Tax is a source of cash revenue for the country which is then used for development with the final aim of the welfare and prosperity of the people. Tax is one source of cash income is used for the construction of the state with the ultimate goal of the welfare and prosperity of the people. The purpose of this study is to determine the procedure and substance of the tax dispute resolution arrangements in terms of aspects of justice. Research type is normative law research. It means that the research reviews the topic with several materials such as primary law material, secondary law material and tertiary law material. Some approaches are used such as (a) statute approach, (b) conceptual approach, and (c) historical approach. The primary, secondary and tertiary law materials are collected and classified, and after this, it is then processed qualitatively and analyzed in analytical descriptive manner. The result is described with systematic review such that an appropriate and logical conclusion can be made based on the discussed problem. Tax dispute procedure is related to equity aspect. It seems that tax dispute resolution procedure is only resolvable through Tax Court because Tax Court is an instrument that is useful for the seeker of equity to protect the interest of taxpayer. Tax Court is a judicature institution as a legal structure for the people as taxpayer or tax underwriter to obtain equity in the taxation affair (pursuant to Article 2 of Act No. 14 of 2002 about Tax Court). The legal substances of tax dispute resolution based on equity aspect include Article 36 Verse (1) letter a of UU KUP and Article 36 Verse (2) letter b of UU KUP. The dispute between taxpayer and the Fiscus is usual event but the right of taxpayer to complain may pass the date (expired). In the Appeal Court, the complainant (taxpayer) in Tax Court is made difficult by fiscus (government) because tax collection system in Indonesia is self assessment. Given the considerations made ​​in the tax in principle, should pay attention to fairness and validity of the implementation, so that the demands of justice and the validity of the principle of taxation should be noted, the principle of equality which emphasizes the importance of balance based on the ability of each subject to tax. Key words: arrangement, tax dispute resolution, equity Abstrak Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk menentukan prosedur dan substansi pengaturan penyelesaian sengketa pajak ditinjau dari aspek keadilan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Artinya, pengkajian didasarkan pada pengumpulan bahan-bahan yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Melalui metode pendekatan : a.perundang-undangan (statute approach) ;b. Pendekatan konsep (conceptual approach); dan c. Pendekatan historis (historical approach). Setelah bahan-bahan hukum, primer, sekunder, tersier terkumpul dan terklasifikasi, selanjutnya dilakukan pengolahan secara kualitatif dan kemudian dianalisis secara deskriptif analitik, selanjutnya didiskripsikan dengan cara pemaparan secara sistematis sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan yang tepat dan logis sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Prosedur penyelesaian sengketa pajak jika dikaitkan dengan asas equity (keadilan), tampak bahwa prosedur penyelesaian sengketa pajak hanya dapat diselesaikan melalui Pengadilan Pajak, mengingat Pengadilan Pajak merupakan instrumen yang dapat digunakan sebagai sarana bagi pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan, yakni untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Pengadilan Pajak merupakan lembaga peradilan yang dapat digunakan sebagai sarana bagi rakyat selaku wajib pajak atau penanggung pajak untuk mendapatkan keadilan di bidang perpajakan (sesuai ketentuan Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak). Adapun substansi aturan penyelesaian sengketa pajak apabila ditinjau dari aspek keadilan (equity) antara lain : Pasal 36 Ayat (1) huruf a UU KUP;dan Pasal 36 Ayat (2) huruf b UU KUP. Dalam hal ini ada persengÂketaan antara Wajib Pajak dengan Fiskus tetapi hak Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan sudah lewat (daluarsa). Bahkan dalam tingkat banding, Pemohon keberatan (Wajib Pajak) dalam pengadilan pajak kadang justru dipersulit oleh pihak fiscus (Pemerintah) mengingat sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment. Mengingat pertimbangan yang dilakukan dalam pemungutan pajak pada prinsipnya harus memperhatikan keadilan dan keabsahan dalam pelaksanaannya, sehingga tuntutan keadilan dan keabsahan perlu diperhatikan asas pemungutan pajak, asas equality yang menekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan masing-masing subyek pajak. Kata kunci: pengaturan, penyelesaian sengketa pajak, keadilan