Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Pemantauan Konsentrasi PM2.5 dan CO2 Berbasis Low-Cost Sensor secara Real-Time di Cekungan Udara Bandung Raya Sya’bani, Ashari; Chandra, Indra; Majid, Lutfi Ikbal; Vaicdan, Furqan; Barus, Robbi Adam Aldino; Abdurrachman, Arief; Salam, Rahmat Awaludin
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 21 No. 1 (2020)
Publisher : Center for Environmental Technology - Agency for Assessment and Application of Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1119.355 KB) | DOI: 10.29122/jtl.v21i1.3707

Abstract

ABSTRACTField observation of PM2.5 and CO2 concentrations and meteorological conditions using low-cost sensors in real-time was carried out in the Greater Bandung air basin on Mar. 12 – Apr. 25, 2019. PM2.5 and CO2 sensors, as well as detectors of meteorological parameters, have been calibrated in the Laboratory. The instruments were placed in two locations (±300 m apart horizontally and ±20 m vertically), namely Tokong Nanas Building (Location 1 / L1) and Deli Building (L2), Telkom University, Bandung. Data was stored in the data logger and sent to the cloud database every 2-min through the GSM module. The results show that the same air mass in both locations has identified, except for some events that are affected by anthropogenic activities (those concentrations in L2 > L1) and wind speed/direction (time delay). The daily-average PM2.5 and CO2 concentrations at L1 and L2 are 52 µg m-3 and 580 ppm, and 70 µg m-3 and 809 ppm. PM2.5 and CO2 mass concentrations relatively higher (±172 µg m-3 and 916 ppm) at night due to a stable atmosphere (potential temperature, dθ/dz > 0, typical data from 20:00 to 3:00 local time), lower planetary boundary layer, and mixed local emissions and transboundary air pollutants. Meanwhile, lower CO2 concentrations in daytime mostly occur due to the activity of vegetation, which actively absorbs CO2 in the photosynthesis process. The fluctuation of those concentrations due to polluted air suggests that the performances of low-cost sensors can be adequately used properly for ambient air quality monitoring. Keywords: CO2, low-cost sensors, PM2.5, potential temperatureABSTRAKPemantauan konsentrasi PM2.5 dan CO2 serta kondisi meteorologi berbasis low-cost sensors secara real-time di cekungan udara Bandung Raya telah dilakukan pada 12 Maret-25 April 2019. Sensor PM2.5 dan CO2, serta detektor parameter meteorologi telah dikalibrasi di Laboratorium. Alat ukur ditempatkan di dua lokasi dengan perbedaan jarak ±300 m dan ketinggian ±20 m, yaitu Gedung Tokong Nanas (Lokasi 1 / L1) dan Gedung Deli (L2), Universitas Telkom, Bandung. Komunikasi data menggunakan modul GSM (SIM900A) dan data disimpan di data logger dan dikirimkan ke cloud database per 2 menit. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa massa udara di kedua lokasi memiliki tren data konsentrasi PM2.5 dan CO2 yang relatif homogen, kecuali pada beberapa kejadian yang dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik (konsentrasi PM2.5 dan CO2 di L2 > L1) serta arah dan kecepatan angin (adanya perbedaan konsentrasi massa PM2.5 akibat penundaan waktu). Rerata harian konsentrasi PM2.5 dan CO2 di L1 dan L2 berturut-turut adalah 52 µg m-3 dan 580 ppm serta 70 µg m-3 dan 809 ppm. Konsentrasi massa PM2.5 dan CO2 yang relatif lebih tinggi (±172 µg m-3 dan 916 ppm) di malam hari akibat atmosfer yang lebih stabil (temperatur potensial, dθ/dz > 0, tipikal dari pukul 20:00-03:00), penurunan planetary boundary layer, dan terjadinya pencampuran partikulat lokal dengan polutan udara lintas batas. Sedangkan, konsentrasi CO2 yang relatif lebih rendah di siang hari sebagian besar terjadi akibat aktivitas vegetasi yang aktif menyerap CO2 pada proses fotosintesis. Fluktuasi konsentrasi karena udara tercemar menunjukkan bahwa kinerja low-cost sensors dapat digunakan dengan baik untuk memantau kualitas udara di atmosfer.Kata kunci: CO2, low-cost sensor, PM2.5, temperatur potensial
PEMANTAUAN KONSENTRASI GAS (CO2, NO2) DAN PARTIKULAT (PM2.5) PADA STRUKTUR HORIZONTAL DI KAWASAN DAYEUHKOLOT, CEKUNGAN UDARA BANDUNG RAYA Muhammad Farisqi Aziz; Arief Abdurrachman; Indra Chandra; Lutfi Ikbal Majid; Furqan Vaicdan; Rahmat Awaludin Salam
Jurnal Sains Dirgantara Vol 18, No 1 (2020)
Publisher : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30536/j.jsd.2020.v18.a3236

Abstract

Salah satu sumber polusi lokal yang terjadi di Bandung Raya berasal dari kendaraan bermotor. Dari penelitian sebelumnya terindikasi bahwa konsentrasi organic carbon (OC) lebih tinggi dari elemental carbon (EC), konsentrasi OC primer lebih tinggi dari OC sekunder, dan konsentrasi char-EC lebih tinggi dari soot-EC. Penelitian tersebut menggunakan metode dry sampling dengan perangkat cascade impactor dan teridentifikasi bahwa OC, OC primer, dan char-EC berasal dari kendaraan bermotor khususnya mesin diesel, asap pabrik, dan debu jalan. Penelitian ini bertujuan untuk memantau dan menganalisis persebaran polusi lokal secara horizontal di daerah Dayeuhkolot, cekungan udara Bandung Raya. Pemantauan kualitas udara (CO2, NO2 , dan PM2.5 ) dengan menggunakan sepeda dilakukan pada tiga tipe lintasan: (1) jalur hijau, (2) lalu lintas rendah, dan (3) jalan raya. Ketiga lintasan memiliki karakteristik yang unik sesuai dengan estimasi sumber pencemar dan faktor lingkungan seperti pepohonan. Alat ukur yang digunakan berbasis low-cost sensors (CO2, NO2, dan PM2.5 ), serta dilengkapi dengan sensor temperatur (T), kelembapan relatif (RH), dan data logger. Pengukuran dilakukan selama 15 kali pada Februari-Maret 2019. Rata-rata pengamatan dilakukan setiap ~2 jam dengan kecepatan rata-rata sepeda ~10 km jam -1 . Hasil pengukuran menunjukkan bahwa alat dapat mendeteksi fluktuasi konsentrasi emisi gas/partikulat, yang dipengaruhi oleh konsentrasi polutan di udara sesaat yaitu dari kendaraan bermotor, pembakaran sampah, aktivitas pasar minggu, dan pengaruh hujan. Pada saat lampu merah di persimpangan jalan, tampak bahwa emisi langsung dari kendaraan bermotor dapat meningkatkan konsentrasi PM 2.5 dan NO2 menjadi 110 μg m-3 dan ~0,15 ppm pada selang waktu pengukuran ~10 menit. Faktor lainnya yang dapat meningkatkan nilai konsentrasi PM 2.5 sebesar ~163 μg m-3 dari kondisi udara ambien (77-86 μg m-3) adalah pembakaran sampah (~4 menit). Sedangkan kegiatan rutin di pasar minggu pagi dapat meningkatkan konsentrasi CO2 dan NO2 menjadi ~931 ppm dan ~0,13 ppm (~8 menit). Air hujan yang biasa terjadi pada sore hari dapat menurunkan konsentrasi gas dan PM 2.5 . Tingkat pembilasan partikulat (r) akibat hujan adalah ~30%.
Rancang Bangun Portable Weather Station Dalam Mendukung Pengamatan Mikropartikel Di Cekungan Udara Bandung Raya Robbi Adam Aldino Barus; Indra Chandra; Indra Wahyudin Fathona
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pembangunan portable weather station pada pengamatan mikropartikel di cekungan udara Bandung Raya penting dilakukan untuk mengukur kondisi meteorologi dan mengidentifikasi potensi sumber polusi udara. Perangkat yang digunakan terdiri dari sensor temperatur dan kelembaban relatif (DHT22), sensor tekanan udara (BMP180), sensor intensitas cahaya (BH1750), sensor kecepatan angin (hall sensor), dan sensor arah angin (HMC5883L). Alat ukur konsentrasi massa partikulat yang digunakan adalah Nanosampler dan sensor PM2.5. Pengukuran dilakukan selama 25 hari (17 Agustus – 11 September, 2018), di atap gedung Tokong Nanas, Universitas Telkom, Bandung (~675 mdpl; 6°58'22.4"S dan 107°37'47.1"E). Hasil pengukuran meteorologi menunjukkan bahwa temperatur berada pada kisaran 25oC-30oC di siang hari dan relatif lebih dingin di malam hari (18oC-20oC). Massa udara lebih kering di siang hari (35%-60%) dibandingkan di malam hari (>80%). Tekanan udara yang terukur sebesar 930 hPa. Arah angin berasal dari Tenggara menuju ke arah Barat Laut. Hasil analisis OC-EC diketahui bahwa sebagian besar polusi udara teridentifikasi dari jalan raya, industri dan tempat pembakaran sampah terbuka. Hal ini terkait dengan kandungan OC primer dan char-EC yang lebih besar dari kandungan OC sekunder dan soot-EC. Sebagian besar komposisi kimia yang teridentifikasi adalah garam laut (NaCl), dan ammonium sulfat ((NH4)2SO4). Hal ini mengindikasikan bahwa lokasi pengukuran terpapar polusi jarak jauh. Kata kunci : Bandung, Portable Weather Station, polusi udara, meteorologi, ion Abstract Development of portable weather station for monitoring microparticles in Greater Bandung air basin is very important to measure meteorological conditions and to identify potential sources of polluted air. We used temperature and relative humidity sensors (DHT22), air pressure sensors (BMP180), light intensity sensors (BH1750), wind speed sensors (hall sensors), and wind direction sensors (HMC5883L). Particulate matters mass concentration were measured by Nanosampler and PM2.5 sensor. Field observation was carried out for 25 days (August 17 - September 11, 2018), on the roof of the Tokong Nanas building (~ 675 masl), Telkom University, Bandung (~ 675 masl; 6 ° 58'22.4 "S and 107 ° 37'47.1" E). Result of meteorogical parameter show that temperatures in the range of 25oC - 30oC during the day and cooler in the night (18 oC -20 oC). Dry air mass were observed during day time (35% -60%) and it was different than night (>80%). The air pressure is stable at 930 hPa. Most of the air mass were coming from the Southwest to the Northwest, with averaged wind speed around 1 – 2 Km. This study found that most of local air pollution sources came from highways, industrial area, and residental-waste burning. It was identified by higher mass concentration of primary OC and Char-EC than secondary OC and Soot-EC. Meanwhile, the source of long-range transport of pollution air is sea-salt (NaCl) and ammonium sulfate ((NH4)2SO4). Keywords : Bandung, sensor, air pollution, meteorology, ion
Pengamatan Konsentrasi Massa Pm2.5 Di Cekungan Udara Bandung Raya Furqan Vaicdan; Indra Chandra; Asep Suhendi
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak PM2.5 adalah partikulat yang tersuspensi di udara dan berukuran < 2.5 µm. Apabila konsentrasinya melebihi ambang batas maka dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan/atau tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat alat ukur konsentrasi massa PM2.5 dengan menggunakan low-cost sensor di cekungan udara Bandung Raya dan menganalisis pengaruh meteorologi dan unsur kimia dari partikulatnya terhadap pengukuran PM2.5. Alat yang digunakan adalah sensor SKU:SEN0177 yang dikalibrasi di laboratorium dengan menggunakan particle generator (model KG-02, Rion Co. Ltd.) menggunakan polystyrene latex spheres (PSL) berukuran 0,309, 0,479, dan 1,005 µm, yang akan diteruskan ke diffusion dryer sebagai pengering untuk mengurangi kelembaban (RH~40%), kemudian diteruskan ke sensor, optical particle counter (OPC, model KC-01E, Rion Co. Ltd.) dan exhaust secara serempak. OPC digunakan sebagai kalibrator dan memiliki cara kerja yang sama dengan sensor, yaitu menggunakan prinsip hamburan cahaya. Kampanye dilaksanakan pada 17 Agustus-11 September 2018, di Gedung Tokong Nanas, Universitas Telkom, Bandung. Pengukuran dilengkapi dengan Nanosampler, sensor DHT22 (temperatur dan kelembaban), sensor BMP180 (tekanan), sensor BH1750 (intensitas cahaya), sensor HMC 5883L (arah angin), dan sensor hall effect (kecepatan angin). Dari hasil pengamatan, pembacaan sensor dipengaruhi oleh RH (> 80%) dan komposisi kimia. Pertumbuhan higroskopis selama ketersediaan uap air di udara menyebabkan pembacaan sensor menjadi lebih tinggi (overestimate). Unsur kimia yang paling banyak ditemukan selama masa pengukuran adalah Natrium klorida (NaCl, berukuran lebih dari 1 µm) dan amonium sulfat ((NH4)2SO4, < 1 µm). Komposisi kimia dengan indeks bias yang lebih kecil menyebabkan intensitas hamburan yang ditangkap oleh foto detektor menjadi lebih rendah (underestimate). Selama masa penelitian sensor dapat mengikuti nilai dari Nanosampler dengan rerata simpangan harian sebesar 1,1±12,1 µg m-3 . Kata Kunci: low-cost sensor, Nanosampler, PM2.5, polusi udara PM2.5 are suspended particles (Dp < 2.5 µm) in the air. If the concentration exceeds the threshold, it can endanger human health, animal and/or plant. This study aims to develop PM2.5 detector using a low-cost sensor, to observe the mass concentration of PM2.5 in the Greater Bandung air basin, and to analyze the effects of meteorology and chemical components on its particulates in PM2.5 measurements. We used a sensor (model SKU: SEN0177) which is calibrated in a laboratory using polystyrene latex spheres (PSLs) with the size of 0.309, 0.479, and 1.005 µm (generated by a particle generator (model KG-02, Rion Co. Ltd.)). Those particles are introduced to a diffusion dryer (to maintain a relative humidity (RH) ~ 40%) and then forwarded to a sensor, an optical particle counter (OPC, model KC-01E, Rion Co. Ltd.) and an exhaust simultaneously. OPC is used as a calibrator and has the same method with a sensor, which it uses the principle of light scattering. The campaign was held on 17 August11 September 2018, at the Tokong Nanas Building, Telkom University, Bandung. Measurements are equipped with Nanosampler, DHT22 sensor (temperature and RH), BMP180 sensor (pressure), BH1750 sensor (light intensity), HMC 5883L sensor (wind direction), and hall effect sensor (wind speed). During the field observation, a sensor is influenced by RH (> 80%) and chemical composition. Hygroscopic growth is one of the main factors that it causes overestimate reading due to the availability of water vapor in the air. The dominant chemical compositions observed in the field are sodium chloride (Dp > 1 µm) and ammonium sulfate (Dp <1 µm). These particulates have low refractive indexes that it causes low capturing light scattering by the photodetector. A sensor data can follow Nanosampler data with the daily-average deviation of 1.1 ± 12.1 µg m-3 . Keywords: air pollution, low-cost sensor, Nanosampler, PM2.5,
Observasi Lapangan Mikropartikel Di Atmosfer Menggunakan Nanosampler Pada Cekungan Udara Bandung Raya Lutfi Ikbal Majid; Indra Chandra; Amaliyah Rohsari Indah Utami
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Kampanye pengamatan mikro-partikel telah dilakukan di cekungan udara Bandung Raya pada periode musim hujan (14 – 26 Februari 2018) dan kemarau (17 Agustus – 11 September 2018). Pengamatan mikro-partikel menggunakan Nanosampler dengan ukuran >10, 2,5-10, 1-2,5, 0,5-1, 0,1-0,5 dan <0,1 µm. Hasil dari nanosampler adalah konsentrasi massa partikulat (total suspended particles) dengan musim hujan rata-rata di bawah 100 µg m-3 . Hasil tersebut kontras dengan rata-rata di musim kemarau (>100 µg m-3 ). PM2.5 dan PM10 menjadi ukuran tipikal pada pengamatan tersebut, yang bersumber dari jalan raya, industri, dan sumber alami (debu tanah dan garam laut). Hasil analisis massa tersebut adalah kandungan karbon dengan hasil total karbon (TC), rata-rata ~72% adalah organik karbon (OC). Sumber OC tersebut berasal dari aktivitas jalan raya (~52%) dan biogenik (~72%), yang merupakan polutan primer dan menjadi sumber fraksi OC/EC terbanyak dengan sebagian besar sumbernya yaitu bahan bakar fosil, debu, dan mesin diesel. Sisanya adalah karbon anorganik (EC), Terdapat dua bentuk partikulat dalam EC, yaitu fresh particles yang terdapat dalam char-EC dan aged particles dari sumber char-EC (emisi karbon bercampur dengan unsur tanah) dan soot-EC (campuran kondensasi karbon dengan unsur dalam atmosfer, seperti sulfat dan nitrat). ~79% dari kandungan EC adalah char-EC, dengan sumber utama adalah emisi langsung kendaraan bermotor. Sementara itu ~21% kandungan EC adalah soot-EC, yang merupakan kondensasi dari emisi kendaraan bermotor tersebut. Analisis massa lainnya adalah konsentrasi senyawa ion, hasil yang dominan ditemukan adalah amonium sulfat ((NH4)2SO4), ammonium nitrat (NH4)NO3, dan garam (NaCl). Dengan letak geografis Bandung Raya, sumber dari laut bukan merupakan polusi lokal. Berdasarkan NOAA HYSPLIT back trajectory model, sumber utama dari transportasi jauh rata-rata berasal dari aktivitas laut seperti transportasi laut dan biota yang menghasilkan nitrat dan sulfat. Karena letak geografis tersebut sehingga transportasi, industri dan kegiatan manusia menjadi sumber polusi utama. Kata Kunci: Polusi udara, Nanosampler, PM2.5, OC/EC, dan Ion. Abstract The micro-particle observation campaign has been carried out in the Bandung Raya air basin during the rainy season (February 14-26 2018) and dry season (August 17-September 11, 2018). Observation of micro-particles using nanosamplers with sizes> 10, 2.5-10, 1-2.5, 0.5-1, 0.1-0.5 and <0.1 µm. The result of the nanosampler is the concentration of particulate mass (total suspended particles) with the average rainy season below 100 µg m-3 . These results contrast with the average in the dry season (> 100 µg m-3 ). PM2.5 and PM10 are typical measurements of these observations, which are sourced from roads, industries, and natural sources (soil dust and sea salt). The result of the mass analysis is the carbon content with the total carbon yield (TC), on average ~ 72% is organic carbon (OC). The OC sources come from road activities (~ 52%) and biogenic (~ 72%), which are primary pollutants and are the source of the most OC / EC fractions with most sources, namely fossil fuels, dust, and diesel engines. The rest is inorganic carbon (EC), There are two forms of particulates in EC, namely fresh particles contained in char-EC and aged particles from sources of char-EC (carbon emissions mixed with soil elements) and soot-EC (mixture of carbon condensation with elements in the atmosphere, such as sulfate and nitrate). ~ 79% of the EC content is char-EC, with the main source being direct emissions of motor vehicles. Meanwhile ~ 21% of the EC content is soot-EC, which is condensation from the emissions of motorized vehicles. Another mass analysis is the concentration of ion compounds, the dominant results found are ammonium sulfate ((NH4)2SO4), ammonium nitrate (NH4)NO3, and salt (NaCl). With the geographical location of Bandung Raya, the source of luat is not local pollution, Based on the NOAA HYSPLIT back trajectory model, the main sources of long-distance transportation come from sea activities such as sea transportation and biota which produce nitrate and sulfate. Because of the geographical location, transportation, industry and human activities are the main sources of pollution. Keywords: Air Pollution, Nanosampler, PM2.5, OC/EC, and Ion
Rancang Bangun Alat Uji Tarik Untuk Karakterisasi Sifat Mekanik Dan Listrik Pada Material Konduktif Fleksibel Christo Sebastian Kristena; Ismudiati Puri Handayani; Indra Chandra
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Elektronik fleksibel merupakan sebuah peranti elektronik yang memanfaatkan material konduktif atau semikonduktor yang dideposisi di atas substrat fleksibel. Karena bentuknya yang mudah diubah, elektronik fleksibel memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya, sebagai sensor elastis yang dapat diletakkan pada pakaian atau organ tubuh untuk memantau kinerja dari tubuh manusia dan perangkat yang dapat ditekuk. Sifat fleksibel ini dapat meningkatkan ketahanan dari sebuah rangkaian elektronik karena tidak mudah patah. Dalam mengaplikasikan elektronik fleksibel, perlu diperhatikan pengaruh tarikan mekanik terhadap sifat mekanik dan listrik bahan tersebut. Substrat elastis harus dipilih yang mampu mempertahankan sifat elastisitasnya. Selain itu elemen konduktif yang dideposisi di atas substrat fleksibel harus dijaga agar secara fisis tidak rusak dan masih memiliki sifat listrik yang sama meskipun sudah mengalami tarikan mekanik berkali-kali. Mempertimbangkan hal ini, telah dirancang dan dikembangkan alat uji tarikan pada material konduktif fleksibel untuk mempelajari sifat mekanik material dan hubungan antara sifat mekanik dengan sifat listrik dari material tersebut. Bagian bidang penarik pada alat uji tarikan ini dibuat dengan dimensi 15 x 8 x 3 cm sehingga dapat diintegrasikan dengan alat uji lain seperti mikroskop yang dapat digunakan untuk mengamati perubahan fisik bahan yang diuji. Hasil pengujian tanpa beban, menunjukkan bahwa alat mampu memberikan gaya maksimum sebesar 26,59 N dan bergeser secara simetris sebesar 40,00 mm pada saat gaya maksimum diterapkan. Gaya dapat divariasi dengan resolusi sebesar 0,14 N sedangkan pergeseran memiliki resolusi sebesar 0,02 mm. Pengujian alat untuk mengkarakterisasi substrat polyethylene terephthalate (PET) dengan ukuran 6,50 x 3,80 x 0,17 mm menunjukkan alat mampu memberikan gaya maksimum sebesar 2,16 N dengan variasi terkecil 0,14 N serta pergeseran maksimum sebesar 0,16 mm dan variasi pergeseran terkecil 0,01 mm. Pada saat elemen konduktif pasta perak dideposisi di atas PET dan diuji dengan alat ini, diperoleh informasi bahwa resistansi relatif stabil pada saat material ditarik dengan regangan 0,10 % dan bertambah hingga sekitar 10,00  pada saat penarikan dengan besar regangan 1,00%. Hasil karakterisasi dua elemen konduktif yang berbeda resistansi juga memperlihatkan bahwa material yang lebih konduktif cenderung lebih stabil terhadap tarikan mekanik. Kata Kunci : Alat uji tarikan, flexible electronics, material konduktif fleksibel Abstract Flexible electronics is an electrical device using flexible substrate in which a conductive or a semiconducting material is deposed on it. Due to the capability of changing its geometry, flexible electronics has many applications, such as elastic sensor or bendable devices that can be put on clothing or human’s organ to examine human body performance. To apply flexible electronics into devices, it is important to understand the effects of mechanical tensile force to the mechanical and electrical properties of the material. The material should be able to maintain its elasticity, physical properties, as well as electrical properties after experiencing mechanical tensile forces for many times. Considering to this issue, a mechanical test instrument has been designed and built to characterize the mechanical properties of flexible conductive material and to study the correlation between mechanical and electrical properties of the material. The instrument is connected to digital microscope so that any physical changes of the material including any possible damages after mechanical stretches are observed. The instrument is able to generate a maximum force of 26.59 N and a maximum displacement of 40,00 mm. The smallest variation of the mechanical force and displacement are 0.14 N and 0.02 mm, respectively. The instrument is able to generate a maximum force of 2.16 N on 6.50 x 3.80 x 0.17 mm PET. This force triggers a maximum stretch of 0.13 mm. The smallest stretch is 0.01 mm. This mechanical stretch affects the material resistance. The resistance of silver paste deposed on top of PET is observed to be relatively constant when 0,10% strain is applied. However, this resistance changes about 10,00  when 1,00% strain is applied. Less resistive material is observed to be more stable against the mechanical strain. Keywords: Conductive material, flexible electronics, PET, tensile test instrument
Potensi Kadar Konsentrasi Co2 Dan Pm2.5 Yang Dihasilkan Dari Pembakaran Sampah Organik Dan Anorganik Menggunakan Insinerator Suhartanto Nugroho; Indra Chandra; Rahmat Awaludin Salam
eProceedings of Engineering Vol 7, No 1 (2020): April 2020
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Salah satu sumber polusi udara yang berasal dari antropogenik yaitu pembakaran sampah yang pada temperatur rendah/tinggi dapat menghasilkan gas (Karbon Dioksida/CO2) dan/atau partikulat (PM2.5). Oleh karenanya, pengelolaan sampah dengan menggunakan insinerator merupakan salah satu cara untuk membakar sampah dengan kemampuan memfilter emisi tersebut. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi CO2 dan PM2.5 pada pembakaran sampah daun (organik), botol plastik (anorganik), dan campuran (komposisi 1:1 dari sampah organik dan anorganik), serta derajat keasaman (pH) dan turbiditas pada cairan dari hasil kondensasi asapnya, dengan menggunakan insinerator dari Bandung Techno Park (BTP), yang berlokasi di Universitas Telkom, Bandung. Alat ukur diletakkan pada jarak 30 cm dari cerobong dengan bantuan blower untuk mengarahkan sebagian besar asapnya menuju ruang pengukuran. Teknik tersebut lebih optimal apabila dibandingkan dengan penempatan alat secara langsung pada keluaran cerobongnya yang menyebabkan terhalangnya deteksi konsentrasi massa partikulat pada sensor PM2.5 akibat asap tersebut. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi puncak CO2 pada pembakaran sampah campuran mencapai ~5000 ppm. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sampah anorganik (~3100 ppm) dan organik (~1200 ppm). Tingginya konsentrasi CO2 sebagian besar disebabkan oleh pembakaran sampah plastik yang mengalami proses gasifikasi yang lebih besar daripada sampah daun. Hal tersebut dapat dilihat pada tingkat kekeruhan larutan hasil kondensasi asap pembakaran anorganik yang lebih jernih (~400 NTU) dibandingkan dengan organik (~2000 NTU). pH larutan anorganik adalah 2, lebih rendah daripada organik (pH = 5). Derajat keasaman pada anorganik mengandung konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan organik yang cenderung netral karena masing-masing kandungan anion/kationnya memiliki konsentrasi yang tinggi. Dengan demikian, metode dan teknik yang baik pada insinerator sangat penting untuk dipahami dan dirancang, agar penggunaannya lebih efektif untuk mereduksi paparan udara tercemar dari pembakaran sampah langsung yang masih banyak digunakan di Indonesia. Kata kunci: CO2, insinerator, kualitas udara, pembakaran sampah, PM2.5 Abstract One of the emission sources of polluted air from anthropogenic is waste combustion which can produce gas (i.e. carbon dioxide / CO2) and/or particulate (PM2.5) under low/high temperatures conditions. Therefore, a waste management system using an incinerator is one of a method to burn waste with an ability that it can filter those emissions. In this research, we have been measuring CO2 and PM2.5 concentrations produced in waste burning of organic (leaf), inorganic (plastic bottle), and mixture (1:1 composition between organic and inorganic waste), and analyzing its physical properties of the condensed liquid (pH and turbidity), using incinerator of Bandung Techno Park (BTP), which is located at Telkom University, Bandung. The measuring device was placed around 30 cm from a chimney with an added blower to flow the most of smoke comes into the measurement chamber. This technique is more reliable when comparing to direct measuring from the outlet that it caused PM2.5 sensors can overestimate the mass concentration of particulate due to the optical detector is blocked by smoke. Results showed that CO2 concentrations were higher came from mixed waste (~5000 ppm) compared to smoke from inorganic (~3100 ppm) and organic (~1200 ppm). Those concentrations mainly caused by the gasification process on plastic bottles than the leaf. Moreover, the turbidity level of inorganic waste is more clear (~400 NTU) than organic waste (up to 2000 NTU). The degree of acidity of a condensed inorganic liquid is 2, which lower than organic liquid (pH = 5). This is due to level acidity in inorganic has more acid concentration compared to the neutralization of higher concentrations of anion and cation in organic waste combustion. Thus, good techniques on incinerators are very important to be understood/designed, so that their use is more effective in reducing exposure to polluted air from direct combustion which is still widely used in Indonesia. Keywords: air quality, CO2, incinerator, PM2.5, waste burning
Sistem Pemantauan Kualitas Udara Di Kawasan Bandung Metropolitan Berbasis Gsm Muhammad Riadhi Subardi; Indra Chandra; Rahmat Awaludin Salam
eProceedings of Engineering Vol 7, No 3 (2020): Desember 2020
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pencemaran udara yang semakin meningkat merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem pemantauan kualitas udara dengan parameter ukur yang terdiri dari konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan partikulat (PM2.5), serta dilengkapi dengan parameter meteorologi seperti temperatur (T), kelembapan relatif (RH), intensitas cahaya (I), tekanan (P), curah hujan, dan kecepatan/arah angin (WS/WD). Penelitian ini menggunakan panel surya untuk sumber tegangan cadangan. Terdapat baterai untuk menyimpan sumber energi listrik dan modul charger yang berfungsi untuk mengontrol pengisian daya baterai dari panel surya. Lokasi pengukuran dilakukan di dua lokasi, yaitu Gedung Tokong Nanas (R1) dan Gedung Deli (R2), Universitas Telkom, Bandung, yang dilakukan pada 1 Februari 2019 - 31 Januari 2020. Komunikasi data menggunakan GSM (SIM900A) yang dikirimkan ke cloud database per 2 menit dan disimpan di data logger. Hasil pengukuran di kedua lokasi memiliki perbedaan pada musim kemarau, hujan, dan pancaroba. Rata-rata harian dan per 8 jam masing-masing untuk konsentrasi PM2.5 dan CO2 di R1 dan R2 adalah 44 μg/m3 dan 521 ppm, serta 60 μg/m3 dan 621 ppm di musim hujan. Sedangkan untuk musim kemarau adalah 35 μg/m3 dan491 ppm, serta 60 μg/m3 dan 686 ppm. Pada musim pancaroba, konsentrasi polutan yang terukur yaitu 41 μg/m3 dan 504 ppm, serta 61 μg/m3 dan 672 ppm. Konsentrasi PM2.5 dan CO2 di R2 lebih tinggi daripada di R1 dikarenakan lokasi R2 lebih rendah dari R1 dan dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik. Lokasi R1 lebih tinggi konsentrasi pada musim hujan karena planetary boundary layer di musim hujan mengalami penurunan yang mengakibatkan kualitas udara dipengaruhi oleh transportasi jarak jauh dari polutan. Sedangkan untuk lokasi R2, konsentrasi di musim kemarau lebih tinggi terjadi karena aktivitas vegetasi yang lebih aktif di musim kemarau. Kata kunci: Bandung Metropolitan, GSM, kualitas udara, low-cost sensor, musim. Abstract Increased level of air pollution is one of the environmental problems that occur in big cities in Indonesia. This study aims to develop an air quality monitoring system with measuring parameters are carbon dioxide (CO2) and particulate matter (PM2.5), as well as meteorological parameters (temperature (T), relative humidity (RH), light intensity (I), pressure (P), precipitation, and wind speed/direction (WS/WD). The system is equipped by solar panels as a backup voltage source, a battery to store the electrical energy from the solar panel, and a charger module that functions to control battery charging from the solar panel. Location measurements were carried out in 2 locations, namely Tokong Nanas Building (R1) and Deli Building (R2), Universitas Telkom, Bandung, which was conducted on February 1, 2019 - January 31, 2020. Data communication uses GSM (SIM900A) which is sent to the cloud database every 2 minutes and stored in the data logger. The measurement results at the two locations dif ered from the dry, rainy, and transition seasons. The daily and 8-hour average for the concentration of PM2.5 and CO2 in R1 and R2 respectively is 44 μg /m3 and 521 ppm and 60 μg /m3 and 621 ppm in the rainy season, while for the dry season is 35 μg /m3 and 491 ppm, and 60 μg /m3 and 686 ppm. In the transition season, these concentrations are 41 μg /m3 and 504 ppm, and 61 μg /m3 and 672 ppm. The concentrations of PM2.5 and CO2 in R2 are higher than in R1. This is because the location of R2 is lower than R1 and it is influenced by the location of the anthropogenic activity. Location R1 has a higher concentration in the rainy season because the planetary boundary layer in the rainy season has decreased which results in transboundary air pollution mixing with local air pollution. Whereas for the R2 location the concentration in the dry season was higher because the vegetation activity was more active in the dry season. Keywords: air quality, Bandung Metropolitan, GSM, low-cost sensors, seasonal
Analisis Potensi Kebakaran Hutan Menggunakan Data Titik Panas Dan Iklim Untuk Pemasangan Alat Kualitas Udara Di Provinsi Riau Elpi Sandra Yunvi; Indra Chandra; Rahmat Awaludin Salam
eProceedings of Engineering Vol 8, No 2 (2021): April 2021
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Riau merupakan salah satu daerah di pulau Sumatera yang memiliki lahan gambut terluas berkisar 55,76% dari total luas di Sumatera. Hal ini menyebabkan Riau rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan akibat proses alami ataupun penyalahgunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis suatu daerah untuk pemasangan alat kualitas udara berbasis low-cost sensor di Provinsi Riau dengan memanfaatkan data cuaca dan sebaran titik panas (hotspot). Data yang digunakan yaitu kebakaran hutan pada tahun 2015 dan 2019 yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Malaysia Dapartment of Environment (DOE) melalui Air Quality Historical Data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan meneliti berbagai kejadian, serta mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data. Dari proses tersebut, cuaca berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan serta sebaran titik panas (hotspot). Kebakaran hutan yang terjadi menyebabkan polusi lintas batas yang meningkatkan konsentrasi PM10 dan terjadi degradasi kualitas udara, sebagai contoh di Malaysia. Polutan dari kebakaran hutan berupa fresh (gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O) dan black carbon) dan aged (senyawa fotokimia (CO, NMVOC, NOx)) combutions. Adapun parameter ukur yang dapat digunakan yaitu temperatur, kelembapan, arah dan kecepatan angin, Particulate Metter, sensor gas, dan sensor api. Dari hasil analisis didapatkan beberapa daerah yang direkomendasikan yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu. Kata kunci : Cuaca, hotspot, kebakaran hutan, PM10. Abstract Riau is one of the areas on the island of Sumatra, which has the largest peatlands, around 55.76% of the total area in Sumatra. This leaves Riau vulnerable to forest and land fires due to natural processes or land misuse. This study aims to analyze an area for the installation of air quality devices based on low-cost sensors in Riau Province by utilizing weather data and the distribution of hotspots. The data used are forest fires in 2015 and 2019 which were obtained from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG), the Ministry of Environment and Forestry (KLHK), and the Malaysia Department of Environment (DOE) through Air Quality Historical Data. The method used in this research is descriptive by examining various events, as well as collecting, processing, and analyzing data. From this process, the weather affects forest and land fires and the distribution of hotspots. Forest fires that occur cause transboundary pollution which increases PM10 concentrations and degrades air quality, for example in Malaysia. Pollutants from forest fires are fresh (greenhouse gases (CO2, CH4, N2O) and black carbon) and aged (photochemical compounds (CO, NMVOC, NOx)) combutions. The measuring parameters that can be used are temperature, humidity, wind direction and speed, particulate meter, gas sensor, and fire sensor. From the analysis, it was found that several recommended areas were Bengkalis Regency, Rokan Hilir Regency, Pelalawan Regency, Siak Regency, Meranti Islands Regency, Indragiri Hilir Regency, and Indragiri Hulu Regency. Keywords: Forest fire, hotspot, PM10, weather
Prastudi Pemantauan Bioaerosol Di Dalam Ruangan Dan Analisisnya Ahmad Harun Firdaus; Amaliyah Rohsari Indah Utami; Indra Chandra
eProceedings of Engineering Vol 7, No 1 (2020): April 2020
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Bioaerosol adalah mikroorganisme dengan ukuran 0,02-100 µm yang berada di udara. Manusia banyak melakukan aktivitas di dalam ruang, sehingga kualitas udara dalam ruang merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Bioaerosol di dalam ruang, dapat berupa bakteri, virus, fungi, dan alergen seperti parasit debu yang dapat bersumber dari bangkai dan kotoran tungau. Dampaknya terhadap kesehatan terutama berupa iritasi, infeksi, dan alergi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui hubungan parameter non-biologi (RH, T, CO2, PM2.5) terhadap parameter biologi berupa konsentrasi bakteri (CFU/m3 ) di dalam ruangan. Lokasi pengukuran dilakukan di tiga ruangan yang berada di Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom, Bandung. Mekanisme pengambilan sampel biologi di setiap lokasi dilakukan secara paralel dengan parameter non-biologi secara paralel pada jam operasional kampus, masing-masing selama dua menit dengan tiga kali pengulangan menggunakan alat impaktor SKC BioStage Standar 400 holes dengan media NA Tryipticase Soy Agar pada cawan petri. Kemudian sampel diidentifikasi dan dihitung jumlah koloni bakteri menggunakan alat Colony Counter. Bakteri tersebut diidentifikasi dengan cara pemberian media enrichment menggunakan Trypticase Soy Broth dan lempeng agar darah 5%, kemudian dilakukan pengecakan gram, setelah itu diberikan media diferensial meggunakan Manitol Salt Agar dan MacConekey’s Agar. Rerata konsentrasi bioaerosol pada ketiga ruangan adalah 5583 CFU/m3 , 1890 CFU/m3 , dan 1278 CFU/m3 . Model regresi linier menunjukan terdapat korelasi yang positif terhadap parameter RH, T, dan CO2 dengan konsentrasi bioaerosol. Korelasi yang lemah pada PM2.5 dapat diakibatkan oleh bakteri di udara berdiri sebagai agregat atau menempel pada partikel non-biologi, sehingga ukuranya > 2,5 µm. Rerata konsentrasi bioaerosol pada ruangan 1, 2, dan 3 adalah 5583 CFU/m3 , 1890 CFU/m3 , dan 1278 CFU/m3 . Ketiga lokasi tersebut tidak memenuhi persyaratan kualitas bilogi udara dalam ruangan. Kata kunci : Bioaerosol, kualitas udara dalam ruang, bakteri di udara. Abstract Bioaerosol is microorganisms with the size of 0,02-100 µm in the air. Humans do a lot of activities in the room, so the indoor air quality is importan factor that must be consider. Bioaerosol formed of bacteria, viruses, fungi and allergance such as dust parasites that can be sourced from dead carcasses and dust mites. The impact on health mainly in the form of irritation, infection, and allergance. This study aims to identify and determine the relationship of non-bilogical parameters (RH, T, CO2, PM2.5) to biological parameter in the form of bacterial colony forming unit per volume (CFU/m3 ). Location where the air sampled was taken in three places of Gedung Deli, Universitas Telkom, Bandung. Biological sampling mechanism at each location was carried out in parallel with non-biological parameters in parallel during campus operational hours, each for two minutes with three repetition using the Standard SKC BioStage 400 holes with natrium agar Trypticase Soy Agar on a petri dish. Then the sample was identified and counted for total colonies using colony counter. These bacteria were identified by enrichment media using Trypticase Soy Broth and Blood Agar 5%, then gram cheking was perfomed, after which diferential media were used Manitol Salt Agar and MacConekey Agar. The mean bioaerosol concentration in three rooms were 5583, 1890, and 1278 CFU/m3 . The linear regression model shows that there is a positive correlation with the parameters of RH, T, and CO2 with the concentration of bioaerosol. Weak correlations at PM2.5 can be caused by bacteria in the air standing as aggregates or sticking to non-biological particles, so the size are >2.5 µm. The mean concentration of bioaerosol in rooms 1, 2 and 3 were 5583 CFU/m3 , 1890 CFU/m3 , and 1278 CFU/m3 . All three locations did not meet the quality requirements for indoor air biology. Keywords: Bioaerosol, indoor air quality, airborne bacteria
Co-Authors Abd Aziz, Azrina Abdurrachman, Arief Adiwidya, Andre Suwardana Afryan, Muhammad Beno Ahmad Harun Firdaus Alexandra, Tania Christiana Amalia, Dini Rizqi Amaliyah Rohsari Indah Utami Ananta Hasmul, Nabil Andre Suwardana Adiwidya Annisa Zahwatul Ummi Ardiansyah Ramadhan Ardiles, Sopaheluwakan Alesandro Arief Abdurrachman Aries Tanti, Dyah Arif Burhanudin, Zainal Asep Suhendi Asri Indrawati Avianto, Luthfi Wigi Awaludin Salam, Rahmat Aziz, Azrina Abd Aziz, Reza Mochamad Azrina Abd Aziz Barus, Robbi Adam Aldino Burhanudin, Zainal Arid Christo Sebastian Kristena Dandy Rievaldo Deni Ali Marwan Gajah Dewi, Halvionita Puspitasari Dini Rizqi Amalia Dwi Sundari, Carolina Dyah Aries Tanti Elpi Sandra Yunvi Fajri Hadi Syahputra, Muhammad Fitria Suyatna, Sefani Furqan Vaicdan Furqan Vaicdan Gajah, Deni Ali Marwan Halinda, Maulana Fauzan Athalla Hidayat, Putri Naila Alyana Indah Cikal Al Gyfary Okthaviany Indra Wahyudin Fathonah indrawati, asri Irvin Judah Lalintia Ismudiati Puri Handayani Jalasena, Andhika Jannah, Nur Rawdotul Kampong, Prichel Adisatya Kris Sujatmoko Kurniawan, Michelle Lalintia, Irvin Judah Lee, Vivian Lulu Millatina Rachmawati Lutfhi Rizqi Mubarok Lutfi Ikbal Majid Lutfi Ikbal Majid Majid, Lutfi Ikbal Mario Gilang Permadi Maulana Fauzan Athalla Halinda Michelle Kurniawan Millatina Rachmawati, Lulu Mubarak, Luthfi Rizqi Muhammad Beno Afryan Muhammad Fajri Hadi Syahputra Muhammad Farisqi Aziz Muhammad Riadhi Subardi Nabil Ananta Hasmul Nur Putri Megalia Sopian Nur Rawdotul Jannah Octaviani, Yeni Okthaviany, Indah Cikal Al Gyfary Permadi, Mario Gilang Prichel Adisatya Kampong Putri Naila Alyana Hidayat Rachmawati, Lulu Millatina Rahmat Awaludin Salam Rahmi Rasyid, Tazlila Ramadhan, Ardiansyah Rasyid, Tazlila Rahmi Reza Mochamad Aziz Rievaldo , Dandy Rizqi Mubarok, Lutfhi Rizzi Ani, Zahwa Robbi Adam Aldino Barus Sherly Liana Putri Sopaheluwakan Alesandro Ardiles Sopian, Nur Putri Megalia Suhartanto Nugroho Suprayogi Suprayogi Suwandi Suwandi Sya’bani, Ashari Tania Christiana Alexandra Tazlila Rahmi Rasyid Ummi, Annisa Zahwatul Vaicdan, Furqan Vivian Lee Wiwiek Setyawati Wiwiek Setyawati Zainal Arid Burhanudin