Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

LARANGAN PEMAKSAAN HUBUNGAN SEKSUAL OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI M. Abi Mahrus Ubaidillah; Ahmad Fauzi
Minhaj: Jurnal Ilmu Syariah Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Lembaga Penerbitan Jurnal Ilmiah Institut Agama Islam Bani Fattah Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52431/minhaj.v1i1.274

Abstract

Penolakan istri atas ajakan suami dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Kata pemaksaan dalam pasal 8 huruf (a) UU no 23 tahun 2004 tidak dijelaskan secara rinci, apakah istri menolak dengan alasan sakit atau memang tidak mau melayani suami. Untuk melakukan penelitian terhadap perkara diatas, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan sifat penelitian analisis, deskriptis dan komparatif, artinya penulis menganalisa data, menilai kemudian mengkorelasikan data yang terkait sesuai data diatas sesuai dengan pemahaman penulis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa konsep nusyuz dalam islam adalah tidak memihak salah satu dari suami istri, artinya nusyuz juga dapat dilakukan oleh suami. Namun kadang yang tampak dimasyarakat nusyuz hanya dilakukan oleh istri. Kata pemaksaan hubungan seksual dalam pasal 8 huruf a tidak dijelaskan secara rinci, akibatnya kata tersebut mengandung banyak pengertian. Penulis hanya menemukan kriteria kekerasan seksual.
PERSETUJUAN CALON MEMPELAI SEBAGAI SYARAT PERKAWINAN DI INDONESIA PERSPEKTIF MAQASHID AL-‘USRAH: Studi Pasal 16 Kompilasi Hukum Islam M. Abi Mahrus Ubaidillah; Ibnu Ali Ismail
Minhaj: Jurnal Ilmu Syariah Vol. 3 No. 2 (2022): Juli
Publisher : Lembaga Penerbitan Jurnal Ilmiah Institut Agama Islam Bani Fattah Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52431/minhaj.v3i2.1132

Abstract

Dalam perkawinan, Hukum Islam dan Fikih tidak mengatur persetujuan calon mempelai sebagai syarat perkawinan, terbukti adanya konsep ijbar dalam perkawinan. namun dalam KHI, persetujuan calon mempelai menjadi syarat sah suatu perkawinan yang mana itu tidak sesuai dengan hukum fikih karena dalam hukum fikih tidak mensyaratkan persetujuan calon mempelai sebagai syarat sah dalam perkawinan. Dari sini maka muncullah pertanyaan, bagaimana landasan yuridis ketetapan persetujuan calon mempelai sebagai syarat sah perkawinan ? bagaimana perspektif Maqa<s}id Al-Usrah Terhadap Persetujuan Calon Mempelai? Agar tidak melebar, fokus masalah dalam skripsi ini hanya tentang persetujuan calon mempelai. Skripsi ini berjenis penelitian kepustakaan (Library Research) Pendekatan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini memiliki sifat induktif yang mana untuk mengembangkan teori yang menginduk pada data-data yang ada. Artinya memaparkan data tentang persetujuan calon mempelai sebagai syarat sah dalam perkawinan, sehingga menghasilkan kesimpulan kemudian melakukan analisis dengan menggunakan Maqa<s}id Al-‘Usrah Ketetapan persetujuan calon mempelai sebagai syarat sah perkawinan dalam KHI menginduk pada UU Perkawinan 1974. Dan pasal UUP memiliki kesamaan dengan pasal 28 Burgerlijk wetboek voor indonesia.. Meskipun Sebagian kalangan mengatakan adanya keterkaitan antara UUP dan Burgerlijk wetboek voor indonesia., Tetapi yang pasti pasal UUP sudah sesuai dengan pasal 27 UUD 45. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal, maka persetujuan calon mempelai dalam KHI sudah sesuai dengan Maqa<s{id Al-‘usrah yaitu : mengatur hubungan antara dua individu, menjaga keturunan dan nasab, mewujudkan keluarga Sakinah, mawaddah wa rohmah, menjaga agama dalam kehidupan keluarga, mengatur aspek-aspek dasar keluarga
Value Rationality Dalam KHI Pasal Ihdad Bagi Suami Mohamad Maqin; M. Abi Mahrus Ubaidillah
Tafáqquh: Jurnal Penelitian Dan Kajian Keislaman Vol. 11 No. 2 (2023): Desember
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52431/tafaqquh.v11i2.2037

Abstract

Abstract: Ihdad is a period of mourning for wives whose husbands died without jewelry and perfume. This means that only the wife is obliged to fulfill Ihdad. However, in KHI Article 170 paragraph (2) a husband whose wife has died must mourn politely. By using Max Weber's Theory of Social Action, the author wants to reveal the purpose of the Drafting Team as actors of Social Action from this article. And what will be examined is (1) The purpose of the Drafting Team in adopting article 170 paragraph (2) KHI. (2) Max Weber's Social Action Theory perspective on Ihdad for husbands. The focus of the research study is normative law. And in the form of library research. Data were analyzed using descriptive analytical methods by outlining Max Weber's entire theory of social action, especially Max Weber's 4 ideal types. Meanwhile, the data analysis uses an analytical approach to statutory regulations. It can be concluded (1) The aim of the KHI Drafting Team as social action actors in producing the Ihdad article for husbands in KHI Article 170 paragraph (2) is to respect the practice of Ihdad for husbands which has long been carried out by the community in certain areas before KHI existed and is one of The ideals of formulating the KHI as a legal answer to problems that arise in Indonesian Islamic society can be realized, even though the article does not yet have a definite legal label, because this is a form of caution from the Drafting Team. (2) that the goal of the KHI Formulation Team is included in the type of social action classified by Weber, in the form of Value Rationality, where with this type of motive the Formulation Team has appreciated the action. practice Ihdad to their husbands and these are the values they want to live by and fight for.