Kadek Agung Sari Wiguna
Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Gamelan Kakelentingan Di Pura Kahyangan Jagat Luhur Natar Sari Apuan Baturiti Tabanan: Kontinuitas Dan Perkembangannya Sari Wiguna, Kadek Agung; Arya Sugiartha, I Gede; Sudirga, I Komang
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 2 (2018): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.822 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i2.561

Abstract

Kakelentingan berasal dari akar kata kelen atau badjra kecil, jika dibunyikan menghasilkan suara ting menjadi kelenting dan mendapat awalan ka- dan akhiran -an menjadi kakelentingan. Kakelentingan adalah sebuah barungan gamelan baik menyangkut fisik, musikalitas, maupun fungsi. Gamelan Kakelentingandiperkirakansudah ada di atas abad ke XVIII Masehi, berawal dari dua buah instrumen dan berkembang menjadi sembilan instrumen. Gending tradisi yang pada awalnya hanya ada satu, kini sudah bertambah sembilan gending. Hal yang membuat peneliti tertarik meneliti gamelan Kakelentingan dikarenakan, gamelan ini bersifat sakral dan harus ada di setiap prosesi upacara (medal, melancaran, dan nyineb). Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana wujud, fungsi, kontinuitas dan perkembangan gamelan Kakelentingan di Pura Kahyangan Jagat Luhur Natar Sari. Tujuannya untuk mengetahui wujud, fungsi, kontinuitas dan perkembangan gamelan Kakelentingan. Manfaatnya untuk menambah wawasan, sebagai bahan apresiasi bagi peneliti dan masyarakat luas, serta pihak pemerintah setempat. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, sedangkan landasan teori yang digunakan adalah teori struktural fungsional, teori religi, dan teori estetika. Berdasarkan hasil kajian ini menunjukkan bahwa gamelan Kakelentingan berbentuk barungan kelompok kecil, mempunyai musikalitas, struktur komposisi gending, tata penyajian, dan hiasan. Gamelan Kakelentingan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi religi (pawintenan), fungsi sosial (ngayah), dan fungsi budaya (ngiring). Secara kontinuitas, gamelan Kakelentingan yang berawal dari dua buah instrumen dengan menghasilkan motif pukulan (batel) yang khas dalam fungsinya mengiringi Ida Sesuunan Dewata Nawa Sanga melancaran dan perkembangan gamelan Kakelentingan terlihat dari adanya penambahan jumlah instrumen, perkembangan pola garapan, dan perkembangan reportoar di dalamnya. Kakelentingan derives fromthe root words of kelen or badjra, if sounded will produce ting to become kelenting and get a prefix ka- and suffix -anbecome kakelentingan. Kakelentingan is a a group of gamelan which is related to physicality, musicality and function. Gamelan Kakelentingan is about existed over XVIII century AD, starting from two instruments and developing into nine instruments. Gending tradition, which at first only had one, now has nine gending. This makes researcher interested in researching the Gamelan Kakelentinganbecause, this gamelan is sacred and must be in every ceremony procession (medal, melancaran, and nyineb). The formulation is how the form, function, continuity and development of the gamelan. At the Pura Kahyangan Jagat Luhur Natar Sari. The aim is to find out the form, function, continuity and development of the Gamelan Kakelentingan. The benefits are to add perception, as material for researcher and the wider community, as well as the local government. The method used is a qualitative method, namely the theory used namely structural theory, religious theory, and aesthetic theory. The results of this study indicate that the Gamelan Kakelentingan forms a small group, has musicality,composition structure of gending, presentation system, and decoration. Gamelan Kakelentinganhas three functions, namely religious function (pawintenan), social function (ngayah), and cultural function (ngiring). Continuously, the Gamelan Kakelentingan originates from two instruments by producing a characteristic beat(batel) in its function to accompany Ida Sesuunan Dewata Nawa Sangamelancaran and developing the Gamelan Kakelentinganseen from the number of instruments, the development of patterns of cultivation, and the development of reports in it. 
KOMPOSISI TAJEN SEBUAH GUBAHAN KARYA SENI KARYA MUSIK TAJEN Kadek Agung Sari Wiguna
Jurnal Ilmiah Cakrawarti Vol 5, No 1 (2022): Cakrawarti Vol. 5 No. 1
Publisher : Universitas Mahendradatta Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47532/jic.v5i1.402

Abstract

       Suasana sebuah pertarungan di dalam permainan judi yang menggunakan media binatang untuk di adu memang tidak bisa dihilangkan begitu saja tepatnya di dalam kehidupan masyarakat Bali. Berkembangnya permainan judi ini menimbulkan banyak kegelisahan dimana pada awalnya memang memperoleh keuntungan, tetapi pada akhirnya akan memperoleh kehancuran, rumah tangga menjadi hancur yang menimbulkan terjadinya kejahatan seperti pencurian, proses kemiskinan akan terjadi, banyak harta benda yang dimiliki terjual dan terjadilah suatu kemelaratan dan kemiskinan. Namun dalam kenyataannya di Bali masyarakat sedikit banyaknya tidak bisa lepas dengan namanya judi khususnya di dalam permainan tajen dan faktor ekonomi juga menjadikan kebanyakan masyarakat tidak bisa lepas dengan tajen. Semuanya kembali kepada pilihan masing-masing, apakah selalu ingin bermain judi tajen atau sebaliknya. Tajen sebagai judul komposisi musik etnis Nusantara ini. Dimana tajen adalah nama sebutan sebuah permainan mengadu ayam yang tepatnya berada di pulau Bali. Tradisi tajen ini sudah berkembang pada masa kerajaan Hindu kuna yang merupakan salah satu sarana untuk mendukung dan memupuk sifat berani prajurit. Dalam permainannya hanya pertarungan ayam yang di tunggu-tunggu oleh para bebotoh. Mengapa, karena dari pertarungan itulah para bebotoh bisa mendapatkan uang  dengan cara mudah dan banyak atau sebaliknya “nasib”.. Sebagaimana telah penulis paparkan, pertarungan di dalam sebuah permainan tajen tepatnya judi menginspirasi, dan memotivasi ketersentuhan bathin penulis untuk menciptakan sebuah komposisi musik etnis Nusantara dengan bingkai suasana. Karya musik etnis ini memiliki tujuan mewujudkan sebuah karya musik sebagai proses perwujudan kreativitas, melestarikan, mengembangkan, dan memperkenalkan nilai-nilai budaya. Tahap untuk mewujudkan ide-ide seni dalam proses penciptaan karya musik etnis ini menggunakan lima tahap. Tahapan tersebut mulai dari rangsang awal, inspirasi (pemunculan ide), eksplorasi, improvisasi, dan komposisi.
KAJIAN KESEIMBANGAN MOTIF PUKULAN KENONG DAN KEMPUL DALAM GAMELAN KEKELENTINGAN DI PURA KAHYANGAN JAGAT LUHUR NATAR SARI DESA APUAN BATURITI TABANAN Kadek Agung Sari Wiguna; I Gede Arsa Winangun
Batarirupa: Jurnal Pendidikan Seni Vol. 3 No. 1 (2023): Batarirupa: Jurnal Pendidikan Seni
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59672/batarirupa.v3i1.2277

Abstract

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan dan motif adalah seperti wujud yaitu kesatuan terkecil dalam betuk musik yang terdiri dari tiga nada atau lebih, motif yang mengandung ritme yang jelas biasa disebut “motif ritmis” dan motif yang mengandung loncatan melodi yang nyata disebut “motif melodi”. Kenong adalah instrumen berpencon Kempul merupakan instrumen berpecon atau bermoncol tergolong Gong tanpa hiasan. Motif pukulan kenong dan kempul pada gamelan kekelentingan memiliki keseimbangan. Dimana keseimbangan ini teletak pada unsur musik yang berada pada motif tersebut. Musik memiliki delapan unsur diantaranya Melodi, motif pukulan kenong dan kempul ini menghasilkan sebuah melodi, karena motif ini memiliki tinggi rendahnya bunyi atau suara ketika dipukul dan menghasilkan panjang pendeknya sebuah nada. Irama, cara untuk merasakan sebuat ritme pada pukulan kenong dan kempul adalah dengan mendengarkan motif pukulan kenong kempul tersebut secara berulang-ulang dan secara tidak langsung badan dan kepala tanpa disengaja ikut bergerak. Birama yang digunakan dalam motif pukulan ini adalah empat per empat (4/4). Tangga nada yang digunakan dalam motif pukulan instrumen kenong dan kempul adalah tangga nada pentatonik yang berlaraskan pelog panca nada (lima nada). Harmoni motif pukulan kenong dan kempul terdapat pada dua buah nada yang dipukul bersamaan (ngepat), kempul (Nding) dan kenong (Ndung). Tempo, motif menggunakan tempo cepat, karena ciri khas dari motif pukulan kenong dan kempul adalah kecepatan. Dinamika, segi visual instrumen kenong lebih kecil dari instrumen kempul, sebaliknya volume suara yang dihasilkan oleh instrumen kenong lebih nyaring dari instrumen kempul. Timbre pada motif pukualan kenong dan kempul terletak pada hasil getaran dan suara dari kedua instrumen tersebut. Dari delapan unsur musik ini secara tidak langsung menjadikan motif pukulan kenong dan kempul pada gamelan kekelentingan bisa dikatakan mempunyai keseimbangan. Balance is the ability to maintain and motifs are like form, namely the smallest unit in a musical form consisting of three or more notes, motifs containing a clear rhythm are commonly called "rhythmic motifs" and motifs containing real melodic jumps are called "melodic motifs". Kenong is an instrument with a cone. Kempul is an instrument with a peck or a snout, which is classified as an unadorned gong. The motif of kenong and kempul strokes in the kelentingan gamelan has a balance. Where this balance lies in the musical element that is in the motif. Music has eight elements including Melody, the kenong and kempul motifs produce a melody, because this motif has a high and low sound or sound when struck and produces a short length of a note. Rhythm, the way to feel a rhythm in the kenong and kempul punches is to listen to the motif of the kenong kempul beat repeatedly and indirectly the body and head move unintentionally. The bar used in this stroke motif is four quarters (4/4). The scales used in the kenong and kempul instrument stroke motifs are pentatonic scales that are aligned with the five-tone pelog. The harmony of the kenong and kempul motifs is found in two tones that are struck together (ngepat), kempul (Nding) and kenong (Ndung). Tempo, the motif uses a fast tempo, because the hallmark of the kenong and kempul motifs is speed. In dynamics, the visual aspect of the kenong instrument is smaller than that of the kempul instrument, on the other hand the volume of sound produced by the kenong instrument is louder than the kempul instrument. The timbre of the pukualan kenong and kempul motifs lies in the vibrations and sounds of the two instruments. Of the eight elements of this music indirectly make the motifs of kenong and kempul strokes in the kekelentingan gamelan can be said to have balance.
PERBANDINGAN BENTUK GENDING JOGED BUMBUNG DI DESA SIDATAPA BULELENG DENGAN BENTUK GENDING JOGED BUMBUNG DI DESA PENATIH DENPASAR Sari Wiguna, Kadek Agung; Lanus, I Ketut; Mastra, I Wayan; Putra, Komang Dedy Kurniawan
Stilistika : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni Vol. 13 No. 1 (2024): STILISTIKA: JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
Publisher : Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59672/stilistika.v13i1.3613

Abstract

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang bentuk gending joged bumbung di Desa Sidatapa Buleleng dan mengungkap hal-hal yang dianggap penting agar masyarakat umum mengetahui dan menambah wawasan tentang kesenian Bali khsusnya karawitan Bali. Penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan mencoba melakukan pembanding antara bentuk gending joged bumbung di Desa Sidatapa dengan bentuk gending joged bumbung di Desa Penatih, Banjar Saba, Denpasar. Dari pembanding ini, diharapkan dapat melihat perbedaan bentuk gending joged bumbung yang ada di Desa Sidatapa, Buleleng dengan bentuk gending joged di Desa Penatih khususnya mengenai adanya lima elemen musik yang terkandung di dalam bentuk gending joged bumbung itu sendiri. Lima elemen musik yang dimaksud yaitu melodi, ritme, harmonisasi, dinamika, dan tempo. Hasil penelitian menyatakan bahwa gending joged bumbung di Desa Sidatapa merupakan bentuk gending tradisi yang strukturnya terdiri dari tiga bagian yaitu yaitu pepeson, ibing-ibingan dan pekaad. Sedangkan bentuk gending joged bumbung yang ada di Desa Penatih menggunakan tujuh struktur gending yaitu pepeson, ibing-ibingan, nigtig (jauk) tetangis, ngalih buah, jaran-jaranan, dan pekaad. Karakter dan ciri khas struktur gending joged bumbung itu sendiri menjadikan bentuk gending joged bumbung di Desa Sidatapa berbeda dari yang lain.
PENERAPAN METODE DEMONTRASI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERMAIN PIANO KLASIK LAGU FUR ELISE OLEH SISWA KELAS XI KEJURUAN MUSIK POPULER SMK NEGERI 3 SUKAWATI GIANYAR TAHUN AJARAN 2023/2024 Chantika Putri, I Gusti Ayu Made Ari Mega; Mastra, I Wayan; Sari Wiguna, Kadek Agung
Batarirupa: Jurnal Pendidikan Seni Vol. 5 No. 1 (2025): Batarirupa: Jurnal Pendidikan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59672/batarirupa.v5i1.3917

Abstract

Penelitian ini berbentuk kuantitatif dan penerapannya menggunakan metode demonstrasi dengan subjek seluruh siswa kelas XI Musik SMK N 3 Sukawati yang berjumlah 12 orang. Objek difokuskan pada aspek peningkatan kemampuan bermain piano klasik dan hasil penelitian menunjukkan penerapan metode demonstrasi sangat membantu serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa secara signifikan. Observasi menunjukkan banyak siswa kelas XI belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 80. Pada siklus I, hanya 2 siswa yang memenuhi indikator keberhasilan, sedangkan pada siklus II jumlahnya meningkat menjadi 9 siswa dengan lebih mengoptimalkan metode demonstrasi, sehingga indikator keberhasilan tercapai. Selain itu, respon siswa juga meningkat dari 68,6% pada siklus I menjadi 83,33% pada siklus II. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran Praktek Instrumen Pokok (PIP) khususnya lagu "Für Elise", pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Sukawati tahun ajaran 2023/2024.
EKSPLORASI DAN INOVASI SAMPLING MIDI GAMBELAN BALI DALAM MUSIK DIGITAL Sari Wiguna, Kadek Agung; Lanus, I Ketut; Permanamiarta, Putu Agus
Stilistika : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni Vol. 14 No. 1 (2025): Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni
Publisher : Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59672/stilistika.v14i1.5408

Abstract

Gambelan Bali merupakan seni musik tradisional yang memiliki peran penting dalam upacara adat dan kehidupan spiritual masyarakat Bali. Perkembangan teknologi digital, khususnya melalui pemanfaatan MIDI (Musical Instrument Digital Interface), telah membuka peluang baru dalam pelestarian dan pengembangan musik tradisional ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi inovasi dalam penggunaan sampling MIDI pada gambelan Bali serta menganalisis tantangan dan peluang yang muncul dalam proses digitalisasi. Penelitian ini berbentuk kualitatif dan metode yang digunakan meliputi observasi, wawancara dengan narasumber kunci, dan dokumentasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan MIDI memungkinkan proses rekaman, konversi, dan manipulasi suara instrumen gambelan secara digital, sehingga menciptakan komposisi musik yang autentik dan variatif. Inovasi ini juga memungkinkan integrasi musik tradisional Bali ke dalam genre musik modern, seperti elektronik dan EDM, serta penggunaannya dalam media kontemporer seperti film, game, dan AI. Meskipun terdapat tantangan dalam aspek teknis dan etika, digitalisasi melalui MIDI memberikan kontribusi signifikan terhadap pelestarian, dokumentasi, dan penyebaran musik gambelan Bali secara global. Integrasi antara tradisi dan teknologi ini membuktikan bahwa inovasi dapat berjalan selaras dengan pelestarian identitas budaya di era globalisasi.