Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERBANDINGAN FIKSASI MENGGUNAKAN GULA PASIR TEBU DAN NEUTRAL BUFFER FORMALIN TERHADAP KEUTUHAN SEL Nita Yulia Pratiwi; Adang Durachim; Dani Mahmud; Agus Gusnandjar
JURNAL RISET KESEHATAN POLTEKKES DEPKES BANDUNG, Online ISSN 2579-8103 Vol 11 No 2 (2019): Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung
Publisher : Poltekkes Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1112.655 KB) | DOI: 10.34011/juriskesbdg.v11i2.742

Abstract

Formalin adalah zat fiksatif yang paling umum digunakan dalam diagnostik patologi. Ia mampu menampilkan morfologi, limfosit, detail inti, dan pewarnaan yang sangat baik. Namun, penggunaan formalin sebagai zat fiksasi rutin memberikan dampak buruk bagi penggunanya. Standar pengaturan OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menyatakan bahwa formalin adalah zat yang berbahaya, Paparan secara akut dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Selain itu ia juga dapat menimbulkan reaksi alergi dan karsinogenik pada pengguna. Oleh karenanya, dalam upaya untuk meminimalisir penggunaan formalin tersebut, beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemanis alami seperti gula pasir dapat digunakan sebagai alternatif fiksasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan larutan gula pasir sebagai alternatif fiksasi dalam memfiksasi jaringan hati dilihat dari keutuhan sel berupa morfologi dan jumlah sel serta mencari konsentrasi optimum dari larutan tersebut dengan membandingkannya pada NBF 10%. Metode yang digunakan adalah Static Group Comparison. Penelitian ini menggunakan subjek hewan uji (kelinci) sebanyak 1 ekor. Data diperoleh dari hasil skoring pada saat pengamatan. Pengolahan data menggunakan Kruskal Wallis Mann Whithney pada konsentrasi glukosa 15% dan glukosa 5% menunjukan tidak ada perbedaan bermakna pada parameter jumlah vena sentral jika dibandingkan dengan NBF 10%. Sedangkan pada konsentrasi glukosa 10% jika dibandingkan dengan NBF 10% menunjukan tidak ada perbedaan bermakna pada parameter jumlah vena sentral dan triad portal, serta keutuhan vena sentral, triad portal, hapatosit, dan sinusoid. Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa gula pasir dengan konsentrasi glukosa 10% dapat dijadikan sebagai alternatif fiksasi untuk mengamati keutuhan sel.
WAKTU SIMPAN DARAH ANTIKOAGULAN K2EDTA DAN K3EDTA TERHADAP PARAMETER ERITROSIT Ayu Putri Utami; Betty Nurhayati; Ganjar Noviar; Adang Durachim
JURNAL RISET KESEHATAN POLTEKKES DEPKES BANDUNG, Online ISSN 2579-8103 Vol 11 No 2 (2019): Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung
Publisher : Poltekkes Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (721.406 KB) | DOI: 10.34011/juriskesbdg.v11i2.743

Abstract

Pemeriksaan sampel darah yang baik harus dilakukan segera setelah pengambilan spesimen darah. Semakin lama penyimpanan maka jumlah sel-sel terhitung makin berkurang karena sel-sel rusak (hemolisis). Bahan pemeriksaan yang diteliti adalah whole blood dengan variasi lama penyimpanan dengan segera, disimpan selama 2 jam, 4 jam, 6 jam dan 8 jam, setiap sampel dilakukan pemeriksaan parameter eritrosit.Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh antikoagulan K2EDTA dan K3EDTA dengan variasi penyimpanan terhadap parameter eritrosit. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Data dianalisis menggunakan uji General Linear Model untuk distribusi data normal, uji Friedman dan Wilcoxon untuk distribusi data tidak normal. Hasil pemeriksaan pada beberapa parameter dalam darah K2EDTA dan K3EDTA didapatkan hasil pemeriksaan K3EDTA lebih rendah dibandingkan K2EDTA. Secara statistik untuk parameter hemoglobin, hematokrit dan eritrosit didapatkan nilai sig > 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan menggunakan antikoagulan K2EDTA atau K3EDTA dengan variasi lama penyimpanan. Nilai MCH didapatkan sig < 0,05 dengan penyimpanan 4 jam sehingga terlihat ada. Nilai MCV didapatkan sig < 0,05 dengan penyimpanan 8 jam sehingga terlihat ada perbedaan dalam tabung K2EDTA dan K3EDTA. Nilai MCHC tabung K2EDTA didapatkan sig < 0.05 dengan penyimpanan 8 jam terlihat perbedaan dan tabung K3EDTA dengan penyimpanan 6 jam didapatkan sig < 0.05 sudah muncul perbedaan yang signifikan secara statistik. Sedangkan hasil pemeriksaan darah lengkap pada jenis spesimen darah dengan antikoagulan K2EDTA dan K3EDTA dalam tabung vacutainer diperoleh nilai Sig > 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada jenis spesimen darah K2EDTA dan K3EDTA dalam tabung vacutainer terhadap pemeriksaan darah lengkap.
PERBANDINGAN FIKSASI MENGGUNAKAN NBF 10% DAN MADU TERHADAP KEUTUHAN KOMPONEN JARINGAN HATI DENGAN PEWARNAAN HE Sita Jumatin Arapahni; Dani Mahmud; Agus Gusnandjar; Adang Durachim
JURNAL RISET KESEHATAN POLTEKKES DEPKES BANDUNG, Online ISSN 2579-8103 Vol 11 No 2 (2019): Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung
Publisher : Poltekkes Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.829 KB) | DOI: 10.34011/juriskesbdg.v11i2.748

Abstract

ABSTRAK Formaldehida bersifat karsinogen dalam bentuk 10% Neutral Buffered Formaline (NBF) adalah larutan yang paling banyak digunakan pada proses fiksasi untuk diagnosis Patologi. Madu memiliki sifat antioksidan, antimikroba, antiautolitik dan dapat mengeraskan jaringan .Madu mudah didapatkan dan tanpa toksisitas telah dieksplorasi sebagai alternatif untuk formalin. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan fiksasi rutin dengan menggunakan NBF 10% dan madu terhadap keutuhan komponen jaringan hati dengan pewarnaan HE. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen Static Group Comparison. Data primer diperoleh dari tahap skoring dan dianalisis menggunakan uji statistik Non Parametrik Kruskal Wallis, hasilnya terdapat perbedaan fiksasi rutin yang dinilai dari keutuhan komponen jaringan hati antar berbagai kelompok (p < 0.05) . Kemudian data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney, menunjukkan pada kelompok perlakuan madu 15% tidak ada perbedaan fiksasi rutin yang dinilai dari keutuhan komponen jaringan hati dengan nilai signifikansi 0.065 (p>0.05). Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa terdapat perbedaan fiksasi rutin antara NBF 10% dan madu. Dan kelompok madu konsentrasi 15% dapat digunakan sebagai alternatif larutan fiksasi.
Comparison of Color Quality in Tissue Preparations using Methyl Ester Sulfonate And Xylol as a Deparafinization Agent Rahmah, Syafa Aulia; Adang Durachim; Wiwin Wiryanti; Asep Iin Nur Indra
Jurnal Kesehatan Siliwangi Vol. 5 No. 2 (2024): JURNAL KESEHATAN SILIWANGI
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Deparaffinization is the process of decaying the remnants of paraffin in tissue preparations. Deparaffinization aims to make the dye that will be given to the preparation fully absorbed so that the preparation can be colored properly. This deparaffinization process uses xylol solution in its immersion. Methyl Ester Sulfonate (MES) is one of the vegetable oil-based anionic surfactants that can dissolve in water and has a long carbon chain that is soluble in oil and vaseline. The purpose of this study was to determine whether Methyl Ester Sulfonate can be used as a deparaffinizing agent for tissue preparations. The sample in this study was appendiceal tissue as many as 30 units, each unit of tissue made into 2 tissue preparations so that it became 60 tissue preparations, namely 30 tissues using xylol as a deparaffinizing agent and 30 tissues using methyl ester sulfonate. The parameters of this study were the clarity of the color of the nucleus and cytoplasm, the uniformity of cell color, and the contrast of the color of the nucleus and cytoplasm qualitatively and quantitatively. The statistical test used was Independent T-Test test if the data were normally distributed and Mann Whitney test if the data were not normally distributed. Based on the Independent T-Test test, the Sig value was obtained. 0.951 and 0.102, both of which are >0.05, meaning that there is no significant difference between the use of xylol and 10% methyl ester sulfonate as a deparaffinizing agent.
THE INFLUENCE OF BLOOD VOLUME AND STORAGE DURATION ON THE ERYTHROCYTE SEDIMENTATION RATE (ESR) VALUE USING THE WESTERGREN METHOD Inna Marlina; Eem Hayati; Adang Durachim; Zuri Rismiarti; Ganjar Noviar
Journal of Vocational Health Studies Vol. 9 No. 2 (2025): November 2025 | JOURNAL OF VOCATIONAL HEALTH STUDIES
Publisher : Faculty of Vocational Studies, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jvhs.V9.I2.2025.103-109

Abstract

Background: Hematological examination is conducted to determine the condition of blood and its components, which are used to establish a diagnosis, support a diagnosis, make a differential diagnosis, monitor disease progression, assess the severity of an illness, and determine the initial prognosis of a disease. Phlebotomy procedures in the pre-analytical stage are not always successful and sometimes encounter failure. Inappropriate anticoagulant administration can lead to erroneous hematological examination results, including Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) examination results. Purpose: This research aims to examine the influence of blood volume and storage duration on the Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) value using the Westergren method. Method: The Westergren method utilizes 5 venous blood samples with a ratio of blood volume to 3.8% anticoagulant at 4 : 1, 3 : 1, and 2 : 1, with sample storage durations of 0 and 3 hours at room temperature. Result: The average ESR values with a ratio of 4 : 1, at 0 hours, were 5.20 mm/hour and at 3 hours were 3.60 mm/hour. The average ESR values with a ratio of 3 : 1, at 0 hours, were 6.20 mm/hour and at 3 hours were 4.40 mm/hour. The average ESR values with a ratio of 2 : 1, at 0 hours, were 7.60 mm/hour and at 3 hours were 5.60 mm/hour. Conclusion: There is a significant influence of blood volume (p-value < 0.05) and storage duration (p-value = 0.05) on the Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) value using the Westergren method.