Most of lowland rice farms in East Java are small scales and managed individually. It leads to diverseproductivity, economically inefficient, and less competitive. An assessment was conducted in wet season2000/2001 with its objective of finding farmers empowerment model through the âCorporate Farmingâ model in aspecific location in accordance with the agreement of farmersâ groups. The study involved two farmersâ groups ofSido Mukti and Sido Makmur in Bintoyo village, Padas sub district, Ngawi district, in an irrigated land area of 100hectares. The control was Marsudi Tani farmersâ group in the same district. Results showed the farmers could notaccept âCorporate Farmingâ model, especially in centralized land management and land consolidation. Around 60percent of the farmers rejected the centralized land management even though they were the share holders.Appropriate farmers empowerment was the âCooperative Farmingâ model in which farm inputs management andproduct marketing were handled through corporation pattern. The âCooperative Farmingâ was able to lessen inputprice, decrease minimal productivity to reach break even point between 5 to 15 percent. Rice competitivenessimproved due to productivity increase by 5 to 37 percent, net profit rise by 14 to 64 percent, and highercompetitive advantage of 7 to 22 percent.Key words: farmers empowerment, cooperative farming, lowland rice farmingKegiatan pertanian lahan sawah di Jawa Timur didominasi oleh usaha skala sempit dan dikelola secaraperorangan. Hal ini menyebabkan produktivitas beragam dan secara ekonomis kurang efisien, sehingga daya sainghasil rendah. Oleh karena itu pada musim hujan 2000/2001dilakukan pengkajian dengan tujuan memperolehmodel pemberdayaan petani melalui âCorporate Farmingâ spesifik lokasi sesuai kesepakatan kelompok tani.Pengkajian dilaksanakan pada kelompok tani Sido Mukti dan Sido Makmur desa Bintoyo, Kecamatan Padas,Kabupaten Ngawi dengan hamparan sawah irigasi seluas 100 ha. Sebagai pembanding digunakan kelompok taniMarsudi Tani pada kecamatan yang sama. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberdayaan petani melaluimodel âCorporate Farmingâ belum dapat diterima petani, terutama penyerahan pengelolaan lahan dan konsolidasilahan. Sekitar 60 persen petani tidak bersedia lahan usahanya dikelola dalam satu manajemen dan petani sebagaipemegang saham. Pemberdayaan petani yang sesuai dan dapat diterima petani adalah model âCooperativeFarmingâ, yaitu pengelolaan sarana produksi dan pemasaran secara korporasi. Penerapan model âCooperativeFarmingâ mampu menekan harga sarana produksi, menurunkan produktivitas minimal untuk mencapai titik impas5â15 persen, dan dapat meningkatkan daya saing hasil padi, karena dapat meningkatkan produktivitas 5 â 37persen, meningkatkan keuntungan bersih 14 â 64 persen dan keunggulan kompetitif lebih tinggi 7 â 22 persen.Kata kunci : pemberdayaan petani, usahatani kooperatif, usahatani padi sawah