Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

HUKUM EKONOMI SYARIAH DALAM TATANAN HUKUM NASIONAL Eka Sakti Habibullah
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 5, No 09 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (996.579 KB) | DOI: 10.30868/am.v5i09.190

Abstract

Hukum Islam adalah hukum yang hidup (living law). Ia berjalan ditengah-tengahmasyarakat. Dengan demikian, hukum Islam merupakan hukum yang tidak bisadipisahkan dari masyarakat Indonesia. Menyusul dokrin ekonomi syariah kembalimuncul dengan kuat pada abad XX secara global, dimaksudkan untukmembangun sebuah system ekonomi yg sesuai dgn wahyu (Islamic scepture) dantradisi yang melingkupinya. Diawali pada tahun 1940-an dan baru dekadekemudian konsep Hukum Ekonomi Syariah mulai muncul di berbagai negara.Pertumbuhan praktek ekonomi syariah sangat tinggi, terlebih denganmenjamurnya pendirian lembaga keuangan syariah (LKS) baik dalam bentuk Baitat Tamwil, BPRS atau perbankan syariah. Perbankan syari‟ah menjadi wadahterpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagihasil secara adil sesuai prinsip syari‟ah. Sistem ekonomi Syariah sama sekalitidak bertentangan apalagi melanggar Pancasila terutama “Sila Ketuhanan YangMaha Esa,” juga sama sekali tidak bertentangan apalagi melawan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia baik bagian Pembukaan (preambule) yang di dalamnya antara lain termaktub kalimat: “…Dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” Sehingga lahirnya undang undang Hukum Ekonomi Syariah menjadi payung hukum dalam permaslahan yang muncul terkait ekonomi syariah.Keywords: hukum ekonomi syariah, hukum nasional, keadilan sosial.
PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI'I TENTANG AL-ISTIHSAN Eka Sakti Habibullah
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 4, No 07 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (691.442 KB) | DOI: 10.30868/am.v4i07.156

Abstract

Pasca wafatnya Rasulullah Saw, permasalahan yang menyangkut agama terus bermunculan. Terlebih permasalahan fikih, yang tidak hanya permasalah klasik, tetapi permasalah baru pun  muncul,  yang  tentu  saja  membutuhkan  penyelesaian  ijtihad  dari  para  ulama.  Maka Ulama merumuskan  kaidah-kaidah(metodologi) guna mempermudah bagi kaum muslimin untuk mengambil hukum atas suatu permasalahan yang sifatnya ijtihadi. Tulisan ini akan membahas satu metode diantara metode-metode yang diperselisihkan (al-mukhtalaf   fiha) yaitu metode al- istihsan serta perbedaan antara fuqaha hanafi dan fuqaha syafi‟i di dalam masalah ini, terutama pandangan fuqaha hanafiyah dan fuqaha syafi‟iyah juga titik temu di antara  dua  madzhab.Explanation  methode  dan  studi  komparasi  menjadi  metode  dalam tulisan ini . Key Word: Ijtihad, Kaidah, Mukhtalaf fiha.
IMPLEMENTASI PENGALOKASIAN ZAKAT PADA ASHNÂF FÎ SABÎLILLÂH (STUDI IJTIHAD ULAMA KLASIK DAN KONTEMPORER) Eka Sakti Habibullah
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 3, No 05 (2015)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2048.349 KB) | DOI: 10.30868/am.v3i05.139

Abstract

Zakat adalah  kewajiban syar’i  yang banyak dibahas  dalam  kitab- kitab fiqh turôts(klasik) maupun  kitab-kitab  fiqh mu’âshir  (kontemporer).  Dalam  diskursus  tentang zakat tentu sisi khilâfiyah fiqhiyyah menjadi sesuatu keniscayaan  sebagaimana terjadi dalam diskursus kewajiban  syar’i lainnya. Salah satu yang menjadi ranah perbedaan tersebut adalah masalah ashnaf bagi mustahiq zakat khususnya mengenai golongan fii sabilillah.  Banyaknya perbedaan  pendapat  mengenai  penafsiran  dari  golongan  ini memunculkan minat penelitian  untuk mengkaji lebih jauh  tentang  hal ini. Pendapat yang râjih (kuat) adalah  pendapat pertengahan  berdasarkan  nushûh syari’yah (dalil- dalil syar’i) dan qiyâs tidak memperluas makna fî sabîlillâh   sehingga tidak masuk didalamnya seluruh amal taqarrub  dan semua maslahat umum, serta tidak membatasi maknanya sebatas jihad qitâl saja. Pendapat ini merupakan gabungan antara  uslûb al- hashr (metode pembatasan) sebagaimana  yang ada di dalam surat at-taubah  ayat 60 dan perluasan  makna dalam satu kata yang terdapat  di dalam nushûs al-qurân   dan sunnah. Key Word:  Ashnaf zakat, Fi Sabilillah, Qiyas, Tafsir kontemporer.
ANALISIS PERBANDINGAN KONSEP ASHNAF FII SABILILLAH DALAM ALOKASI DANA ZAKAT Eka Sakti Habibullah; Ibdalsyah Ibdalsyah; Erwandi Tarmidzi
Kasaba Vol 10, No 2 (2017)
Publisher : Univ Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1034.517 KB) | DOI: 10.32832/kasaba.v10i2.2397

Abstract

This thesis will try to explore and compare two opinions about fii sabilillah according to the scholars and their arguments to support. The first opinion of those who restrict their meaning and extent of the mujahideen that support things such as salaries, supplies, etc. Second opinion they are expanding the scope of meaning to each activity fii sabilillah kindness, public facilities (schools, Islamic centers, the remedy market dhu'afa, etc.), activities that are intended to elevate kalimatullah as jihad has the same purpose.
URGENSI HIFZHU AD-DIN DAN INSTITUSIONALISASI IBADAH Eka Sakti Habibullah
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 4, No 08 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (650.886 KB) | DOI: 10.30868/am.v4i08.160

Abstract

Kesempurnaan Islam menjadi sebuah anugrah Allah terbesar sekaligus rahmat bagi manusia baik mereka yang beriman ataupun yang tidak beriman. Allah  Maha  Kuasa  untuk  menjaga  kesempurnaa  agama-Nya.  Namun  rahmat Allah kepada setap mukmin, Dia memberi ruang untuk kita berjuang menolong dan  menjaga  agamaNya  (hifzhu  ad-din) yang  sempurna  selain  mentaklif  kita untuk beribadah kepada-Nya, serta menjanjikan bagi hambaNya ganjaran yang besar dalam kedua misi tersebut. Teori maqasid syariah menjadi pendekatan dalam   tulisan   ini   karena   salah   satu   penjagaan      agama   dan   penguatan peribadatan dengan membentuk isntitusional-institusional peribadatan. Pranata dan  institusionalisasi  di  atas  memiliki  hubungan  erat  dengan  hifdzu  ad-din bahkan memiliki peranan strategis dalam penjagaan agama (hifzhu ad-din). Karena ibarat inti sesuatu akan sempurna dan terjaga jika terlindungi dengan baik dengan bungkus dan casing, begitu pula Islam akan terjaga dengan pranata dan institusionalisasinya. Penulis berpandangan meskipun pelaksanaan ibadah merupakan kewajibann individual yang akan dipertanggungjawabkan juga secara individual, namun melembagakan sarana dalam pelaksanaan ibadah mahdhahatau ibadah sosial lainnya menjadi penguat bagi keterjagaan ibadah tersebut.  Keywords : hifzhu ad-din, maqashid syariah, institusionalisasi ibadah.