Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

POTENSI KEANEKARAGAMAN UMUR NYAMUK Culex quinquefasciatus SEBAGAI VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS KOTA PEKALONGAN Ghofur, Abdul; Hadisaputro, Suharyo; Sayono, Sayono; Ganda Gumilar, Argo
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 15 No. 1, Januari 2024
Publisher : Universitas Kusuma Husada Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34035/jk.v15i1.1213

Abstract

Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan melalui nyamuk (vector borne disiese). WHO menetapkan kesepakatan global sebagai upaya untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 melalui Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis (GPELF), tetapi sampai tahun 2023 di Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan masih menjadi daerah endemis filariasis dengan ditemukannya kasus baru. Nyamuk berpotensi sebagai vektor filriasis apabila memenuhi persyaratan populasi spesies yang bersangkutan secara umum mempunyai umur cukup untuk menjadi vektor masa inkubasi eksternal dari filaria. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui umur nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor filariasis di daerah Endemis Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan. Cx. quinquefasciatus dipilih karena menjadi spesies terbanyak di daerah penelitian dan berpotensi menjadi vektor filariasis. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan 200 sampel nyamuk betina dengan metode dilatasi ovarium. yaitu dengan membedah ovarium nyamuk untuk memeriksa parousitasnya. Selanjutnya, jumlah dilatasi dikalikan dengan siklus gonotropik nyamuk, sehingga diperoleh spesies vektor yang berpotensi sebagai penular penyakit bila dikaitkan dengan umur siklus hidup ekstrinsik parasit. Hasil penelitian didapatkan rata – rata umur nyamuk Cx. quinquefasciatus adalah 17.2 hari sedangkan masa inkubasi ekstrinsik filaria dari L1 sampai L3 adalah 10-13 hari. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki umur yang berpotensi menjadi vektor filariasis. Filariasis is a chronic infectious disease caused by filarial worms and transmitted through mosquitoes (vector borne disease). WHO established a global agreement as an effort to eliminate filariasis by 2020 through the Global Program to Eliminate Lymphatic Filariasis (GPELF), but until 2023 Jenggot Village, Pekalongan City, is still an endemic area for filariasis with the discovery of new cases. Mosquitoes have the potential to be vectors of filariasis if they meet the requirements for the population of the species concerned to generally have sufficient age to become a vector for the external incubation period of filariasis. The aim of this research is to determine the age of the Culex quinquefasciatus mosquito as a filariasis vector in the endemic area of Jenggot Village, Pekalongan City. Cx. quinquefasciatus was chosen because it is the most abundant species in the study area and has the potential to be a filariasis vector. The design of this research was descriptive quantitative using 200 samples of female mosquitoes using the ovarian dilatation method. namely by dissecting the mosquito's ovary to check its parousity. Next, the number of dilations is multiplied by the mosquito's gonotrophic cycle, to obtain a vector species that has the potential to transmit disease when related to the age of the parasite's extrinsic life cycle. The research results showed that the average lifespan of Cx mosquitoes. quinquefasciatus is 17.2 days while the incubation period for extrinsic filaria from L1 to L3 is 10-13 days. From the research results it can be concluded that the mosquito Cx. quinquefasciatus has the potential to become a filariasis vector.
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kencur dan Lempuyang Terhadap Bakteri Stutzerimonas Stutzeri yang Ditemukan pada Pasien Ulkus Diabetikum Nurazizah, Reza Pinky; Chakim, Irfanul; Sayono, Sayono
Prosiding Seminar Nasional Unimus Vol 7 (2024): Transformasi Teknologi Menuju Indonesia Sehat dan Pencapaian Sustainable Development G
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diabetes mellitus (DM) sering menimbulkan komplikasi serius, termasuk ulkus diabetikum. Penggunaanantibiotik jangka panjang pada ulkus diabetikum jangka panjang beresiko menimbulkan resistensi.Pencarian antibiotik dari bahan alami, seperti ekstrak kencur dan lempuyang, sangat penting karenakeduanya mengandung flavonoid, alkaloid, serta minyak atsiri, yang berpotensi menjadi agen antibakteriefektif untuk pengobatan ulkus diabetikum. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas antibakteriekstrak n-hexane rimpang kencur dan rimpang lempuyang terhadap Stutzerimonas stutzeri yang ditemukanpada pasien ulkus diabetikum.  Penelitian eksperimen ini menggunakan desain Post Test Only ControlGroup dengan isolat bakteri Stutzerimonas stutzeri yang diperoleh dari ulkus diabetikum dalam penelitiansebelumnya. Intervensi menggunakan ekstrak n-hexane rimpang kencur dan rimpang lempuyang denganvariasia konsentrasi 25%, 50%, dan 75% dengan kontrol chloramphenicol. Bakteri ditanam dalam mediaagar dan intervensi menggunakan kertas cakram. Zona hambat diamati dengan terbentuknya zona terangZona bening yang terbentuk bervariasi menurut konsentrasi ekstrak dimana 50% lebih luas daripada 75%dan 25% baik pada kencur dan lempuyang. Ekstrak n-hexane rimpang kencur menunjukkan aktivitasantibakteri tertinggi dengan zona hambat 15,02 mm. Seluruh ekstrak menunjukkan aktivitas antibakteriterhadap Stutzerimonas stutzeri, dengan zona hambat tertinggi pada konsentrasi 50%.Kata Kunci : Ulkus, Antibakteri, Kencur, Lempuyang, Stutzerimonas stutzeri.
Keberadaan Bakteri Coliform Berdasarkan Personal Hygiene Dan Fasilitas Sanitasi Pada Komponen Es Dawet Musdalifah, Fatma Auliya; Mifbakhuddin, Mifbakhuddin; Wardani, Ratih Sari; Sayono, Sayono
Prosiding Seminar Nasional Unimus Vol 7 (2024): Transformasi Teknologi Menuju Indonesia Sehat dan Pencapaian Sustainable Development G
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Diare menjadi permasalahan kesehatan yang menyerang semua kalangan umur yangdisebabkan oleh Bakteri Coliform. Penyebaran Bakteri Coliform paling mudah melalui kontaminasi air.Penelitian sebelumnya meneliti keberadaan Bakteri Coliform pada es dawet secara keseluruhan. PenelitianBakteri Coliform pada masing-masing komponen es dawet bertujuan mengetahui kemungkinankontaminasi awal pada bahan pembuatan es dawet. Metode: 4 pasar tradisional di Kabupaten Semarangdipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan banyaknya pedagang es dawet. 23 pertanyaan personalhygiene dan 17 pertanyaan fasilitas sanitasi diberikan pada responden untuk menilai kategori baik atautidaknya kebersihan diri dan sanitasi area dagang. Pemeriksaan Bakteri Coliform menggunakan MostProbable Number (MPN) Metode Thomas 5.1.1. Sampel komponen es dawet dimasukkan kedalam plastiksteril dan dibawa ke Laboratorium menggunakan coolbox. Pemeriksaan dilakukan dalam dua tahap yaituuji penduga media media Lactose Broth (LB) dan uji penegasan media Brillian Green Lactose Broth(BGLB). Hasil: Tidak ada pedagang yang memiliki personal hygiene dan fasilitas sanitasi baik. 75%personal hygiene dan fasilitas sanitasi pedagang termasuk kategori tidak baik. Bakteri Coliform ditemukanpada semua sampel dengan angka paling tinggi ≤979/100ml dan paling rendah 9/100ml. KeberadaanBakteri Coliform dikaitkan dengan penilaian personal hygiene dan fasilitas sanitasi area dagang.Kesimpulan: Seluruh komponen tidak aman dikonsumsi karena mengandung Bakteri Coliform. Inidikarenakan faktor personal hygiene dan fasilitas sanitasi yang masuk dalam kategori tidak baik. Sehinggaperlu dilakukan edukasi kepada pedagang es dawet mengenai personal hygiene dan kesterilan fasilitassanitasi. Kata Kunci : Diare, Dawet, Coliform, Personal Hygiene, Fasilitas Sanitasi
Keanekaragaman, Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominansi pada Nyamuk di Daerah Endemis Filariasis Kota Pekalongan Jawa Tengah Ghofur, Abdul; Hadisaputro, Suharyo; Sayono, Sayono; Gumilar, Argo Ganda
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 23, No 3 (2024): Oktober 2024
Publisher : Master Program of Environmental Health, Faculty of Public Health, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkli.23.3.334-340

Abstract

Latar belakang: Filariasis disebabkan cacing filaria dengan nyamuk sebagai vektor (vector borne disease). Kesepakatan global memberantas filariasis melalui The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020 telah ditetapkan oleh WHO. Namun, sampai tahun 2021 masih terdapat 882 juta orang di 44 negara terancam filariasis, sehingga WHO menetapkan roadmap Neglected Tropical Diseases tahun 2021-2030. Indonesia memiliki 236 kabupaten atau kota endemis filariasis, pada akhir tahun 2021 tercatat 9.354 penderita. Kota Pekalongan salah satu daerah endemis filariasis. Nyamuk Culex sp. dan Aedes sp. ditetapkan sebagai vektor filariasis diperkotaan karena pernah ditemukan mikrofilaria pada spesies nyamuk tersebut, sehingga perlu penelitian parameter entomologi dan umur nyamuk untuk menemukan spesies yang paling berpotensi sebagai vektor filariasis.Tujuan: Mengetahui angka parameter entomologi untuk menentukan spesies yang paling berpotensi menjadi vektor di daerah endemis filariasis Kota PekalonganMetode: Penelitian observasional dengan rancangan crosssectional menggunakan metode purposive sampling. Sampel penelitian adalah nyamuk yang tertangkap di 6 rumah penderita. Penangkapan nyamuk selama 3 bulan. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptifHasil: Jumlah nyamuk 1.160 ekor, dengan 5 jenis spesies yaitu Culex quinquefasciatus, Culex tritaeniorhynchus, Culex vishnui, Aedes aegypti, dan Anopheles vagus. Culex quinquefasciatus di Kelurahan Jenggot dan Medono mendominasi hasil perhitungan parameter entomologi dengan kelimpahan nisbi 70,01% dan 66.19%, frekuensi 1.0 dan 1.0, dominansi 70.01 dan 66.19 dan rata-rata umur 17 dan 19 hari.Simpulan: Tingginya angka parameter entomologi dan umur dari Culex quinquefasciatus menyebabkan Culex quinquefasciatus berpotensi menjadi vektor utama filariasis di Kota Pekalongan. ABSTRACTTitle: Diversity, Relative Abundance, Frequency, And Dominance Of Mosquitoes In Filariasis Endemic Areas Of Pekalongan District, Central JavaBackground: Filariasis is a vector-borne disease caused by filarial worms transmitted by mosquitoes. The World Health Organization (WHO) has established a global goal to eliminate filariasis as a public health problem by the year 2020, known as the Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis. However, as of 2021, there are still 882 million people in 44 countries at risk of filariasis, prompting the WHO to develop a Neglected Tropical Diseases roadmap for 2021-2030. Indonesia, with 236 districts or cities endemic for filariasis, reported 9,354 cases by the end of 2021. Pekalongan City is one of the endemic areas for filariasis. Culex sp. mosquitoes and Aedes sp. mosquitoes are designated as filariasis vectors in urban areas due to the presence of microfilariae in these mosquito species. Therefore, it is essential to study the entomological parameters and age of mosquitoes to identify the species with the highest potential as a filariasis vector. Objective: This study aims to determine the entomological parameters and identify the species with the highest potential to become vectors in filariasis-endemic areas in Pekalongan City. Methods: This study utilized an observational research design with a cross-sectional approach, employing a purposive sampling method. The mosquito samples were collected from the homes of six individuals suffering from filariasis over a period of three months. Descriptive analysis was conducted to analyze the research findings. Results: A total of 1,160 mosquitoes were captured, consisting of five species: Culex quinquefasciatus, Culex tritaeniorhynchus, Culex vishnui, Anopheles vagus, and Aedes aegypti. Among these species, Culex quinquefasciatus in Jenggot and Medono Villages demonstrated dominance in the entomological parameter calculations, with a relative abundance of 70.01% and 66.19%, a frequency of 1.0 and 1.0, and a dominance of 70.01 and 66.19. The average age of these mosquitoes was 17 and 19 days, respectively. Conclusion: The high number of entomological parameters and the age of Culex quinquefasciatus mosquitoes indicate their potential as the primary vector for filariasis in Pekalongan City.
Gambaran Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pariaman Andirasdini, Lolita Suchyana; Sumanto, Didik; sayono, Sayono
JURNAL INOVASI DAN PENGABDIAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 4 No 3 (2025): Juli
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/jipmi.v4i3.737

Abstract

Latar belakang: Peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan perlunya upaya pencegahan dan pengendalian yang lebih efektif terutama di Kota Pariaman yang menjadi salah satu daerah dengan angka kejadian tertinggi di Sumatera Barat. Tujuan: Mendeskripsikan pelaksanaan penyelidikan epidemiologi DBD serta memberikan alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi DBD. Metode: pelaksanaan kegiatan menggunakan penelitian deskriptif, dengan melakukan observasi terlebih dahulu, menganalisis masalah kesehatan, kemudian melakukan prioritas masalah dan menetapkan pemecahan masalah. Hasil: pelaksanaan penyelidikan epidemiologi DBD di wilayah kerja Puskesmas Pariaman ditemukan House Index 27,27%, Container Index (CI) 19,56%, Bruteu Index (BI) 18,18% dan Angka Bebas Jentik (ABJ) 72,73%. Kesimpulan: Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengadakan sosialisasi berkelanjutan tentang DBD dan pelaksanaan PSN 3Mplus pemberdayaan masyarakat melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik) serta pembentukan Tim Gerak Cepat (TGC) melalui advokasi dan kemitraan. Komitmen semua pihak diharapkan dapat menurunkan angka kejadian DBD dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Kata kunci: demam berdarah dengue, penyelidikan epidemiologi, PSN 3Mplus, tim gerak cepat _______________________________________________________________________ Abstract Background: The increase in Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) cases in recent years demonstrates the need for more effective prevention and control efforts, especially in Pariaman City, one of the areas with the highest incidence rates in West Sumatra. Objective: To describe the implementation of DHF epidemiological investigations and to provide alternative solutions to problems in conducting DHF epidemiological investigations. Method: The activity was implemented using descriptive research, by first conducting observations, analyzing health problems, then prioritizing problems and determining solutions. Result: The DHF epidemiological investigation in the Pariaman Community Health Center (Puskesmas) work area found a House Index of 27.27%, Container Index (CI) of 19.56%, Bruteu Index (BI) of 18.18%, and Larvae Free Rate (ABJ) of 72.73%. Conclusion: This problem can be addressed by conducting ongoing DHF outreach and implementing the 3Mplus National Action Plan (PSN), community empowerment through Larvae Monitoring Officers (Jumantik), and the formation of a Rapid Response Team (TGC) through advocacy and partnerships. Commitment from all parties is expected to reduce DHF incidence and improve public health. Keywords: dengue fever, epidemiological investigation, PSN 3Mplus, rapid response team
Internalisasi dan Aktualisasi Nilai Pendidikan Karakter Aswaja pada Mahasiswa di Era 4.0 Marwiyah, Syarifah; Sayono, Sayono
Journal of Islamic Education and Pedagogy Vol 1 No 01 (2024): Februari
Publisher : Universitas Al Falah As Sunniyah Kencong Jember (UAS Press)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Revolusi industri 4.0 membawa inovasi teknologi yang memungkinkan penyediaan pendidikan yang lebih luas dan fleksibel. Revolusi ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus disikapi dengan bijaksana oleh orang-orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Internalisasi dan aktualisasi Pendidikan karakter, khususnya pendidikan ASWAJA yang mengajarkan sikap tasamuh dan i’tidal, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar sebagai sikap kemasyarakat NU seyogyanya juga diberlakukan di perguruan tinggi untuk mencetak mahasiswa memiliki tanggung jawab besar dalam mengembangkan nilai-nilai karakter yang positif dan membantu mereka dalam menghadapi tantangan di era 5.0.