Community branding di dalam paper ini merupakan langkah awal pengabdian masyarakat yang bertujuan melakukan penguatan ekonomi lokal. Kegiatan pengabdian kali ini mendiskusikan pembangunan identitas masyarakat Desa Sukaratu di Jawa Barat. Pembangunan identitas dirasakan perlu setelah terjadi transisi penghidupan komunitas desa dari berbasis pertanian ke perairan akibat pembangunan bendungan Jatigede. Kerja pengabdian di dalam paper ini memanfaatkan pendekatan bottom-up. Teknik yang dipakai adalah wawancara, observasi dan FGD untuk menemukan sumber identitas, dikombinasikan dengan metoda refleksi agar komunitas dapat mengenali dan melakukan pembangunan identitas dalam situasi perubahan lingkungan tersebut. Kerangka asumsi peluang terbangunnya identitas merujuk kepada teori konstruksi sosial. Meskipun secara fisik sumber identitas itu sebagiannya telah hilang direndam air, identitas yang berasalnya darinya masih tetap bisa direkonstruksi. Aktifitas branding dalam kegiatan pengabdian ini membuat komunitas desa Sukaratu mengenali kekuatan diri untuk kemudian memutuskan langkah tindak penguatan eknonomi berbasis kekayaan yang ada di hadapannya sekarang, di antaranya adalah pembuatan pindang ikan dengan sumberdaya ikan dari bendungan, kerupuk singkong yang mudah ditanam di lahan kering, dan wisata kuda renggong. Desanya sendiri direpresentasikan sebagai desa berbasis religi dan folklore. Community branding in this paper form the initial step of community development act to strengthen local economy. The paper discusses the identity development of Sukaratu Village community in West Java. The act of identity development is needed as the village population is having transition from agriculture to water-based livelihood. The approach to community development is bottom-up, that utilizes interview, observation, and FGD to find sources of identity, combined by reflection method so that the community would recognize and build identity in a situation of change. The framework for identity development refers to social construction theory that even though part of the physical source of identity has been lost submerged under the water of the dam, the identity that originates from it can still be reconstructed. The branding activities in this community development make the Sukaratu population recognize their own strengths and then decide to take steps from what is available in their environment. The steps are making pindang from dam’s fish, kerupuk from cassava grown in their limited land, and kuda renggong for tourist attraction. The village itself should be represented as a religion and folklore village.