Bambang Sugianto
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

HAK AZASI DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM KULTUR BUDAYA HUKUM DI-ERA OTONOMI DAERAH: indonesia Bambang Sugianto; Derry Angling Kesuma
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol 26, No 1, Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Hak dan Kewajiban Masyarakat tidak bisa terpisah dari kewajiban Pemerintah Daerah, karena hak dan kewajiban harus dilindungi oleh regulasi daerah melalui pelayanan dasar untuk masyarakat, tetapi sekarang banyak ditinggalkan dan regulasi sering menyamping hak dasar masyarakat. Penulisan ilmiah menggunakan metodologi yuridis normatif dengan membandingkan data pustaka dan perundang-undang yang berhubunga dengan regulasi daerah. Persoalan kebutuhan dasar masyarakat termasuk pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan terjadi ketimpangan ini dimana pemerintahan daerah lebih fokus kepada regulasi ekonomi dengan tujuan pertumbuhan dan percepatan pembangunan lebih dutamakan bukan berbicara layanan dasar masyarakat. Kedepan Pemerintah Daerah dalam menerbitkan regulasi melalui Peraturan Daerah harus memperhatikan hak dasar dan pelayanan dasar sebagai pertimbangan fhilosopy suatu regulasi Kata Kunci : Hak dan Kewajiban, Otonomi Daerah Abstract The Rights and Obligations of the Community cannot be separated from the obligations of the Regional Government,because rights and obligations must be protected by local regulations through basic services to the community, but now many are abandoned and regulations often sidestep people's basic rights. Scientific writing uses normative juridical methodology by comparing library and statutory data relating to regional regulations. The issue of the basic needs of the community including basic health and education services occurs this imbalance where the local government is more focused on economic regulation with the aim of growth and accelerated development rather than talking about basic community services. In the future, Regional Governments in issuing regulations through Regional Regulations must consider the basic rights and basic services as consideration for regulation
ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA Evi Oktarina; Liza Deshaini; Bambang Sugianto
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2021: Volume 7 Nomor 2 Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v7i2.440

Abstract

ABSTRAK Bentuk dari aspek hukum dalam pelaksanaan administrasi publik di Indonesia adalah kebijakan publik dapat ditinjau tidak hanya secara sosial, politik dan ekonomi tetapi juga yuridis (perundang-undangan). Tujuannya agar penyusunan kebijakan tidak sembarangan atau benar-benar mempertimbangkan dalam menyusun kebijakan akan tidak dianggap melakukan tindakan sewenang-wenang melanggar kewenangan atau mengacuhkan kepentingan publik. Fungsi pemerintah dalam membuat kebijakan dibidang hukum adminstrasi publik yaitu fungsi regeling, membuat produk hukum tertulis yang berisikan materi daya ikat terhadap sebagian atau seluruh penduduk wilayah Negara dan fungsi beschikking, produk hukum yang berupa penetapan yang dibuat oleh pejabat tata usaha Negara. Kata kunci: Aspek Hukum, Administrasi Publik, Pemerintahan. ABSTRACT The form of the legal aspect in the implementation of public administration in Indonesia is that public policy can be reviewed not only socially, politically and economically but also juridically (legislation). The aim is that the formulation of policies is not carelessly or truly considerate in formulating policies that will not be considered as having arbitrarily violated authority or ignored the public interest.The function of the government in making policies in the field of public administration law is the function of regeling, making written legal products containing material binding power to part or all of the population of the State territory and the beschikking function, legal products in the form of decisions made by state administrative officials.
ASPEK HUKUM PEMAKAIAN KOSMETIK YANG MENGANDUNG ZAT ADITIF” BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Warmiyana Zairi Absi; Rusniati Rusniati; Rosmawati Rosmawati; Bambang Sugianto
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2022): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v8i2.627

Abstract

Abstrak Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen akibat dari pemakainan produk kosmetik yang mengandung zat aditif berbahaya yang merugikan dan mem-bahayakan bagi kesehatan dapat dilakukan dengan penerapan sanksi dan ganti rugi oleh pelaku usaha yang memproduksi kosmetika tersebut. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi peredaran kosmetik yang mengandung zat aditif adalah dengan melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan mengenai jenis-jenis zat aditif yang dilarang untuk digunakan dalam campuran produk kosmetik yang dilakukan oleh pemerintah, LPKSM maupun masyarakat. Selain itu, pemerintah dan pihak-pihak yang terkait berkewajiban melakukan pengawasan terhadap setiap produk kosmetika yang akan beredar maupun yang telah beredar di pasaran. Kata Kunci: Kosmetik, Perlindungan Konsumen, Zat Aditif Abstract The form of legal protection for consumers as a result of the use of cosmetic products containing harmful additives that are harmful and harmful to health can be carried out by applying sanctions and compensation by business actors who produce these cosmetics. Efforts that can be made to overcome the circulation of cosmetics containing additives are by conducting socialization in the form of counseling regarding the types of additives that are prohibited from being used in a mixture of cosmetic products carried out by the government, LPKSM and the community. In addition, the government and related parties are obliged to supervise every cosmetic product that will be circulated or that has been circulating in the market.
Pendaftaran Tanah Adat untuk Mendapat Kepastian Hukum Di Kabupaten Kepahiang Bambang Sugianto
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2017: Volume 4 Nomor 1 Desember 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1832.869 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v4i1.94

Abstract

Abstrak: Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria UU No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah merupakan perintah dari Pasal 33 ayat (3) Undan Undang Dasar Republik Indonesia 1945 untuk mewujudkan unifikasi hukum tentang pendaftaran tanah adat dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum, tertib penggunaan tanah dan administrasi sistem pertanahan. Dalam pendaftaran tanah menimbulkan beberapa permsalahan dan kendala. Adapun kendala dari pihak masyarakat yaitu mahalnya biaya pendaftaran dan masyarakat kurang mengerti fungsi dari sertifikat sehingga masyarakat tidak berminat mendaftarkan hak atas tanah. Dalam pe-laksanaan pendaftaran tanah prosedurnya terlalu lama sehingga tibul anggapan hukum adat (kebia-saan) yang berlaku dalam masyakat cukup kuat untuk mengatur masalah pertanahan baik berupa jual beli, hibah dan warisan. Sedangkan kendala dari pihak pemerintah (ATR/BPN) tidak ada bukti tertulis terhadap hak atas tanah dan terbatas biaya dan tenaga teknis yaitu juruukur dan pemetaan dalam melakukan pendaftaran tanah serta kurangnya penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat oleh kantor ATR/BPN ini menimbulkan kurang mengertinya terhadap kegunaan sertifikat. Untuk melakukan peralihan hak baik jual beli, hibah dan warisan masih banyak dilakukan masyarakat dihadapan kepala desa dan bukti kepemilikan hak ditemui pada masyarakat yaitu segel yang dibuat kepala desa dan bukti tertulis yang dibuat secara kekeluargaan. Disamping bukti tersebut ada bukti tidak tertulis yaitu penggarapan secara terus menerus, ditanamnya tumbuh-tumbuhan keras dan ba-tas serta tanda yang diberikan oleh pemegang hak. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka upaya yang dilakukan kantor ATR/BPN yaitu tidak memberikan batas waktu pengajuan pendaftaran hak yang dimuatkan dalam surat pengakuan hak. Untuk hak milik adat dengan bukti tertulis tidak dilakukan konversi, terhadap biaya yang mahal diberikan kemudahan dan keringanan dalam sistem pembayaran untuk pendaftaran hak milik adat. Kata-kata kunci : Pendaftaran tanah, Kendala dalam pendaftaran tanah Abstract: The birth of the Basic Agrarian Law UU No.5 of 1960 and Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration is an order of Article 33 Paragraph (3) the web of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 to realize legal unification on registration of customary land in order to guarantee Legal certainty, orderly use of land and administration of land systems. In the registration of land raises several problems and obstacles. The constraints of the community is the high cost of registration and the community does not understand the function of the certificate so that people are not interested in registering land rights. In the implementation of the registration of land prosedure was long ago so tibul customary law (custom) prevailing in society is strong enough to regulate land issues either in the form of buying and selling, grants and inheritance. While the constraints of the government (ATR / BPN) there is no written proof of land rights and limited costs and technical personnel in the measuring and mapping in the registration of land and lack of extension provided to the community by the ATR / BPN office is causing less understanding of Use of certificates. In order to transition the rights of good sale and purchase, grants and inheritance are still mostly done by the community in front of the village head and the proof of ownership of rights to be found in the community, namely the seal made by the village head and written evidence made in a kinship. Besides the evidence there is unwritten evidence of continuous cultivation, the planting of harsh vegetation and borders and marks given by the right holder. To overcome these problems, the effort made by the office of ATR / BPN is not to submit deadline for submission of rights registration contained in the letter of recognition of rights. For customary property rights with no written proof of conversion, expensive fees are granted by ease and relief in the payment system for registration of customary property rights. Daftar Pustaka Abdurrahman, Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Alumni Bandung: Bandung; 1985. A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV Mandar Maju Bandung (Cetakan ketujuh), 1993. ------------------------, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Sari Perkuliahan, CV. Mandar Maju Bandung (cetakan kedua), 1994. ------------------------, Tanya Jawab Hukum Agrarian, CV Mandar Maju Bandung (Cetakan ketujuh), 1994. ------------------------, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV Mandar Maju Bandung (Cetakan kedua), 1994. Bachtiar Efendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Alumni Bandung, 1983. Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Persfektif di Indonesia, PT. Remadja Karya Bandung, 1984. Imam Soetiknjo, Politik Agraria Nasional dan Pembangunan Hukum Nasional, Gajah Mada University Press, Yogyakarta: 1994. Peraturan Perundang-undangan dan lain-lain Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undan Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Undang-Undang Hak Tanggungan Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997. Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Presiden Republik Indonesi Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan. Peraturan Menteri ART dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.
KEDUDUKAN AHLI WARIS PADA PERKAWINAN POLIGAMI Bambang Sugianto
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 9, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.877 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v9i2.942

Abstract

The marriage of polygamy is a marriage bond to which one of the parties to which a man has / marries several opposite sexes at the same time. And the marriage of a child in this marriage is legally so long as this marriage is recorded and performed in accordance with the legitimate requirements of marriage. In the division the inheritance of a child born of a polygamous marriage is determined the origin of the property whether the property left by the parent is a congenital treasure or a gifted property of the marriage.In article 94 paragraph (1) of Law number 1 year 1974 concerning marriage in which the implementation of inheritance in marriage can be done by agreement between all parties of heir. This will give many benefits to all heirs. If no agreement is reached then the division of inheritance in polygamous marriages can be done by filing a lawsuit inheritance in the Court. The obstacles in the division of inheritance in polygamous marriage is due to the unrecorded marriage in polygamous marriage, and polygamous marriage never entered into a marriage agreement and deliberated for division Inheritance often occurs due to obstacles or caused frequent unfairness in polygamous marriage.
ANALISIS YURIDIS PENERAPAN DAN BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA PEMILU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 Bambang Sugianto
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 9, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.506 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v9i3.1046

Abstract

Pemilihan umum merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar 1945 untuk melaksanakan asas kedaulatan rakyat yang dilaksanakan lima tahun sekali di Negara Republik Indonesia dengan tujuan: a) Menyusun Lembaga Permusyawaratan Rakyat yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, b) Memilih wakil-wakil rakyat dan Presiden dan Wakil Presiden dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan dan mengembangkan tujuan dari Negara, c) Pemilihan umum adalah suatu alat melaksanakan demokrasi untuk menegakan tegaknya Pancasila dan mempertahankan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, d) Untuk menjamin kesinambungan pemerintah lima tahun dan mengisi pembangunan nasional. Penelitian adalah penelitian secara yuridis normatif yang menganalisis terhadap asas hukum. Sumber data dalam penelitian  adalah menggunakan data sekunder  (library research).yang berasal beberapa bahan hukum yang relevan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 dan peraturan PKPU yang berhubungan dengan Pemilu. Dokumen tersebut akan dianalisis dan kemudian disusun secara sistematis yang pada akhirnya digunakan sebagai bahan penarikan kesimpulan, sehingga dapat menjawab permasalahan. Tindak Pidana Pemilu dapat dimasukan dalam pidana khusus yaitu pidana pemilu dan pelanggaran baik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Adapun para pihak yang dapat disangkakan terhadap tidak pemilu adalah; a) Penyelengara Pemilu (KPU, Bawaslu, Pemerintah), b) Peserta Pemilihan Umum (Partai Politik, Calon DPR, DPD, DPRD, Calon Presiden dan Wakil Presiden). Masyarakat sebagai subjek hukum (sebagai pemilih, Tim Sukses termasuk Masyarakat yang mengajak tidak menggunakan hak suaranya)
POLITIK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Bambang Sugianto
VIVA THEMIS Vol 1, No 1 (2018): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.997 KB) | DOI: 10.24967/vt.v1i1.141

Abstract

ABSTRACTPolitics of law in the development of national law after the amendment of the 1945 Constitution can be summarized as follows: a) The Birth of the Form of the State of Indonesia is a Unitary State, b) The Form of Indonesian Government is a Republic with a presidential system, c) The State of Indonesia is a State of Law, and ) The structure of the State of Indonesia consists of central government and local government.The central government institutions consist of legislative, executive and judicial institutions in accordance with the theory of separation of power from Trias Politics and also the principle of check and balances among state institutions. While the structure of regional institutions consists only of the legislative and executive institutions with the administration of government based on the concept of autonomy in the form of political decentralization (devolution).In addition, the Amendment of the 1945 Constitution upheld the system of Judicial Power which is in the hands of the Supreme Court in the process of law enforcement. Now the power of imperialism consists of the Supreme Court, Judicial Commission and the Constitutional Court. Including the change of some institutions of the MPR is no longer the institution in order to implement the sovereignty of the people. The executive is no longer the institution that dominates in the formation of the law so that the Checks and Balance process in the political system and constitutional system, is very important because the three restaurants especially the Legislature where all this time in the making of the law is dominated by the executive both the initiative and the endorsement of its legislation.The very basic in the politics of law and post-amendment law development is the democratic system in which the head of state and the head of the region are elected through representation and now the sovereignty is in the hands of the people, as well as the concept of The Rule Of Law State law which guarantees and protects the rights of the people, and a clear separation of powers.