Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik)

Best Practice Implementasi Model Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan Roza Liesmana
Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik Vol 3 No 1 (2017): Vol 3, No 1 (2017): Oktober
Publisher : Laboratorium Administrasi Publik FISIP Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.868 KB) | DOI: 10.25077/jakp.3.1.59-79.2017

Abstract

Penelitian dengan judul “Best Practice” Implementasi Model Kebijakan Pengelolaan Kebijakan Sampah Perkotaan” ini difokuskan pada implementasi model terbaik dalam kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dengan lokus penelitian di Kota Padang dan Kota Payakumbuh. Sumber pembiayaan kedua kota best practice ini berbeda, Kota Padang dengan implementornya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Padang bekerjasama dengan PDAM Kota Padang dalam bentuk retribusi. Sedangkan pengelolaan sampah Kota Payakumbuh merupakan bentuk kerjasama antara Kota Payakumbuh, Kota Bukittingi dan Kabupaten Lima Puluh Kota dengan pembiayaan yang dianggarkan pada APBD Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini sendiri akan menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana gambaran umum terkait dengan kebijakan persampahan? bagaimana implementasi model kebijakan persampahan? dan bagaimana rumusan model terbaik kebijakan persampaham di perkotaan? Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan kelompok diskusi terfokus serta analisis terhadap dokumen pembiayaan kebijakan sampah. Sehingga dihasilkan kesimpulan bahwa pengelolaan sampah di kota Padang maupun kota Payakumbuh sama-sama belum efektif meskipun sumber pembiayaan pengelolaannya berbeda. Dalam implementasinya pada dua lokasi penelitian masih banyak ditemui kendala baik dari sisi implementor maupun dari sisi target grupnya. Sehingga model kemitraan yang paling rasional di dua lokasi adalah model implementasi mekanisme kerja mengutub (pooled) yakni masing-masing pihak (pemerintah-swasta) tidak saling tergantung satu sama lain dalam melakukan delivery mechanism atas keluaran kebijakan yang dihasilkan. Koordinasi yang dibutuhkan sangat minimal, dalam bentuk pembagian tugas yang jelas di awal ketika implementasi akan dilakukan. Setelah pembagian tugas disepakati maka masing-masing pihak dapat bekerja sendiri-sendiri untuk menjangkau kelompok sasaran sesuai dengan tugas masing-masing.
Collaborative Governance dalam Kebijakan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Kopi Bubuk Koto Tuo Kabupaten Tanah Datar Hendri Koeswara; Desna Aromatica; Malse Yulivestra; Muhammad Ichsan Kabullah; Roza Liesmana; Enggi Hidayat
Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik Vol 5 No 2 (2020): Volume 5 No 2 2020 Oktober
Publisher : Laboratorium Administrasi Publik FISIP Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jakp.5.2.193-207.2020

Abstract

The facilitation in the implementation of the Ground Coffee Home Food Industry (IRTP) certification policy by Tanah Datar District has not been optimal. This situation is counterproductive, with Nagari Koto Tuo being listed as one of the largest producers of ground coffee in Tanah Datar Regency. Nearly 75% of the Nagari Koto Tuo people live from processing coffee from generation to generation for more than two generations. A total of 160 Ground Coffee IRTPs with 177 coffee trademarks are registered in Nagari Koto Tuo, ironically only 14 have SPP-IRT. The policy issued by BPOM RI No. 22/2018 for the ease of providing the Home Industry Food Production Certificate (SPP-IRT) has not been able to respond in policy by the Regency Governments. The Nagari Koto Tuo government is also limited in advocating for Ground Coffee IRTP. And, since the launch of the Village Fund, there have not been many programs/and budgets allocated related to this Nagari, coupled with the existence of Nagari Owned Enterprises (BUMNag), which do not have a core business according to the village potential, namely coffee. Research using qualitative methods with a case study approach to collaborative governance was conducted by identifying the involvement of actors and policies in providing IRTP for Ground Coffee. The collaborative governance model removes the barriers of actors related to synergy and policies that have been blocked in their respective powers and duties and their respective functions that nullify the society's potential. Collaboration between actors has proven to be an important element in the success of providing SPP-IRTP for Ground Coffee by optimizing socio-economic capital in village development. This is where the obstacles that occur that cause a lack of IRT-P.
Best Practice Implementasi Model Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan Liesmana, Roza
Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik Vol. 3 No. 1 (2017): Oktober
Publisher : Laboratorium Administrasi Publik FISIP Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jakp.3.1.59-79.2017

Abstract

Penelitian dengan judul “Best Practice” Implementasi Model Kebijakan Pengelolaan Kebijakan Sampah Perkotaan” ini difokuskan pada implementasi model terbaik dalam kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dengan lokus penelitian di Kota Padang dan Kota Payakumbuh. Sumber pembiayaan kedua kota best practice ini berbeda, Kota Padang dengan implementornya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Padang bekerjasama dengan PDAM Kota Padang dalam bentuk retribusi. Sedangkan pengelolaan sampah Kota Payakumbuh merupakan bentuk kerjasama antara Kota Payakumbuh, Kota Bukittingi dan Kabupaten Lima Puluh Kota dengan pembiayaan yang dianggarkan pada APBD Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini sendiri akan menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana gambaran umum terkait dengan kebijakan persampahan? bagaimana implementasi model kebijakan persampahan? dan bagaimana rumusan model terbaik kebijakan persampaham di perkotaan? Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan kelompok diskusi terfokus serta analisis terhadap dokumen pembiayaan kebijakan sampah. Sehingga dihasilkan kesimpulan bahwa pengelolaan sampah di kota Padang maupun kota Payakumbuh sama-sama belum efektif meskipun sumber pembiayaan pengelolaannya berbeda. Dalam implementasinya pada dua lokasi penelitian masih banyak ditemui kendala baik dari sisi implementor maupun dari sisi target grupnya. Sehingga model kemitraan yang paling rasional di dua lokasi adalah model implementasi mekanisme kerja mengutub (pooled) yakni masing-masing pihak (pemerintah-swasta) tidak saling tergantung satu sama lain dalam melakukan delivery mechanism atas keluaran kebijakan yang dihasilkan. Koordinasi yang dibutuhkan sangat minimal, dalam bentuk pembagian tugas yang jelas di awal ketika implementasi akan dilakukan. Setelah pembagian tugas disepakati maka masing-masing pihak dapat bekerja sendiri-sendiri untuk menjangkau kelompok sasaran sesuai dengan tugas masing-masing.
Collaborative Governance dalam Kebijakan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Kopi Bubuk Koto Tuo Kabupaten Tanah Datar Koeswara, Hendri; Aromatica, Desna; Yulivestra, Malse; Kabullah, Muhammad Ichsan; Liesmana, Roza; Hidayat, Enggi
Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik Vol. 5 No. 2 (2020): Oktober
Publisher : Laboratorium Administrasi Publik FISIP Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jakp.5.2.193-207.2020

Abstract

The facilitation in the implementation of the Ground Coffee Home Food Industry (IRTP) certification policy by Tanah Datar District has not been optimal. This situation is counterproductive, with Nagari Koto Tuo being listed as one of the largest producers of ground coffee in Tanah Datar Regency. Nearly 75% of the Nagari Koto Tuo people live from processing coffee from generation to generation for more than two generations. A total of 160 Ground Coffee IRTPs with 177 coffee trademarks are registered in Nagari Koto Tuo, ironically only 14 have SPP-IRT. The policy issued by BPOM RI No. 22/2018 for the ease of providing the Home Industry Food Production Certificate (SPP-IRT) has not been able to respond in policy by the Regency Governments. The Nagari Koto Tuo government is also limited in advocating for Ground Coffee IRTP. And, since the launch of the Village Fund, there have not been many programs/and budgets allocated related to this Nagari, coupled with the existence of Nagari Owned Enterprises (BUMNag), which do not have a core business according to the village potential, namely coffee. Research using qualitative methods with a case study approach to collaborative governance was conducted by identifying the involvement of actors and policies in providing IRTP for Ground Coffee. The collaborative governance model removes the barriers of actors related to synergy and policies that have been blocked in their respective powers and duties and their respective functions that nullify the society's potential. Collaboration between actors has proven to be an important element in the success of providing SPP-IRTP for Ground Coffee by optimizing socio-economic capital in village development. This is where the obstacles that occur that cause a lack of IRT-P.