkan penggantian hak berarti mengganti hak sesuai dengan hak orang tuanya. 4) Jangkauan Garis Hukum Penggantian ahli waris hanya dilakukan dalam garis lurus ke bawah, itupun jika ahli waris hanya antara anak dan cucu. Permohonan yang lebih luas terhadap garis kesamping dapat diterapkan dengan syarat mendapat persetujuan dari ahli waris lain yang bagiannya akan dikurangi. Jangkauan penggantian ahli waris meliputi seluruh garis hukum, baik ke bawah maupun ke samping. Sebagaimana dipahami bahwa sistem pewarisan KHI bersifat bilateral, maka akibat hukumnya adalah tidak adanya pembedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu garis hukum.
Kontekstualisasi Pendayagunaan Zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Yeni Triana; Hasan Basri; Muhammad Azani
Jurnal Hukum Novelty Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1377.013 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v9i1.a7459

Abstract

Article 27 Paragraph (1) and (2)   Law of 23 Year 2011 on management of zakat states that zakat can be empowered for the weak economic community. This article discusses contextualization, contextualization efforts, obstacles and efforts to overcome the constraints of the contextualization of utilization of zakat in Baznas Pekanbaru City based on Law of 23 2011 on Zakat Management. The results showed that the contextualization of utilization of zakat in Baznas Pekanbaru City is ijtihad conducted by amil zakat in an effort to increase the prosperity of mustahik zakat into muzaki. Article 27 Paragraph (1) and Paragraph (2) above make no clear mention of appropriate models, patterns and mechanisms regarding the utilization of zakat in the sense of empowerment, so that the contextualization ijtihad conducted by Baznas Pekanbaru City is very different from the pattern of zakat utilization in the other region. Contextualization effort is an effort to change the mindset of zakat mustahik from consumptive to be productive in accordance with the purpose of substance of zakat. These efforts should be followed with appropriate and appropriate targeted patterns of community empowerment. Contextualization efforts should have a roadmap (roadmap) as a guide for the implementation of zakat utilization. The Strategy conducted by Baznas Pekanbaru City in carrying out the above efforts is to development zakat community based or zakat community development. Obstacles and efforts to be done in overcoming these barriers are, first, the lack of public awareness in zakat, thus, its lack understanding should be overcomed by increasing the socialization of true rule (fiqh) of zakat. Second, the lack of qualified human resources should be overcomed by increasing the well understanding of zakat for amil zakat, its management, and its empowerment. Third, the inadequate barriers about zakat information systems have resulted in unintegrated of the mustahik and muzaki database, that is why, it should be complemented with the updated integration of zakat management information system.
The Development of Islamic Law in Indonesia Through Traditional Theory and Legal Changes Muhammad Azani
Jurnal Mahkamah : Kajian Ilmu Hukum Dan Hukum Islam Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Mahkamah: Kajian Ilmu Hukum dan Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Ma'arif NU (IAIMNU) Metro Lampung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25217/jm.v6i2.1626

Abstract

Tujuan studi teori adat dan perubahan hukum dalm ushul fiqh adalah untuk memetakan kaitan antara Hukum Syariah, ‘Adat dan ‘Urf dalam Ushul Fiqh, sehingga dapat ditelusuri urgensi ‘urf dalam Kontekstualisasi Hukum Islam Di Indonesia bidang Hukum Ekonomi Syariah dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pendekatan studi ini menggunakan penelitian hukum normatif (pendekatan konseptual). Sumber data yang digunakan berasal dari data sumber sekunder, yakni Bahan primer, bahan skunder, dan bahan tersier. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kajian kepustakaan atau studi dokumenter, sedangkan analisis data secara kualitatif. Hasil studi adalah sebagai berikut: 1) Hukum syariah dan ‘adat dan ‘urf dalam realitas dapat terjadi benturan untuk mendapatkan status hukum, a) benturan dapat terjadi berkaitan dengan hukum dan yang tidak berkaitan dengan hukum, sehingga ‘Urf didahulukan daripada syariat, b) 'Urf dengan syara' yang terkait dengan materi hukum, maka syariat didahulukan atas ‘urf, c) ‘Urf dengan umum nash al Quran, ‘urf dikuatkan untuk mentaksis umum nash, dan d) ‘Urf dengan Qiyas, ‘urf sebagai ijma’ tidak menemukan nash, sehingga bila berbenturan dengan qiyas, maka harus didahulukan ‘Urf. 2) Urgensi 'Urf Dalam Pembaruan Hukum Islam di Indonesia bahwa kontekstualisasi syariah yang berbeda secara diametral dengan norma adat ('urf) yang ada dibentuk fikih kontekstual dan lokal. Fiqh dibentuk dan dirumuskan secara sadar dan sengaja menghubungkan antara nilai-nilai ideal syariah, sebagai das sollen (apa yang seharusnya), dengan norma-norma kebiasaan nyata masyarakat, sebagai das sein (apa adanya 3) Praktik ‘Adat atau 'Urf dalam Kontekstualisasi Hukum Islam Di Indonesia bidang Hukum Ekonomi Syrariah dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah a) Dalam pengembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia, munculnya pengaturan ekonomi syariah didasarkan pada ‘adat atau ‘urf Indonesia. Dasar penerimaan adat sebagai sumber hukum Islam adalah Q.S. 7 Ayat (199) yang berbunyi: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang melakukan yang ma’ruf”, bahwa “ma’ruf” itu artinya dikenali, meningkat menjadi arti diakui. “Diakui” dalam pengertian mendapat pengakuan oleh masyarakat secara luas. b) Pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat dilihat dari Posisi 'urf mempengaruhi hukum Islam di Indonesia yang diformalkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Praktik ‘urf terdapat dalam 1) harta bersama suami dan istri, 2) wasiat wajibah untuk anak angkat dan orang tua angkat, dan 3) ahli waris pengganti.
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemahaman Tentang Akad Kafalah Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) di Desa Pandau Jaya Kecamatan Siak Hulu Muhammad Azani; Hasan Basri
Wisanggeni : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol.1 No. 1 Juni (2021) Wisanggeni : Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : Institut Agama Islam Ma’arif NU (IAIMNU) Metro Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (770.637 KB) | DOI: 10.25217/wisanggeni.v1i1.1453

Abstract

The results of community service in the form of legal counseling in Pandau Jaya Village, Siak Hulu District are as follows: Has increased participants' understanding of the Kafalah contract in the Sharia Economic Law Compilation (KHES). The material presented includes the pillars of the kafalah contract, the terms for the object of the kafalah contract, the types of the kafalah contract, the implementation of the kafalah contract, and the parties who die in the kafalah contract. After delivering the material, participants were asked a number of questions related to the material presented. The distribution of participants' answers after legal counseling can be stated that participants understand the material presented. In general, participants can understand the kafalah contract in KHES. There were 6 (six) questions given, question number 3 about the type of kafalah contract and number 5 about the guarantor who passed away received the highest answers with 84% and 85%. Problems that arise in the form of participant questions are questions about the difference between the kafalah contract and the rahn contract as a guarantee contract and questions about the pillars of the kafalah contract. Kafalah is the equivalent of dhamman, which means guarantee, but in its development, Kafalah is identical to kafalah al-wajhi (personal guarantee, self-guarantee), while dhamman is identical to collateral in the form of goods / assets. This concept is different from akad rahn which means collateral, but collateral from the person in debt. In addition, questions about the pillars of the kafalah contract, the answer refers to Article 22 KHES 335 which states that the pillars of the kafalah contract are the guarantor (Kafil), the guaranteed party (Makful 'Anhu), the indebted party (Makful Lahu), the object (Makful Bihi), and Akad. The kafalah contract in sharia banking activities is used as a form of bank service to guarantee activities or businesses proposed by customers. Guarantee in the form of kafalah can be carried out with the model of asset guarantee (kafalah bi al-mal) and person / institution guarantee (kafalah bi al-nafs). Financially or institutionally, the bank guarantees the party applying for guarantee services.
Peningkatan Pemahaman Masyarakat Tentang Transaksi Jual Beli Kredit Kendaraan Bermotor Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) di Kelurahan Sialangmunggu Kecamatan Tuah Madani Kota Pekanbaru Muhammad Azani; Hasan Basri
BIDIK: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 2 No. 2 (2022): Bidik: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1636.262 KB) | DOI: 10.31849/bidik.v2i2.9060

Abstract

Jual Beli Kredit kendaraan bermotor saat ini sangat marak ditengah-tengah masyarakat dikarenakan kemudahan dalam memperoleh kendaraan bermotor. Target khusus yang diharapkan dari kegiatan ini adalah Meningkatnya Pemahaman Masyarakat Tentang Transaksi Jual Beli Berdasarkan KHES yang dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam Transaksi Jual Beli dan terpublikasikannya hasil kegiatan ini pada media dan jurnal ilmiah. Metode kegiatan yang dilaksanakan dengan 1) Ceramah atau penyuluhan dan 2) Dialog interaktif. Partisipasi mitra sebagai pihak yang menerima penyuluhan dalam konteks transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat. Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarkat dilakukan dalam bentuk penyuluhan hukum bagi warga masyarakat pada 25 November 2021. Pengabdian dapat dilaksanakan dengan lacar dan masyarakat dapat menerima pengetahuan yang disampaikan dalam presentasi pengabdian dengan baik, yang dibuktikan dengan antusiasme mereka dalam kegiatan dan Tanya jawab kepada Tim Pengabdian. Secara umum materi yang disampaikan adalah Jual berli menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang menyatakan bahwa jual beli disebut Ba’I, berarti pertukaran suatu objek dengan objek lain dengan kesepakatan para pihak. Peningkatan pemahaman peserta dapat dilihat pada sebaran jawaban kuisioner setelah penyuluhan yang dapat disimpulkan bahwa peserta dapat memahami materi dengan baik. Sebelum dilaksanakan pengabdian, pemahaman peserta hanya didasarkan pada pengetahuan umum tentang jual beli yang dipraktikkan di masyarakat. Praktik di masyarakat menunjukkan adanya praktik jual beli sepeda motor dapat dilakukan secara tunai maupun kredit
Praktik Akad Gadai dengan Jaminan Lahan /Sawah dan Gadai Emas di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Berdasarkan Hukum Islam Muhammad Azani
Perspektif Hukum VOLUME 15 ISSUE 2
Publisher : Faculty of Law Hang Tuah University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/ph.v15i2.36

Abstract

Lien contract undertaken by the community in the District Mempura Siak is pledge of land/fields. However, whether the lien contract is in reality a pledge as described in Islamic law. The researched issues are focused on the level of understanding of the community in the District Mempura Siak about the sharia lien contract; the practice of pledge land/fields that has been done by the community in the District Mempura Siak; and the practice of buying gold then pawned again when the gold price higher. Results of research show that 1) the level of understanding of the community in the District Mempura Siak about sharia pawning is very well with indications that most of the community involved in the activity of sharia pawn can understand as an alternative financing based on Islamic law; 2) lien contract practice that has been done by the community in the District Mempura Siak is not the Sharia lien contract based Islamic law. Practice is more accurately described as muzara'ah, which is a form of cooperation between landowners and land managers with profits shared according to the agreement. 3) The practice of buying gold then pawned again at the time of high gold prices does not constitute as a lien contract practice based on Islamic law, but more as buying and selling gold. This practice has been in the category of speculation on the price of gold, as gold prices are subject to change-change according to market gold in the international market.
Penjadwalan Kembali (Rescheduling) Tagihan Murabahah di Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) Kota Pekanbaru Berdasarkan Hukum Islam Taufiqul Hulam; Muhammad Azani
Perspektif Hukum VOLUME 16 ISSUE 1
Publisher : Faculty of Law Hang Tuah University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/ph.v16i1.43

Abstract

Rescheduling Murabaha bill on Islamic banking is suspected to add the amount of remaining bill that is unclearly allocated and categorized as usury. The research is a socio-legal study by using primary, secondary and tertiary data sources. The data are collected through observation, interview and documentation. The results of the research show that firstly, rescheduling the murabaha bill in Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS), Pekanbaru City branch is to make a new contract of the rescheduling, while the previous contract is declared null and void. Secondly, in fact, BRIS Pekanbaru City branch does not fully apply the provision that the amount of Murabaha bill can not be increased. In practice, BRIS only calculates the amount of months that become the customer’s responsibility by reducing the amount of installments, and does not calculate the amount of Murabaha remaining bill before rescheduling. Thirdly, if the party does not fulfill his/her obligations or if there is a dispute between the parties, the dispute will be settled through mutual consultation, the National Sharia Arbitration Board and the Religious Courts. The parties can primarily conduct deliberations to solve the problems.
Asas Keadilan dan Ahli Waris Pengganti dalam Praktik Kewarisan Masyarakat berdasarkan Hukum Islam di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis Hasan Basri; Muhammad Azani
Perspektif Hukum VOLUME 17 ISSUE
Publisher : Faculty of Law Hang Tuah University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/ph.v17i1.56

Abstract

This article analyzes the inheritance practices carried out by the community in Bantan District, Bengkalis Regency Based on Islamic Law. The research method used is a sociological legal research that discusses the application of positive law regarding the practice of community inheritance in Bantan District, Bengkalis Regency. The results showed: a. The community in Bantan Subdistrict turned out to be wrong in understanding the principle of balanced justice which was considered to be contrary to the sense of justice for the heirs. They understand the principle of balanced justice must be in the same sense. Whereas the meaning of the principle is that each heir, both male and female, has the same rights in obtaining inheritance rights. Men get more rights which do not mean unfair, but in Islamic law it stipulates that men are responsible for the burden of the family; b. The community in Bantan District in understanding radd in Islamic law does not fully refer to the KHI which is a reference in determining the law. They divide radd based only on habits that can be shared with the heirs who want it or the mosque; c. The community in Bantan Subdistrict considers that the heirs who passed away first from the heir, cannot be replaced by the heir's child. Whereas based on Article 185 paragraph (1) the KHI position of the heir can be replaced by the offspring of both male and female.