Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Prediksi Transport Sedimen di Perairan Teluk Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe Kumaseh, Eunike; Tatontos, Yuliana Varala; Sarapil, Costantein Imanuel
977-2407769
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (734.043 KB) | DOI: 10.14710/jmr.v9i3.26537

Abstract

ABSTRAK: Secara geografis, Teluk Tahuna diapit oleh 2 muara sungai yaitu Muara Sungai Tidore, yang dekat dengan Pelabuhan Nusantara Tahuna, dan Muara Sungai Towo’e. Hal ini memungkinkan terjadinya sedimentasi.Sehingga, perlu diketahui besarnya angkutan sedimen yang terjadi di perairan Teluk Tahuna.Metode penelitian yang digunakan yaitu membandingkan metode Engelund-Hansen dengan hasil pengukuran di lapangan. Pengambilan sedimen menggunakan sediment trap dan diukur selama 2 minggu sekali sebanyak 5 kali. Sedimen dibawa ke Laboratorium Mekanika Tanah untuk memperoleh ukuran diameter sedimen. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun, Stasiun 1 dekat muara sungai Tidore, Stasiun 2 pada bagian tengah perairan, dan Stasiun 3 dekat muara sungai Towoé. Hasil prediksi transport sedimen di Perairan Teluk Tahuna dengan metode Engelund-Hansen yaitu pada Stasiun 1 = 0,00000291(m3/m*s), Stasiun 2 = 0,00000697(m3/m*s), dan Stasiun 3 = 0,00000789(m3/m*s). Perhitungan transport sedimen yang paling tinggi adalah di Stasiun 3. Pengukuran laju sedimentasi yaitu pada Stasiun 1 sebesar 0,0000029 m3/hari, Stasiun 2 sebesar 0,0000053 m3/hari dan pada Stasiun 3 sebesar 0,0000072 m3/ hari. Rata – rata hasil pengukuran yang paling tinggi juga ada di Stasiun 3,yaitu dekat Muara Sungai Towoé. Hasil prediksi Metode Engelund-Hansen hampir sama dengan hasil pengukuran laju sedimen di lapangan. Metode Engelund-Hansen cocok digunakan untuk memprediksi transport sedimen di Perairan Teluk Tahuna. ABSTRACT: Geographically, Tahuna Bay has 2 river mouths, the Tidore river mouth, which is close to the Tahuna Harbor, and Towo'e river mouth. This allows sedimentation. So, it is necessary to know the calculation of sediment transport. The research method is comparing the Engelund-Hansen method with the results of measurements. Sediment rate measured by sediment trap and once in 2 weeks for 5 times. Sediments were taken to the Soil Mechanics Laboratory. The location was divided into 3 stations. The results of prediction of sediment transport in Tahuna Bay with the Engelund-Hansen method are Station 1  = 0,00000291 (m3/m*s), Station 2  = 0,00000697 (m3/m *s), and Station 3  = 0,00000789 (m3/m*s). The highest calculation of sediment transport is at Station 3. The average measurement of sedimentation rate at Station 1 of 0,0000029 m3/day, Station 2 of 0,0000053 m3/day and at Station 3 is 0,0000072 m3/day. The highest average measurement results are also at Station 3, which is near the Towoé River Estuary. The predicted results of the Engelund-Hansen Method are almost the same as those of the sediment rate measurements in the field. Engelund-Hansen Method can be used to predict the sediment transport in Tahuna bay.
Artikel TEKNIK PEMBUATAN GADING PERAHU PENANGKAP IKAN TIPE PAMO DI KAMPUNG PARA SALENGKERE KECAMATAN TATOARENG Marsugianto Lentiuwulang; Yuliana Varala Tatontos; Julius Wuaten
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 7 No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v7i1.400

Abstract

Proses pembuatan gading perahu merupakan salah satu tahapan yang penting dan sangat menentukan dalam pembuatan perahu berbahan kayu, karena dalam konstruksi kapal, gading berfungsi selain untuk memperkuat kapal dari terjangan gelombang juga berfungsi dalam pembentukan badan kapal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan gading perahu penangkap ikan tipe pamo di Kampung Para Salengkere Kecamatan Tatoareng. Penelitian dilakukan dengan melaksanakan observasi atau pengamatan langsung dan partisipasi aktif dalam pembuatan dan pemasangan gading perahu tipe pamo. Secara umum teknik pembuatan gading perahu tipe pamo di Kampung Para Salengkere Kecamatan Tatoareng menggunakan bahan kayu kapuraca (Callophyllum inophyllum) yang dalam bahasa lokal disebut dingkaleng yang tahan terhadap air laut, kuat dan memiliki serat yang padat. Pada proses pembuatan gading terdapat beberapa bentuk gading yang di buat untuk 1 (satu) unit perahu yaitu gading berbentuk huruf “V” pada bagian haluan dan bentuk huruf “U” pada midship sampai buritan perahu dan pemasangannya di mulai dari bagian linggi depan perahu ke arah buritan. Jumlah gading yang dipasang pada perahu tipe pamo yang dibuat berjumlah ganjil sebanyak 23 buah dengan jarak antar gading 28 cm. The process of making hull frame represents one the most important and crucial stages in building wooden boats because in ship construction, frames function to strengthen the ship from waves and to form a ship's hull. This reserach aimed to determine the technique of making “pamo”-type hull frame in Para Salengkere Village, Tatoareng District. We applied field observation and active participation in building pamo-type hull frame in Para Salengkere Village, Tatoareng District using local wood known as “kapuraca” or “dingkaleng” because of its resistance to sea water, strong and dense fibers. We used V shaped frame on the bow, round bottom (RB) at midship and "U" shape at the stern of the boat and the installation starts from the front height of the boat towards the stern. We installed an odd number (23) of tusks with a distance of 28 cm among the tusks.
Kondisi Hidro-Oseanografi di Pulau Marore, Sangihe Kumaseh, Eunike Irene; Sarapil, Costantein Imanuel; Patras, Mareike Doherty; Tatontos, Yuliana Varala; Ikhtiagung, Ganjar Ndaru
Jurnal Manajemen Pesisir dan Laut Vol 3 No 01 (2025): Jurnal Manajemen Pesisir dan Laut
Publisher : Program Studi Teknik Kelautan Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/mapel.v3i01.6320

Abstract

Pulau Marore, termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kepulauan Marore, merupakan sebuah pulau yang terletak di kawasan perbatasan Indonesia dengan Pulau Balut dan Pulau Saranggane (Filipina). Penelitian ini bertujuan untuk penentuan karakteristik hidro – oseanografi yang lebih tepat di Pulau Marore, demi perencanaan & pelaksanaan pembangunan yang tepat sasaran bagi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil. Metode perhitungan pasang surut menggunakan Metode Admiralty. Dalam penentuan perhitungan tinggi dan periode gelombang diperoleh dengan menggunakan metode Hind Casting (metode peramalan gelombang laut berdasarkan data kecepatan angin yang terjadi di beberapa waktu sebelumnya dan peta lokasi yang ditinjau. Sedangkan untuk penentuan pola arus dilakukan pengukuran secara in-situ di lokasi penelitian. Arah angin dominan di Pulau Marore yaitu arah Timur Laut. Intensitas arah gelombang bulan Januari – Februari di wilayah perairan Pulau Marore hingga Pulau Miangas bisa mencapai 4 – 5 meter. Pada bulan Agustus – September, kondisi perairan menjadi lebih ekstrim, intensitas arah gelombang mengarah ke Samudera Pasitik yaitu arah Utara – Barat Laut Perairan Sangihe - Talaud, serta tinggi gelombang bisa mencapai lebih dari 5 meter. Jenis pasang surut di Pulau Marore yaitu semi-diurnal, 2x terjadi pasang dan 2x terjadi air surut. Arus terjadi sebesar 0,33 m/s. Perbedaan kemiringan morfologi dasar yang berpengaruh langsung terhadap tinggi gelombang yang terjadi di sekitar pantai. Gelombang datang dari laut lepas tidak mengalami peredaman energi oleh dasar laut, sehingga gelombang pecah di daerah pantai. Kondisi hidro – oseanografi di Pulau Marore terbilang ekstrim, sehingga perlu adanya perencanaan pembangunan struktur pelindung pantai yang lebih kuat dari struktur pantai pada umumnya.
PANCING SASAHAMIA BAGI NELAYAN PENANGKAP IKAN DI PULAU BEBALANG KECAMATAN MANGANITU SELATANKABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Bawias, Ishak; Wuaten, Julius Frans; Tatontos, Yuliana Varala
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 6 No 2 (2022): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/tkrg.v6i2.452

Abstract

Pulau Bebalang termasuk dalam wilayah Kecamatan Manganitu Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pulau Bebalang memiliki potensi untuk dikembangkan khususnya potensi ikan karang karena banyak terdapat terumbu karang yang merupakan habitat dari berbagai jenis ikan karang atau demersal. Ada dua spesies ikan demersal yang memiliki nilai jual yang tinggi dipasaran yaitu ikan kurisi yang dikenal oleh masyarakat di Sangihe dikenal dengan nama sahamia dan bembu yang dalam bahasa latinnya dinamakan Etelis carbunculus dan Pristipomoides typus. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan sahamia dan ikan bembu yaitu pancing (handline) yang oleh masyarakat Pulau Bebalang dan sekitarnya dinamakan Sasahamia sesuai dengan nama ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari alat tangkap ini. Namun demikian terbatasnya sarana alat tangkap pancing sahamia yang digunakan dan sarana pendukung lainnya berupa tempat penampungan sementara hasil tangkapan ikan diatas perahu, menjadikan pendapatan nelayan dari hasil tangkapan tidak maksimal dan kualitas ikan yang ditangkap tidak bertahan lama dan cepat membusuk dikarenakan tidak memiliki tempat penampung ikan diatas perahu yang memadai. Berdasarkan permasalahan yang ada di Mitra maka solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan pada nelayan di Pulau Bebalang ini adalah sebagai berikut : 1) Introduksi penerapan ketrampilan teknik pembuatan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan; 2) Penerapan metode/teknik penanganan ikan diatas perahu penangkap ikan; 3) Penyuluhan tentang pentingnya mempertahankan kesegaran ikan hasil tangkapan nelayan sebagai produk yang bisa dijual dengan harga tinggi untuk meningkatkan ekonomi keluarga nelayan penangkap ikan. Bebalang Island is included in the South Manganitu District, Sangihe Islands Regency. Bebalang Island has the potential to be developed, especially the potential of reef fish because there are many coral reefs which are the habitat of various types of reef fish or demersal. There are two species of demersal fish that have a high selling value in the market, namely Kurisi fish which is known by the people in Sangihe known as Sahamia and Bembu which in Latin is called Etelis carbunculus and Pristipomoides typus. The fishing gear used to catch Sahamia and Bembu fish is a fishing line (handline) which the people of Bebalang Island and its surroundings call Sasahamia according to the name of the fish that is the purpose of catching this fishing gear. However, the limited means of fishing gear used for fishing rods and other supporting facilities in the form of temporary shelters for fish caught on boats, makes fishermen's income from the catch not maximized and the quality of the fish caught does not last long and rots quickly due to not having a fish holder above. adequate boat. Based on the problems that exist in Partners, the solutions offered to overcome the problems for fishermen on Bebalang Island are as follows: 1) Introduction of the application of skills in making environmentally friendly fishing gear; 2) Application of methods/techniques for handling fish on fishing boats; 3) Counseling on the importance of maintaining the freshness of fish caught by fishermen as a product that can be sold at high prices to improve the economy of fishing families.