Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI TERIPANG DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Sri Turni Hartati; suprapto suprapto; Indar Sri Wahyuni; Rusmawati Zainy
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3734.453 KB) | DOI: 10.15578/jppi.8.1.2002.113-124

Abstract

Penelitian tentang aspek biologi teripang di perairan Pulau Tikus dan pulau piamuka, Kepulauan Seribu telah dilakukan pada musim peralihan baral ke timur (Maret-Mei), musim timuil.liini-fgustus; dan musim peralihan timur ke barat (september-Novemberj tahun 2001.
KONDISI DAN STRUKTUR TERUMBU KARANG DI PERAIRAN BARAT SULAWESI SELATAN Karsono Wagiyo; Suprapto Suprapto; Hasan Mubarok
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3378.795 KB) | DOI: 10.15578/jppi.4.2.1998.1-7

Abstract

Perairan barat Sulawesi Selatan memiliki berbagai tipe terumbu karang dengan keanekaragaman biotanya yang tinggi. Perkembangan daerah ini sangat dinamis sesuai dengan makin beragamnya aktivitas masyarakat. Kegiatan tersebut dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi dan struktur teruurbu karang yang ada.
INTERAKSI ANTAR TRAWL DAN RAWAI DASAR PADA PERIKANAN KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) DI LAUT TIMOR DAN ARAFURA Bambang Sadhotomo; Suprapto Suprapto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.262 KB) | DOI: 10.15578/jppi.19.2.2013.89-95

Abstract

Informasi mengenai biologi populasi ikan kakap yang diduga merupakan stok bersama dan dimanfaatkan oleh Indonesia dan Australia masih sangat minim. Begitu pula informasi mengenai pengaruh interaksi antara alat tangkap terhadap kelangsungan reproduksi ikan kakap. Informasi-informasi tersebut diharapkan dapat menunjang pengelolaan perikanan kakap merah yang dilakukan di Laut Timor dan Arafura terutama dalam hal pengaturan alokasi upaya penangkapan dan jumlah alat tangkap. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh interaksi dari alat tangkap pukat ikan dan pancing dasar yang memiliki ikan target yang sama yaitu kakap merah. Penelitian ini berbasis pada data komposisi panjang ikan demersal laut dalam yang tertangkap trawl ikan dan rawai pancing dasar vertikal yang beroperasi di Laut Arafura dan Laut Timor. Estimasi parameter biologi dan populasi dilakukan untuk memenuhi masukan bagi analisis yield per recruit. Hasil analisis menunjukkan adanya interaksi antar perikanan pukat ikan dan pancing rawai dasar yang mengeksploitasi ikan demersal di perairan tersebut. Dampak perkembangan perikanan pukat ikan terhadap penurunan produksi dan yield keseluruhan perikanan tangkap terlihat sangat signifikan. Information on the biology of snapper populations which had  possibility as a shared stock utilized by Indonesia and Australia fisheries is still lack. Moreover information on the effect of interactions between fishing gears to the sustainable of the snapper resource. This information is expected to support the management of red snapper in the Timor and Arafura Sea, especially in terms of setting the allocation of effort and number of fishing gear. The objective of this study is to obtain information regarding the interaction effect from two different fishing gears i.e. trawl fishing gear and vertical bottom long line which targeted  red snapper as the main target species. The research was based on length composition data of demersal deep-sea fish caught by fishnet and vertical bottom longline operations in the Arafura Sea and Timor Sea. Estimation of the biology and population parameter was conducted to meet the input for the analysis of yield per recruit. The analysis revealed the existence of interactions between fisheries and other fishnet which exploit demersal fish in these waters. The impact of the development of fishnet to the decline of production and the total fisheries yield was very significant.
KEPADATAN STOK IKAN DEMERSAL DAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS PERAIRAN DI PERAIRAN TEGAL DAN SEKITARNYA Bambang Sumiono; Tri Ernawati; Suprapto Suprapto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.998 KB) | DOI: 10.15578/jppi.17.2.2011.95-103

Abstract

Penelitian sumber daya ikan demersal dan parameter kualitas perairan dilakukan dengan menggunakan Kapal Riset Sardinela (68 GT) pada bulan April, Juli, dan Nopember 2009 di perairan Tegal dan sekitarnya. Penghitungan kepadatan stok menggunakan metode swept area dengan panjang tali ris atas dari jaring trawl 21 m, kecepatan kapal waktu menarik jaring berkisar 1,5-2,0 knot dan lama penarikkan jaring di setiap stasiun penangkapan maksimal 1 jam. Posisi stasiun penangkapan dan oseanografi relatif sama pada kedalaman berkisar 10-50 m. Laju tangkap pada 41 stasiun penangkapan rata-rata 10,86 kg/jam dengan kepadatan stok 0,498 ton/km2 dan biomassa 23.082 ton. Sepuluh famili dominan tertangkap, yaitu Leiognathidae, Apogonidae, Sciaenidae, Nemipteridae, Pomadasydae, Synodontidae, Tetraodontidae, Carangidae, Teraponidae, dan Priacanthidae. Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu (tahun 1976-2005), terdapat kecenderungan laju tangkap yang meningkat bagi famili Sciaenidae, Nemipteridae, dan Pomadasydae. Kelompok ikan yang cenderung menurun terdapat pada famili Synodontidae. Sementara famili Leiognathidae selalu mendominansi hasil tangkapan trawl. Kepadatan stok tertinggi (1,0 ton/km2) terdapat pada strata kedalaman 40-<50 m dan terendah (0,2 ton/km2) terdapat pada strata kedalaman antara 10-<20 m. Biomassa tertinggi (15.059 ton) terdapat pada strata kedalaman 30-<40 m dan terendah (1.410 ton) pada strata kedalaman 10-<20 m. Korelasi positif yang nyata terjadi antara kepadatan stok ikan demersal dengan kepadatan makrozoobentos, kedalaman perairan, suhu, dan oksigen terlarut pada dasar perairan. Penyebaran kepadatan stok tidak dipengaruhi oleh salinitas dan pH dasar perairan. Research on the demeral fish resources and some parameters of water quality using Sardinela Research Vessel (68 GT) were carried out during April, July, and November 2009 in Tegal and its adjacent waters. Stock density was estimated by swept area method. The trawl used has 21 m head rope, trawling speed of 1.5-2.0 knot, and the maximum towing time was 1 hour. The main fishing ground was 10-50 m water depth. Sampling position of trawling and oceanography parameters were set up relativelly the same position. Based on the result of 41 successful haul’s station, the average of catch rate of demersal fish was estimated to be 10.86 kg/hour with stock density of 0.5 ton/km2 and biomass of 23,082 ton. The ten dominant families were Leiognathidae, Apogonidae, Sciaenidae, Nemipteridae, Pomadasydae, Synodontidae, Tetraodontidae, Carangidae, Teraponidae, and Priacanthidae. Compared with research in the previous years (1976-2005), the catch rates familiy of Sciaenidae, Nemipteridae, and Pomadasydae tend to increase. Meanwhile, catch rate family of Synodontiade tend to decrease. The family of Leiognathidae in the overall years were always dominant. According to the depth stratum, the highest stock density of 1.8 ton/km2 was found in the depth between 41-50 m, while the lowest density of 0.2 ton/km2 was found in the depth between 10-20 m. Meanwhile, the highest biomass of 15,059 ton was found in the depth between 30-40 m, and the lowest of 1,410 ton in the depth between 10-20 m. A high correlation occured significantly between stock density of demersal fish and the water’s depth, temperature, and dissolved oxygen on the bottom. Meanwhile, correlation between stock density of demersal fish with pH and salinity on the bottom did not significantly different.
BIOLOGI DAN PARAMETER POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN BONE DAN SEKITARNYA Duranta Diandria Kembaren; Tri Ernawati; Suprapto Suprapto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.804 KB) | DOI: 10.15578/jppi.18.4.2012.273-281

Abstract

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas perikanan dengan nilai jual cukup tinggi, baik sebagai komoditas lokal maupun komoditas ekspor. Sampai saat ini, pengkajian parameter populasi sumber daya rajungan belum banyak dilakukan. Biologi dan parameter populasi rajungan perlu diketahui agar pengelolaannya dapat dilakukan secara rasional sehingga potensi lestarinya dapat tetap terjaga. Penelitian biologi dan parameter populasi rajungan dilakukan di perairan Bone dan sekitarnya berdasarkan data frekuensi lebar karapas yang dikumpulkan sejak Februari sampai Desember 2011. Pendugaan parameter populasi rajungan dianalisis menggunakan alat bantu program FISAT (FAO-Iclarm Stock Assessment Tool) II. Hasil kajian menunjukkan bahwa lebar karapas pertama kali matang gonad rajungan adalah 71,63 mm dengan kisaran lebar karapas antara 69,36 – 73,97 mm. Nisbah kelamin jantan dan betina berada pada keadaan tidak seimbang. Musim pemijahan terjadi sepanjang tahun dan puncaknya terjadi pada bulan Mei dan Desember. Lebar karapas infinitif (CW∞) rajungan jantan dan betina masing-masing sebesar 159 mm dan 154 mm, laju pertumbuhan (K) 1,27/tahun dan 1,08/tahun, laju kematian total (Z) 9,21/tahun dan 6,90/tahun, laju kematian alami (M) 1,33/tahun dan 1,21/tahun, dan laju kematian penangkapan 7,88/tahun dan 5,69/tahun. Laju ekploitasi (E) rajungan jantan dan betina masing-masing sebesar 0,82 dan 0,78, yang menunjukkan tingkat eksploitasi di atas optimum sehingga pengelolaannya perlu dilakukan agar potensi lestarinya tetap terjaga.Blue swimming crab (Portunus pelagicus) is a local as well as export commodity which has high price. Study on biology and population parameters of blue swimming crab is rare. Therefore, a study in order to maintenance the potential yield of blue swimming crab resource is needed. Study on biology and population parameters of blue swimming crab has been conducted in the Bone and adjacent waters, based on carapace width frequencies data which was collected since February to December 2011. Population paremeters of the blue swimming crab were analysed by using FISAT (FAO-Iclarm Stock Assessment Tool) II. The result showed that carapace width at first maturity (CWm) of the crab was 71,63 mm at the range between 69,36–73,97 mm. The sex ratio of male and female showed an unequal. Spawning season of the crab occurred all year round with a spawning peak in May and December. The male and female carapace width asymtotic (CW∞) was 159 mm and 154 mm, total mortality (Z) 1,27/year and 1,08/year, natural mortality (M) 1,33/year and 1,21/year, fishing mortality (F) 7,88/year and 5,69/year, respectively. Exploitation rate (E) for male and female was 0,82 and 0,78, respectively which indicated the over-exploitation, so that a management of the crabs to maintenance its potential yield shoud be applied.
INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN TARAKAN Suprapto Suprapto
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.838 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.1.2014.47-53

Abstract

Perairan Tarakan termasuk daerah penangkapan sumber daya ikan demersal dan udang cukup potensial di KalimantanUtara. Tingginya tingkat eksploitasi ikan demersal dengan menggunakan trawlmenyebabkan keragaman jenisnya rendah. Penelitian ikan demersal dilakukan di perairan Tarakan pada bulanMei,Agustus dan Nopember 2012. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh indeks keanekaragaman jenis ikan demersal. Data spesies ikan demersal dikumpulkan dari hasil tangkapan jaring trawl yang dioperasikan oleh kapal motor 20GT dengan metode sapuan area. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah taksa ikan demersal sebanyak 86 spesies yang tergolong kedalam45 famili. Komposisi jenis hasil tangkapan trawl didominasi oleh famili Leiognathidae (ikan petek), Sciaenidae (ikan gulama), Harpadontidae (ikan nomei),Apogonidae (ikan serinding) danMullidae (ikan bijinangka). Status keanekaragaman jenis termasuk dalamkategori sedang dengan indeks “Shanon-Wiener” (H’)berkisar antara 1,7-2,5 sedangkan indeks kekayaan “Margalef” (R1 ) berkisar antara 7-8. Penyebaran spesies ikan demersal bersifat sedang dengan indeks kemerataan jenis (E) rata-rata sebesra 0,5.Kelimpahan ikan demersal tidak ada yang dominan, ditunjukkan oleh nilai indeks kemerataan jenis “Pielou” (E) rata-rata sebesar 0,4.Tarakan and adjacent waters is one of potentially fishing ground of demersal fish resources in north Kalimantan. High exploitation by trawler tend to decreased of biodiversity of demersal fish in this area. Research has been conducted in the waters of Tarakan duringMay, August and November 2012. The aim of this research is to get species diversity indices of demersal fish, which is expected to be useful as one of the data capacity for sustainable fisheries management policy. Data obtained by using trawl fishing gear with a sweept area method.The results showed that demersal fish species richness 86 species, belonging to 45 families. Dominant family are Leiognathidae, Sciaenidae, Harpadontidae, Apogonidae andMullidae. Result of analysis indicate that species diversity in Tarakan waters in the medium category. Status of biodiversity consist of: range value diversityindices “Shanon-Wiener” (H’) was 1.7 to 2.5; species richness indices of “Margalef” (R1 ) are between 7-8; evenness indices of “Pielou” (E 1) was 0,5 and dominant indices “Pielou” (E) an average of 0.4.
KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI DAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN SELAT SUNDA PADA MUSIM TIMUR Khairul Amri; Asep Priatna; Suprapto Suprapto
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (804.984 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.1.2014.11-20

Abstract

Selat Sunda merupakan salah satu perairan yang penting dalam sirkulasi massa air di Indonesia. Dinamika oseanografinya dipengaruhi massa air Laut Jawa dan Samudera Hindia. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karaktersitik oseanografi (suhu, salinitas, arus dan kecerahan) dan kelimpahan fitoplankton di Selat Sunda. Penelitian dilakukan bulan Juni-Juli 2010 (musimtimur). Hasil penelitian menunjukkan nilai sebaran suhu dan salinitas bervariasi, terkait pengaruh massa air yang dominan. Pada area mendekati pesisir barat Banten suhu lebih hangat dan salinitas lebih rendah, terkait pengaruh daratan (river discharge) dan aliran massa air dari Laut Jawa. Indikasi upwelling ditemukan di daerah tubir sebelah selatan Selat Sunda, disebabkan benturan arus kuat Samudera Hindia. Pada bulan Juni-Juli intensitasnya masih lemah, menandakan fase awal dari proses terjadinya upwelling di perairan ini. Nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman fitoplankton yang tertinggi berasosiasi dengan lokasi upwelling. Terdapat korelasi yang kuat antara peningkatan konsentrasi kesuburan perairan akibat terjadinya upwelling padamusimtimur dengan hasil tangkapan ikan pelagis. Jenis ikan yang dominan tertangkap musim timur adalah kelompok ikan pelagis kecil oseanik.The Sunda strait is an importance area of Indonesian troughflow. The dynamic oceanographyc of this waters is influenced by Java Sea and Indian Ocean water mass. The objectives of this study to known the physical oceanographyc parameters (temperature, salinity, current and turbidity) and biology aspect (phytoplankton abundance) by analyize used in-situ data. The study were canied out June to July 2010 (east monsoon). The result showed that variability of temperature and salinity related to kind of dominan water masses. The high temperature and low salinity founded in western part of Banten waters, its rivers discharge and Java Sea waters influenced. The low upwelling intensity is finded in the slope area, caused by strong flow from Indian Ocean as indicated fre-phase of upwelling process in this water. The diversity index and evenness index with high value is associatedwith upwelling area. There is a stong correlation betwen elevated coneentrations of primary productivity due to upwelling in the east monsoon with an inerease in pelagic fish catches. The dominant species of fish caught in east monsoon was oceanic small pelagic fish group.
KOMPOSISI JENIS, SEBARAN DAN KEPADATAN STOK UDANG PADA MUSIM SELATAN DI PERAIRAN TIMUR KALIMANTAN Tirtadanu Tirtadanu; Suprapto Suprapto; Andina Ramadhani Putri Pane
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 10, No 1 (2018): April (2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.139 KB) | DOI: 10.15578/bawal.10.1.2018.41-47

Abstract

Kajian tentang komposisi, sebaran dan kepadatan stok udang merupakan informasi penting sebagai evaluasi dampak aktivitas penangkapan udang saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi jenis, sebaran dan kepadatan stok udang pada saat musim selatan di perairan Timur Kalimantan. Penelitian dilakukan pada bulan September – Oktober 2016 menggunakan trawl pada Kapal Riset Baruna Jaya IV (tali ris atas 36 m). Lama penarikan jaring 1 jam dengan kecepatan kapal sekitar 3 knot. Analisis terhadap 11 stasiun pengamatan yang berhasil menunjukkan komposisi udang terdiri dari 14 spesies yang tergolong dalam 7 genera dan 3 famili. Spesies yang dominan meliputi udang dogol (Metapenaeus ensis), udang windu (Penaeus monodon) dan udang jerbung (Penaeus merguiensis). Berdasarkan lokasinya, kepadatan stok tertinggi ditemukan di sebelah timur Balikpapan dan secara umum kepadatan stok tertinggi ditemukan pada kedalaman kurang dari 40 m. Kepadatan stok udang berkorelasi dengan kedalaman di mana udang jerbung hanya tertangkap pada kedalaman kurang dari 40 m. Udang dogol ditemukan pada kedalaman hingga 60 m namun lebih padat pada kedalaman kurang dari 40 m, sedangkan udang windu lebih padat pada perairan yang lebih dalam yaitu antara 40-60 m. Total kepadatan stok udang pada musim selatan di perairan Timur Kalimantan adalah 16,5 ± 9,7 kg/km2.Study of species composition, distribution and stock density of shrimp was vital to evaluate of the impact of current shrimp fishing to its sustainability. The research aims to study composition, distribution and stock density of shrimps during south monsoon in the East of Kalimantan which was conducted in September – October 2016 by conducting exploratory survey using trawling with R.V. Baruna Jaya IV (headrope length of 36 m). Towing duration of 1 hour and vessel speed around 3 knots. The result from 11 stations showed that the composition of shrimps consists of 14 species from 7 genera and 3 family. The dominant species (38.4%) were greasyback shrimp (Metapenaeus ensis), while giant tiger prawn (Penaeus monodon) by 22.2% and banana prawn (Penaeus merguiensis) by 16.7%. Based on the geographic location, the highest stock density was found in the eastern part of Balikpapan waters (< 40 m depth). The shrimp density found have association with depths where banana prawn found in depths of less than 40 m. Greasyback shrimp found in depths of more than 60 m with more abundant in depth less than 40 m, while giant tiger prawn was more abundant in deeper water in depths between 40 – 60 m. Total density of shrimps during south monsoon in the eastern part of Kalimantan waters was 16.5 ± 9.7 kg/km2.
PARAMETER POPULASI LOBSTER BAMBU (Panulirus versicolor) DI PERAIRANUTARAKABUPATENSIKKADANSEKITARNYA Tri Ernawati; Duranta D Kembaren; Suprapto Suprapto; Bambang Sumiono
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.823 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.3.2014.169-175

Abstract

Lobster bambu (Panulirus versicolor) adalah salah satu komoditas perikanan penting yang sudah banyak dieksploitasi oleh nelayan tradisional. Sejalan dengan peningkatan pengusahaan, maka perlu tersedia data dan informasi terbaru tentang parameter populasi lobster yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalampengelolaan sumberdaya lobster. Penelitian dilaksanakan pada bulanMaret sampai dengan Desember 2011 di perairan utara Kabupaten Sikka dan sekitarnya. Tulisan ini bertujuan untuk mengestimasi parameter populasi lobster bambu. Hasil penelitian diperoleh rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) = 73,67 mmCL. Laju pertumbuhan (K) = 0,44 per tahun dan pencapaian panjang karapas asimtotik (CL ) adalah sebesar 146,7 mm. Laju mortalitas alami (M) 0,68 per tahun dan laju kematian akibat penangkapan (F) sebesar 0,99 per tahun. Tingkat eksploitasi (E) sebesar 0,59 atau rentan terhadap overfishing. Penambahan baru ke dalam populasi berlangsung sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus dan September bersamaan dengan musim timur.The painted Spiny lobster (Panulirus versicolor) was one of the important fishery commodity that have been exploited by traditional fishermen. The increased of lobster utilization, it’s necessary to update available data and information about lobster’s population parameters that could be used as amaterial consideration to manage lobster resources. The study was conducted in March to December 2011 in the Northern waters of Sikka district and adjacent waters. The objectives of this study were to assess population parameters of P. versicolor. The result showed that mean size at first capture (Lc) is 73.67 mmCL. The lobster growth rate (K) is 0.44 per year and achieving the infinitive carapace length (CL ) is 146.7 mm. The natural mortality (M) is 0.68 per year and fishing mortality (F) is 0.99 per year. The exploitation rate (E) of lobster is 0.59. It’s reached the condition are vulnerable to overfishing. Recruitment occurred throughout the year with peak recruitment was occurred in August and September.
PARAMETER POPULASI IKAN KAKAP LAUT-DALAM (Etelis radiosus, Anderson 1981) DI PERAIRAN TELUK CENDERAWASIH, PAPUA Nurulludin Nurulludin; Suprapto Suprapto; Prihatiningsih Prihatiningsih
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 8, No 2 (2016): (Agustus 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.207 KB) | DOI: 10.15578/bawal.8.2.2016.125-130

Abstract

Ikan kakap laut-dalam (Etelis radiosus) adalah salah satu sumberdaya demersal ekonomis penting di Indonesia. Informasi ilmiah tentang ikan kakap laut-dalam ini masih sangat jarang, terutama dari kawasan Teluk Cenderawasih bagian Utara Papua. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari – November 2013 di Teluk Cenderawasih. Aanalisis panjang cagak ikan terhadap 3.255 ekor menggunakan software FISAT II, diperoleh beberapa nilai parameter populasi sebagai berikut: laju pertumbuhan (K) sebesar 0,17 per tahun, panjang asimtotik (L ) 108,68 cm FL, laju kematian alami (M) 0,4 pertahun, dan laju kematian karena penangkapan (F) 0,17 per tahun. Estimasi tingkat ekploitasi (E) sebesar 0,30 memiliki pengertian bahwa tingkat pemanfaatan ikan kakap laut dalam masih di rendah dan dapat ditingkatkan. Deep-sea snapper (Etelis radiosus) is one of high economic valued of demersal resources in Indonesia. Scientific information on deep-sea snapper is limited, especially from the northern part of Cenderawasih Gulf, Papua. This paper aims to determine some parameters populations of deepsea snapper (Etelis radiosus) in the gulf of Cenderawasih, Papua. The research conducted in February - November 2013 in the Gulf of Cenderawasih. Deepsea snapper fork length measurement randomly taken from 3.255 fishes in Nabire. The result obtained that the growth coefficient (K), asymptotic length (Linf)), natural mortality (M), fishing mortality (F) and exploitation rate (E) were 0.17/ year, 108.68 cmFL, 0.4/year, 0.17/year and 0.30/year. That implied the deepsea snapper fishing exploitation is under exploitation and there possibility of precountionary increasing of fishing effort.