Johnny Rompis
Universitas Sam Ratulangi

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

HUBUNGAN APGAR SKOR DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN SEPSIS NEONATORUM Carolus, Winny; Rompis, Johnny; Wilar, Rocky
e-CliniC Vol 1, No 2 (2013): Jurnal e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v1i2.3271

Abstract

Abstract: Neonatal sepsis is still a major problem in the field of neonatal care and services. The incidence of sepsis in developing countries is high at 1.8 to 18 per 1000 live births with a mortality rate of 12-68%. This happens because many risk factors for infection in the perinatal period that can not be prevented and addressed. Some of the risk factors associated with sepsis are Apgar scores and birth weight. The purpose of this study was to determine the relationship between Apgar scores and birth weight with sepsis. The research method used is analytic observational prospective study conducted in the department of Prof.Dr.RD Kandou Neonati Subdivision Manado during November 2012 to January 2013. Research subjects are babies with sepsis and not sepsis. The result showed 50 infants suspected sepsis. 40 infants with proven sepsis and 10 infant sepsis. By using the Fisher Exact test and multiple logistic regression analysis found (p = 0.999> α = 0.05 (R) = 0.377). The conclusion of this study is that the data obtained from infants with neonatal sepsis have low Apgar scores and low birth weight with the highest percentage. With a statistical test there was no correlation between Apgar scores and birth weight with neonatal sepsis. Keywords: neonatal sepsis, Apgar scores, birth weight   Abstrak: Sepsis neonatorum masih merupakan masalah utama di bidang pelayanan dan perawatan neonatus. Angka kejadian sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi. Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan sepsis yaitu Apgar skor dan berat badan lahir. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis. Metode penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan studi prospektif yang dilakukan di Sub Bagian Neonati RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado selama bulan November 2012 sampai Januari 2013. Subjek penelitian ialah bayi dengan terbukti sepsis dan tidak sepsis. Hasil penelitian didapatkan 50 bayi tersangka sepsis. 40 bayi dengan terbukti  sepsis dan 10 bayi tidak sepsis. Dengan menggunakan uji Fisher Exact dan analisis regresi logistik multipel didapatkan  (p = 0,999 > α = 0,05  (R) = 0,377). Kesimpulan penelitian ini ialah dari data  diperoleh bayi dengan sepsis neonatorum memiliki apgar skor rendah dan berat badan lahir rendah dengan persentase terbanyak. Dengan uji statistik tidak terdapat hubungan antara Apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis neonatorum. Kata kunci : sepsis neonatorum, Apgar skor, berat badan lahir
HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI DI SUNGAI DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI KELURAHAN SINDULANG 1 Rompis, Johnny; Kusumanarwasti, Chensilya; Umboh, Adrian
e-CliniC Vol 1, No 2 (2013): Jurnal e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.1.2.2013.3290

Abstract

Abstrak: Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering terjadi, dengan angka kejadian yang hanya sedikit lebih rendah dibandingkan ISPA dan infeksi digestif. Salah satu keadaan penting yang perlu diperhatikan pada gejala ISK adalah bakteriuria. Bakteriuria adalah suatu keadaan dimana bakteri dapat ditemukan didalam urin, tetapi keadaan ini tidak selalu berarti ISK. Bakteri gram negatif, khususnya Eschericia coli merupakan penyebab utama ISK (85-90%). Survei awal yang dilakukan peneliti di kelurahan Sindulang 1, kecamatan Tuminting, kota Manado, menduga bahwa sungai Tondano di daerah tersebut tercemar E.coli. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan di kelurahan Sindulang 1, kecamatan Tuminting, kota Manado, selama bulan November sampai Desember 2012, dengan sampel adalah 60 anak yang berusia antara 5-12 tahun. Hasil penelitian yang diperoleh, terdapat 39 orang anak yang memiliki kebiasaan mandi di sungai dan 21orang anak tidak memiliki kebiasaan mandi disungai.  39 orang yang mandi di sungai, didapatkan 2 orang anak yang positif menderita ISK. Hasil statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mandi di sungai dengan kejadian ISK. Kata kunci: kebiasaan mandi di sungai, ISK, urinalisis     Abstract: Urinary tract infections (UTI) in children is one of the most common health problems, the incidence is only slightly lower than the respiratory and digestive infections. One of the most important conditions that need attention from some symptoms of UTI is bacteriuria. Bacteriuria is a condition in which bacteria can be found in the urine, but this situation does not always mean UTI. Gram-negative bacteria, especially Escherichia coli is the leading cause of UTI (85-90%). Preliminary survey conducted by researchers at the Sindulang 1 village, of the Tuminting district, of the city of Manado, suspect that the Tondano river is polluted by E.coli. This was an observational analytic study with cross-sectional approach. The study was conducted in the Sindulang 1 village, of the Tuminting district, of the city of Manado, during November and December 2012, the sample was 60 children aged between 5-12 years. The results obtained, there are 39 childrens who have a river bathing habit and 21 child doesn?t. 39 people who bathe in the river, got 2 children who were positive for UTI. Subjects suffering from UTI confirmed by performing urinalysis, where meaningful results if leukocytes is  ? 5 WBC/hpf. From the statistical showed that there is a significant relationship between bathing in the river with the incidence of UTI. Keywords: river bathing habits, UTI, urinalysis
PERBANDINGAN GLUKOSURI PADA REMAJA OBES DENGAN YANG TIDAK OBES Lindo, Carrolina J. B.; Rompis, Johnny; Pateda, Vivekenanda
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6826

Abstract

Abstract:Glucosuria is the condition when glucose excreted into the urine. Supposedly urine does not contain glucose, because renal filtration will absorb glucose back into the blood circulation. One of the factors that could cause glucosuri is obesity. When plasma glucose level in obese adolescents still in normal range, it would not lead to the secretion of glucose in urine. Otherwise, if the plasma glucose levels are higher than normal, kidneys cannot be longer resist the renal threshold value for glucose (180 g/day) and there will be a partial excretion of glucose in urine.This study aimed to look the glucose urine level in children, obese and non-obese, at St. Rafael junior high school students Manado. This study was held on September to December 2014. This was a descriptive study with cross-sectional design. Samples were 100 teenagers that met the inclusion criteria who had nutritional status of obese and normal weight, and were willing to become respondents. The results showed that glucose in the urine of 100 samples wich divided into 50 samples of obese and 50 samples of non-obese were negative in both groups. Conclusion: There was no correlation between obesity and glucosuria in obese teenagers since their urine glucose levels did not reach the kidney treshold.Keywords: glucosuria , obesity , normal weight.Abstrak: Glukosuria adalah ekskresi glukosa ke dalam urin. Seharusnya dalamurin tidak mengandung glukosa, karena ginjal akan menyerap glukosa hasil filtrasi kembali ke dalam sirkulasi darah. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan glukosuri adalah obesitas. Padaremajadengan obesitas apabilakadar gula plasma masih dalam keadaan normal maka tidak akan menyebabkan terjadinya sekresi glukosa dalam urin. Sebaliknya, bila obesitas dengan kadar glukosa plasma lebih dari normal sehingga ginjal tidak bisa lagi menahan nilai ambang batas ginjal untuk glukosa (180 g/hari) maka akan terjadi eksresi sebagian glukosa melalui urin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adakah glukosa dalam urin pada anak remaja obes dan tidak obes pada siswa-siswi SLTP St.Rafael Manado. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Desember 2014. Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan rancangan potong lintang. Sampel penelitian sebanyak 100 orang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu remaja, memiliki status gizi obesitas dan berat badan normal, dan bersedia menjadi responden. Hasil pemeriksaan glukosa dalam urin pada 100 sampel yang terbagi dalam 50 sampel obes dan 50 sampel tidak obes adalah negatif. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan glukosuria pada remaja obes yang belum mencapai ambang batas ginjal.Kata kunci: glukosuri, obesitas, berat badan normal.
Gambaran prevalensi malaria pada anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten Merauke Papua Daysema, Sharky D.; Warouw, Sarah M.; Rompis, Johnny
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.10830

Abstract

Abstract: Malaria is an infectious disease caused by Plasmodia which invade erythrocytes and is diagnosed by the asexual forms in blood. WHO estimated 3,4 billion people were at risk of malaria and 207 million cases of malaria occurred globally in 2012 and 627.000 deaths. Papua Province is one of the provinces in Indonesia that has high malaria rate. This study aimed to determine the prevalence of malaria parasites in students of SD Yapis 2, Merauke, Papua. This was a descriptive observational study with a cross-sectional approach. Samples were obtained by using simple random sampling associated with active detection by using microscopic examination and the Rapid Diagnostic test. There were 100 children aged between 6-13 years old. The results showed that SD Yapis 2 was categorized as a prevalent medium area with a PR 15%. There were 15% children infected by P. falciparum species. Conclusion: SD Yapis 2 was categorized as a medium prevalent area with Plasmodium falciparum species.Keywords: malaria, plasmodium falciparum, microscopic examination, rapid diagnostic testsAbstrak: Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. WHO memperkirakan 3,4 milliar orang beresiko terkena malaria dan 207 juta kasus terjadi pada tahun 2012 dan 627.000 kematian. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kasus malaria cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi parasit malaria pada anak SD Yapis 2, Merauke, Papua. Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Sampel diperoleh dengan metode simple random sampling serta dilakukan secara active detection dengan pemeriksaan mikroskopik dan penggunaan Rapid Diagnostic Tests. Sampel diperoleh sebanyak 100 anak usia 6-13 tahun. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa SD Yapis 2 termasuk medium prevalent area dengan PR 15%. Jenis Plasmodium yang ditemukan yaitu P. falciparum menginfeksi anak-anak sebesar 15%. Simpulan: SD Yapis 2 dapat di kategorikan daerah prevalensi sedang (medium prevalent area) dengan spesies malaria P. falciparum.Kata kunci: malaria, plasmodium falciparum, pemeriksaan mikroskopis, tes diagnosis cepat
HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO TAHUN 2009-2013 Maramis, Pingkan Putri; Kaunang, Erling David; Rompis, Johnny
e-CliniC Vol 2, No 2 (2014): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v2i2.5050

Abstract

Abstract: Congenital heart disease (CHD) is a congenital disorder that is common, with the incidence of 30% of all congenital abnormalities. The incidence of congenital heart disease in developed countries and developing countries ranges from 6-10 cases per 1000 live births, with an average of 8 per 1,000 live births. Nutritional status of a person is basically the person's state of health as a reflection of food consumption and use by the body. Many factors influence the nutritional status of infants and children with congenital heart disease. Nutritional status of patients with CHD is influenced nutrient inputs, energy requirements, dietary components. Objective: Knowing the relationship between congenital heart disease with nutritional status in children.  Methods:  This study is a retrospective analytic approach. The subjects were all children with congenital heart disease who are hospitalized in the Section of Child Health, Prof. Dr.  R. D. Kandou Manado in 2009-2013. The data taken in the form of data gender of the child, the child's age, weight and height as well as nutritional status. Data analysis was performed by Chi-Square test. Result: The number of respondents were 53 children, 34 boys and 19 girls. Types of congenital heart disease is the most common type of Atrial Septal Defect. Most people with experience malnutrition (54.7%), followed by poor nutrition (37.8%) and good nutrition (7.5%). With Chi-Square test of the hypothesis, obtained p-value = 0.045 which suggests a link between congenital heart disease with nutritional status in children. Conclusion: Based on the results of congenital heart disease associated with poor nutritional status in children or less. Keyword: congenital heart disease, nutritional status.   Abstrak: Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang sering dijumpai, dengan angka kejadian 30% dari seluruh kelainan bawaan.1 Insiden PJB dinegara maju maupun negara berkembang berkisar 6 – 10 kasus per 1000 kelahiran hidup, dengan rata-rata 8 per 1000 kelahiran hidup. Status gizi seseorang pada dasarnya merupakan keadaan kesehatan orang tersebut sebagai refleksi dari konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh.1 Banyak faktor ikut mempengaruhi status gizi pada bayi dan anak dengan PJB.2 Status gizi penderita PJB dipengaruhi masukan nutrien, kebutuhan energi, komponen diet.1 Tujuan: Mengetahui adanya hubungan antara penyakit jantung bawaan dengan status gizi pada anak. Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan retrospektif. Subjek penelitian adalah semua anak dengan penyakit jantung bawaan yang dirawat inap di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2009-2013. Data yang diambil berupa data jenis kelamin anak, umur anak, berat badan dan tinggi badan anak serta status gizi. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil: Jumlah responden sebanyak 53 anak, 34 anak laki-laki dan 19 anak perempuan. Jenis PJB yang paling banyak diderita adalah jenis Atrial Septal Defect. Kebanyakan penderita mengalami gizi kurang (54.7%), diikuti dengan gizi buruk (37.8%) dan gizi baik (7.5%). Dengan uji hipotesis Chi-Square, didapatkan p-value = 0.045 yang menunjukkan adanya hubungan antara penyakit jantung bawaan dengan status gizi pada anak. Simpulan: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penyakit jantung bawaan berhubungan dengan status gizi buruk atau kurang pada anak. Kata Kunci: penyakit jantung bawaan, status gizi.
PERBANDINGAN KADAR SATURASI OKSIGEN HARI PERTAMA DAN HARI KETIGA PADA BAYI BARU LAHIR Kaunang, Adriaan W.; Wilar, Rocky; Rompis, Johnny
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.7394

Abstract

Abstract: Every cells in human body needs oxygen to implement metabolism function, therefore the process maintenance oxygenation is an effort to determine the needs of supply oxygen to every cells in human body. Oxygen saturation is one of a value that we must consider on determine the needs of supply oxygen in our body especially in newborn because when the oxygen saturation is low will reduce the supply oxygen to cells. The result of paired T-test says that there are significant changes between first day and third day of oxygen saturation in newborn (p <0,001).Keywords. oxygen saturation, newbornAbstrak: Setiap sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk melaksanakan fungsi metabolisme, sehingga mempertahankan oksigenasi adalah upaya untuk memastikan kecukupan pasokan oksigen ke jaringan atau sel. Saturasi oksigen merupakan salah satu hal yang patut kita perhatikan dalam penilaian kecukupan pasokan oksigen pada tubuh kita terutama pada bayi baru lahir karena ketika saturasi oksigen rendah maka mengakibatkan pasokan oksigen ke jaringan berkurang. Hasil uji t berpasangan menyatakan ada perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,001).Kata kunci: saturasi oksigen, bayi baru lahir
PERAN TINGKAT PENDIDIKAN TERAKHIR ORANG TUA TERHADAP PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK Tumbel, Cynthia M.; Kaunang, David; Rompis, Johnny
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.3.1.2015.7655

Abstract

Abstract: Rheumatic heart disease (RHD) is an inflammatory process of the heart and scarring formation due to an autoimmune reaction against beta-hemolytic streptococcus class A infection. RHD is the most serious complication of rheumatic fever (RF). Rheumatic fever and its other complications including RHD, is a type of acquired heart disease that mostly found in children and young adult population. Acute rheumatic fever occurrs in 0.3 % of pharyngitis cases caused by beta-hemolytical streptococcus class A in children. In epidemiological view, the school age children (6-15 years) is the most often that experienced pharyngitis caused by Beta-hemolytic Streptococcus class A. In some developing countries, including Indonesia, RF and RHD are still important medical problems and public health problems. The high incidence of this disease in developing countries is related to the lack of public knowledge, education level, socioeconomic status, overcrowded, and lack of adequate health care. Conclusion: The parents’ education level is one of the factors that influence the occurence of RHD in children.Keywords: education level, rheumatic heart diseaseAbstrak: Penyakit jantung rematik (PJR) adalah peradangan jantung dan jaringan parut dipicu oleh reaksi autoimun terhadap infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. PJR merupakan komplikasi yang paling serius dari demam rematik. Penyakit DR dan gejala sisanya, yaitu PJR, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. DR akut terjadi pada 0,3% kasus faringitis oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A pada anak. Secara epidemiologis kelompok umur yang paling sering mengalami faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A adalah usia sekolah (6-15 tahun). Di beberapa negara berkembang temasuk Indonesia, DR dan PJR masih merupakan masalah medis dan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Tingginya angka kejadian di negara berkembang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, kepadatan penduduk, serta kurangnya pelayanan kesehatan yang memadai. Simpulan: Tingkat pendidikan terakhir orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kasus PJR pada anak.Kata kunci: tingkat pendidikan, penyakit jantung rematik
HUBUNGAN KADAR ALBUMIN PLASMA DAN GULA DARAH DENGAN SEPSIS NEONATORUM Wowor, Ester Elisabeth; Rompis, Johnny; Wilar, Rocky
eBiomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.1.1.2013.1623

Abstract

Abstract. Sepsis is the most leading cause of morbidity and mortality in neonates. In sepsis, the proinflammatory cytokines realeasing leads to disruption of plasma albumin and blood glucose levels. This study aim to analyze the relationship of plasma albumin and blood sugar levels with neonatal sepsis. Prospective observational analytic studies conducted on suspected sepsis neonates at Pediatrics Department Sub Division Neonatology RSUP Prof.Kandou Manado. Diagnosis of sepsis based on clinical symptoms and laboratory tests. Subjects are grouped into two groups of neonatal sepsis and non-neonatal sepsis group (control group). Plasma albumin and blood glucose level examined, then statistically analyzed. The statistical analysis used was Pearson Chi-Square correlation and Fisher Exact. The data were processed using SPSS 21. The results of this study indicate that hypoalbuminemia was found in 12 (75%) of 16 neonatal sepsis subject, whereas in non-neonatal sepsis only found 5 (22,7%) of 22 non-sepsis subjects. Statistically there is a highly significant difference (p=0,001). For the impaired blood glucose (both hypoglycemia or hyperglycemia) there is no significant difference between the two groups (p=0,466).Conclusion: There is a highly significant relationship between hypoalbuminemia with neonatal sepsis. There was no significant correlation between abnormal blood glucose levels with neonatal sepsis. Keywords: neonatal sepsis, plasma albumin levels, blood glucose levels   Abstrak.Sepsis merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada neonatus. Pada sepsis terjadi pelepasan sitokin proinflamasi yang memicu terjadinya gangguan kadar albumin plasma dan kadar glukosa darah.Menganalisis hubungan kadar albumin plasma dan kadar gula darah dengan sepsis neonatorum.Penelitian analitik observasional prospektif dilakukanpada tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Neonati RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Diagnosis sepsis berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium. Subyek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok sepsis neonatorum dan kelompok non sepsis neonatorum (kelompok kontrol). Dilakukan pemeriksaan kadar albumin plasma dan glukosa darah, kemudian dianalasis secara statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson Chi-Square dan uji Fisher Exact. Data diolah dengan menggunakan program SPSS 21.Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipoalbuminemia ditemukan pada 12 (75%) dari 16 penderita sepsis neonatorum, sedangkan pada penderita non sepsis hanya ditemukan 5 (22,7%) dari 22 penderita non sepsis. Secara statistik terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p=0,001). sedangkan gangguan glukosa darah (baik hipoglikemia maupun hiperglikemia) tidak terdapat perbedaan yang bermaknsa antara kedua kelompok (p=0,466).Simpulan:Terdapat hubungan yang sangat bermakna antara hipoalbuminemia dengan sepsis neonatorum. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar gula darah abnormal dengan sepsis neonatorum. Kata Kunci:sepsis neonatorum, kadar albumin plasma, kadar glukosa darah
Gejala Klinis dan Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus Terinfeksi COVID-19 Rampengan, Jason; Rompis, Johnny; Umboh, Valentine
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.32304

Abstract

Abstract: COVID-19 is spreading at an extremely rapid rate and can affect all age groups, albeit, information about clinical symptoms and laboratory examinations of COVID-19 I in neonates is still quite limited. This study was aimed to determine the clinical symptoms, radiographic examinations especially CT-scans, and laboratory tests that could appear in neonates suffering from COVID-19. This was a literature review study using three databases, namely Pubmed, Clinical Key, and Google Scholar. The keywords used were Covid-19 / SARS-CoV-2 AND Neonatus AND sign and symptoms AND laboratory. The selection based on inclusion and exclusion criteria, obtained 15 case report studies, three retrospective studies, one observational study, and one cohort study. The review revealed that the most frequent clinical features that appeared were fever (54.8%), dyspnoea (35.4%), and cough (29%). Meanwhile, for CT-Scan radiographs, there were 14 of 31 neonates (45.2%) did not show any abnormalities or normal. The most frequent abnormal image was ground glass opacity (GGO) (29%). Among laboratory examinations, lymphopenia was the most common abnormality (32.2%). Moreover, leukocytosis, leukopenia, thrombocytopenia, increased PCT, AST, etc. could also occur. Of all the reviewed literatures, there were no death cases of neonates died due to COVID-19. In conclusion, fever, dyspnea, cough, and lymphopenia are the most common findings as well as GGO in the CT-Scan radiograph.Keywords: COVID-19, neonates Abstrak: COVID-19 menyebar dengan sangat pesat dan dapat menjangkiti semua kelompok usia namun informasi mengenai gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap kelompok neonatus masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis, pemeriksaan radiografi khususnya CT-Scan, dan pemeriksaan laboratorium yang bisa muncul pada neonatus dengan COVID-19. Jenis penelitian ialah literature review dengan pencarian data menggunakan tiga database yaitu Pubmed, Clinical Key, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu Covid-19/ SARS-CoV-2 AND Neonatus AND sign and symptom AND laboratory. Hasil seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi mendapatkan 15 penelitian case report, tiga retrospective study, satu observational study, dan satu cohort study. Hasil kajian menunjukkan bahwa gambaran klinis yang paling sering muncul ialah demam (54,8%), sesak (35,4%), dan batuk (29%). Pemeriksaan radiografi CT-Scan, neonatus yang tidak menunjukkan kelainan (normal) terdapat pada 14 dari 31 neonatus diamati (45,2%), sedangkan kelainan yang sering muncul ialah ground glass opacity/GGO (29%). Pada pemeriksaan laboratorium, limfopenia merupakan kelainan tersering (32,2%), sedangkan leukositosis, leukopenia, trombositopenia, peningkatan PCT, AST, dll juga bisa terjadi. Dari semua literatur yang dikaji, tidak ditemukan kasus kematian neonatus akibat COVID-19. Simpulan penelitian ini ialah gambaran klinis yang paling sering muncul pada neonatus ialah demam, sesak, dan batuk, limfopenia, dan GGO pada CT-Scan.Kata kunci: COVID-19, neonatus