Mansyur Mansyur
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

MIGRASI DAN JARINGAN EKONOMI SUKU BUGIS DI WILAYAH TANAH BUMBU, KERESIDENAN BORNEO BAGIAN SELATAN DAN TIMUR, 1930-1942 Mansyur Mansyur
Jurnal Sejarah Citra Lekha Vol 1, No 1 (2016): Maritime State Development
Publisher : Department of History, Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (832.261 KB) | DOI: 10.14710/jscl.v1i1.11850

Abstract

The Bugis migration to Tanah Bumbu, Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe, Residentie Borneo’s Zuid en Oosterafdeeling continued until the early decades of the 20th century, especially in 1930-1942. It was indirectly indicates how strong economic motives of the Bugis. In an effort to survive in the midst of economic depression or malaise, Bugis migrants "creates" economic adaptation strategy to establish a network of fisheries Ponggawa (skipper) Bugis in the early 1930's. Most migrant Bugis also tried farmer (bahuma) for copra and coconut planting. Plantation crops are suitable and almost the same as plantation crops in South Sulawesi. In addition, in the field of marine migrant boat Bugis also developed business people to serve the marine transportation. This study uses the history of the historical method, which is a method to test and analyze critically the recording and relics of the past. The historical method comprises step heuristics, criticism of sources (external and internal), interpretation and historiography.
Rumah Bulat Sebagai Markas Perjuangan Pemuda Bakumpai Marabahan Borneo Bagian Selatan (1929-1946) ‪Mohamad Zaenal Arifin Anis; Mansyur Mansyur; Hairiyadi Hairiyadi; Rusdi Effendi; Wisnu Subroto; Melisa Prawitasari
PAKIS (Publikasi Berkala Pendidikan Ilmu Sosial) Vol 1, No 2 (2021): PAKIS, September 2021
Publisher : Pendidikan IPS FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2361.08 KB) | DOI: 10.20527/pakis.v1i2.4008

Abstract

The stage of Indonesian history, especially southern Borneo (Kalimantan), in the first decade of the 20th century was marked by the growth and development of nationalism. The main actors are the youngsters. From 1929-1942, there were many movement organizations with various characteristics. The organization is generally based in one headquarters. Among them are Bakumpai’s youth organizations such as the Marabahan Youth Association (PPM), the Marabahan Branch of Sarekat Islam up to the Taman Siswa School which is headquartered in Round House, Marabahan. Historical studies of the existence of round houses are still not enough. Spatial aspects (place of events) still get a small portion in local historiography. This study aims to describe the existence of Round House as the headquarters for the Marabahan Youngsters (Bakumpai) in Marabahan, Southern Borneo, in 1929 -1946. This research used a historical method with heuristics, criticism, interpretation and historiography stages. The results of the research showed that Round House is a symbolic name for the determination of the Bakumpai youngsters to fight through the organization. Originally named the Joglo Cap Crown House, as a symbol of the glory of the Bakumpai Merchant. The Cap Crown house later changed its name to Round House after becoming the headquarters of the Marabahan Youth Association and the Marabahan Branch of Islamic Sarekat in 1929. This house was also the location of the Sarekat Borneo (Kalimantan) Congress in 1930. Round House also became the school area for PHIS-Taman Siswa Branch in 1931. Due to its important position, Round House became the Headquarters of Indonesian People's Rebellion Front (BPRI) before the return of NICA to southern Borneo in 1945. This building has the status of a cultural heritage building in 2011. However, unfortunately, it is still minimally functioning as a learning resource, place or learning facility for students.
Saranjana in Historical Record: The City's Invisibility in Pulau Laut, South Kalimantan Mansyur Mansyur
Yupa: Historical Studies Journal Vol 2 No 1 (2018)
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (681.176 KB) | DOI: 10.30872/yupa.v2i1.112

Abstract

Saranjana is a mystical city that is a myth for the people of Pulau Laut, South Kalimantan. Rumours about this mysterious city became increasingly excited because its existence, but not recorded on the map of Indonesia. Therefore it is very interesting to examine from a historical point of view. The purpose of this paper is to uncover the historical side of the occult city suggestion on Pulau Laut. This study using the method of history is a method to test and analyze the critical records and relics of the past. The historical method consists of four stages, namely heuristics (data collection), source criticism, interpretation (interpreting facts) and historiography. The results show exist of Saranjana in a place between fact and myth. In conclusion, there are two hypotheses that the Saranjana is ethnic state Dayak Samihim tribe. Then the second hypothesis, that Saranjana is (only) the dream country of Prince Purabaya in the 18th century AD.
Pandemi Flu Spanyol di Banjarmasin, Karesidenan Borneo bagian Selatan dan Timur (1918-1920) Mansyur Mansyur
Yupa: Historical Studies Journal Vol 4 No 1 (2020)
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (861.014 KB) | DOI: 10.30872/yupa.v4i1.205

Abstract

Tingginya kasus covid 19 di Banjarmasin seakan mengulangi sejarah. Pandemi virus mematikan pada kenyataannya bukanlah hal baru. Sekitar satu abad silam, tepatnya pada tahun 1918-1919, flu Spanyol yang mengguncang dunia melanda Banjarmasin. Pada saai itu, Banjarmasin berstatus sebagai ibukota Karesidenan Borneo bagian selatan dan timur. Flu tersebut dinamakan "demam panas” oleh masyarakat Banjar. Sebanyak 1.424 orang tercatat menjadi korban penyakit influenza. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri dari tahapan heurisik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pandemi flu spanyol di Banjarmasin dan sekitarnya diduga berasal dari para penumpang kapal laut yang berlayar dan pulang dari Singapura ke Banjarmasin, Bawean, dan Batavia, seperti kapal S. S. Camphuys, S. S. Van Hoorn, S. S. Van Rees, dan S. S. Senang. Masyarakat Banjar telah menggunakan obat-obat tradisional untk melawan pandemi ini sebelum obat medi ditemukan, seperti temulawak. Di samping pengobatan tradisional, masyarakat mempercayai hubungan pandemi dengan hal-hal metafisik. Mereka percaya bahwa penderita telah melanggar pantangan adat.
TIPOLOGI DAN RAGAM HIAS MAKAM SULTAN BANJAR DI KAWASAN LAHAN BASAH KESULTANAN BANJAR TAHUN 1526-1860 Mansyur Mansyur; Rusdi Effendi
Yupa: Historical Studies Journal Vol 7 No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/yupa.v7i1.1072

Abstract

Penelitian dilatarbelakangi kondisi situs sejarah berupa makam Sultan Banjar di kawasan lahan basah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan tahun 1526-1860 yang belum didaftarkan, diregister serta ditetapkan menjadi Cagar Budaya. Tujuan penelitian menginventarisasi lokasi, bentuk (tipologi) dan ragam hias Makam Sultan Banjar. Sebagai bahan masukan kebijakan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Banjarmasin maupun Kabupaten Banjar dalam rangka pencatatan, pendaftaran, register hingga penetapan Cagar Budaya. Hal ini sesuai fokus bidang Riset Unggulan ULM yakni pendidikan dan seni budaya. Penelitian menggunakan metode sejarah, pendekatan arkeologis. Hasil inventarisasi dari 17 Sultan Banjar hanya 9 makam teridentifikasi, sementara 7 makam yang diduga di Martapura dan 1 di Bogor (Jawa Barat) tidak ditemukan lokasinya. Kondisi makam teridentifikasi bervariasi mulai terawat, kurang terawat hingga tidak terawat (terbengkalai). Makam terdiri dari unsur jirat, nisan, dan cungkup. Bahan pembuatan nisan dan jirat yaitu kayu, batu, bata dan logam. Terdapat tiga langgam nisan, yaitu langgam Aceh, Demak Troloyo dan lokal. Ragam hias makam terdiri atas motif flora, garis lurus, lingkaran, segitiga, dan jajaran genjang. Kesimpulan bahwa makam 16 Sultan Banjar yang pernah memerintah di lahan basah Kesultanan Banjar tahun 1526-1860 tersebar di wilayah Banjarmasin, Martapura dan Bogor. Kondisi bervariasi mulai terawat, kurang terawat dan terbengkalai sehingga perlu perhatian instansi berwewenang dan masyarakat
Nilai-Nilai Karakter Ratu Zaleha, Pejuang Perang Banjar, di Kalimantan Selatan Tahun 1880-1953 Mansyur Mansyur; Muhammad Elmy; Wisnu Subroto; Warlim Warlim
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Vol 13, No 1 (2023): Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Publisher : Prodi PPKn ULM dan AP3KnI Kal-Sel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/kewarganegaraan.v13i1.17117

Abstract

Keberadaan perempuan pejuang bukan hanya sebagai “ban serep”. Perempuan pejuang juga bukan sekadar sosok yang tiba-tiba hadir menyeruak diantara dominasi kaum Adam. Justru lebih dari itu. Perempuan juga andil dalam perjuangan untuk meraih satus kemerdekaan.Perlawanan Ratu Zaleha, terdapat beberapa nilai-nilai karakter yang baik yang bisa dijadikan teladan oleh masyarakat umumnya dan juga dapat disajikan untuk peserta didik.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriftif kesejarahan untuk menggali makna dan nilai karakter dalam diri dan perjuangan Ratu Zaleha.Hasil dalam penelitian ini adalah adanya nilai-nilai kejuangan yaitu keberanian, pantang menyerah, cinta tanah air dan rela berkorban.