Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

MENCEGAH KECURANGAN DALAM TRANSAKSI ONLINE DENGAN MENGADAPTASIKAN KONSEP SIRI DAN PACCE Arief, Muhammad; Amiruddin, Muhammad Majdy; Haq, Islamul; Hasanuddin, Hasanuddin; Ilham, Muhammad; Syatar, Abdul
KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial Keagamaan Vol 12 No 1 (2019): The Moderation of Islam, Moslem Communities and Cultural Studies (Sinta 4)
Publisher : LPPM IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (850.933 KB) | DOI: 10.35905/kur.v12i1.799

Abstract

Tujuan dari penelitian ini, adalah bagaimana mengurangi transaksi penipuan dengan mengadaptasi konsep siri 'na pacce'. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Sumber data dari penelitian ini adalah data primer dalam bentuk wawancara langsung dengan beberapa informan dan subjek dalam bentuk data dari lokasi penelitian. Selanjutnya, metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, dokumentasi dan rekaman. Kemudian, teknik pengolahan dan analisis data adalah analisis kualitatif dengan membangun kesimpulan dengan tahapan pengumpulan data, analisis data triangulasi dan penarikan kesimpulan akhir. Hasil penelitian ini menunjukkan Lempu dan ada tongeng teradaptasikan 'dalam dimensi akuntabilitas yang merupakan kunci dalam mengurangi penipuan. Dengan nilai ada 'ada tongeng (kebenaran). Pelaksanaan transaksi online sesuai dengan niat kata dan perbuatan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Hal ini bisa dilihat dari proses penawaran, pemenesanan, pembayaran dan proses pengantaran.
PRINSIP MORAL TERTINGGI Ilham, M. Ilham
Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat Vol 16 No 1 (2020): Januari-Juni 2020
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.329 KB) | DOI: 10.24239/rsy.v16i1.550

Abstract

This article aims to construct al-Buti> maslahat in contemporary ijtihad discourse as a grand narrative and the highest moral principle. The Methodology of this article is a library research which adopts descriptive analytical reading from various literatures with historical approaches include socio-cultural religious and philosophical approaches which include Islamic legal theories and Islamic legal philosophy. The dialectic of the text and benefit is a continuation of the classic debate between reason and revelation. The debate around the pattern of relations between the two colors the Muslim thought has passed to this day and has never been linear. Indeed form the highest moral principles of Islamic teachings, maslahah occupies an important position in the processes of ijtihad, especially in the latest development of socio-religious issues. Benefit considerations are impossible to deny because their existence as the ultimate goal of the Sabbath has a strong theological justification. Maslahah is the ultimate meaning of Islamic teachings that should be considered in understanding religious texts. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap konstruksi nalar maslahat al-But}i>  dalam wacana ijtihad kontemporer sebagai narasi agung dan prinsip moral tertinggi. Secara metodologis, artikel ini merupakan riset kepustakaan (library research) yang mengadopsi metode deskriptif analatis melalui pembacaan terhadap berbagai literatur dengan pendekatan pendekatan historis yang mencakup socio-cultural religious dan pendekatan filosofis yang meliputi teori hukum Islam (Islamic legal theories) dan filsafat hukum Islam (Islamic legal philosophy). Dialektika teks dan kemaslahatan  merupakan kelanjutan perdebatan klasik antara nalar dan wahyu. Perdebatan seputar pola relasi antara keduanya mewarnai perjalanan pemikiran umat Islam sampai hari ini dan tidak pernah berjalan linier. Sejatinya, sebagai prinsip moral tertinggi ajaran Islam, kemaslahatan menempati posisi penting dalam proses-proses ijtihad, terlebih dalam perkembangan mutakhir isu sosial keagamaan. Pertimbangan kemaslahatan tidak mungkin dinafikan karena eksistensinya sebagai sebagai tujuan puncak pensyariatan memiliki justifikasi teologis yang kuat. Kemaslahatan merupakan makna puncak ajaran Islam yang semestinya dipertimbangkan dalam memahami teks-teks agama.
PRINSIP MORAL TERTINGGI: Konstruksi Nalar Maslahat Al-Buti dalam Wacana Ijtihad Kontemporer Ilham, M. Ilham
Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat Vol. 16 No. 1 (2020): Januari-Juni 2020
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/rsy.v16i1.550

Abstract

This article aims to construct al-Buti> maslahat in contemporary ijtihad discourse as a grand narrative and the highest moral principle. The Methodology of this article is a library research which adopts descriptive analytical reading from various literatures with historical approaches include socio-cultural religious and philosophical approaches which include Islamic legal theories and Islamic legal philosophy. The dialectic of the text and benefit is a continuation of the classic debate between reason and revelation. The debate around the pattern of relations between the two colors the Muslim thought has passed to this day and has never been linear. Indeed form the highest moral principles of Islamic teachings, maslahah occupies an important position in the processes of ijtihad, especially in the latest development of socio-religious issues. Benefit considerations are impossible to deny because their existence as the ultimate goal of the Sabbath has a strong theological justification. Maslahah is the ultimate meaning of Islamic teachings that should be considered in understanding religious texts. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap konstruksi nalar maslahat al-But}i> dalam wacana ijtihad kontemporer sebagai narasi agung dan prinsip moral tertinggi. Secara metodologis, artikel ini merupakan riset kepustakaan (library research) yang mengadopsi metode deskriptif analatis melalui pembacaan terhadap berbagai literatur dengan pendekatan pendekatan historis yang mencakup socio-cultural religious dan pendekatan filosofis yang meliputi teori hukum Islam (Islamic legal theories) dan filsafat hukum Islam (Islamic legal philosophy). Dialektika teks dan kemaslahatan merupakan kelanjutan perdebatan klasik antara nalar dan wahyu. Perdebatan seputar pola relasi antara keduanya mewarnai perjalanan pemikiran umat Islam sampai hari ini dan tidak pernah berjalan linier. Sejatinya, sebagai prinsip moral tertinggi ajaran Islam, kemaslahatan menempati posisi penting dalam proses-proses ijtihad, terlebih dalam perkembangan mutakhir isu sosial keagamaan. Pertimbangan kemaslahatan tidak mungkin dinafikan karena eksistensinya sebagai sebagai tujuan puncak pensyariatan memiliki justifikasi teologis yang kuat. Kemaslahatan merupakan makna puncak ajaran Islam yang semestinya dipertimbangkan dalam memahami teks-teks agama.
Caliphate; is it Theological Inevitability or Sociological Experimentation? M Ilham Kamil; Abdul Syatar; Muhammad Majdy Amiruddin
Jurnal Ushuluddin Vol 29, No 1 (2021): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v29i1.12383

Abstract

The main objective of this study was to investigate the ontological status of the caliphate as a sociological experimentation. The study was a library research which adopted a descriptive analytical method through reading various literatures with a philosophical historical approach. The data were obtained from a variety of credible literature and other various supporting information then presented with a strong analytical instrument based on the normative foundation and thoughts of the figures to generate a deeper elaboration of ideas. The result showed that the relationship between religion and the state was a matter of pure contact with public reason. The absence of religious sharih texts in state matters, including models and singular forms of state practice, is an indisputable reason for the profanity of the Khilafah. The state practices exemplified by the Prophet and Companions were nothing more than sociological experiments. The experiment of the Prophet and purely sociological relative is not a theological necessity. The state is in principle an institution designed to realize benefit as the highest moral principle and locus of the view of the universal will. As an alternative to the caliphate model which is outdated and impossible to revive, a democratic state is a realistic choice because it is in accordance with the development of modern life and is an effort to approach universal human values
ABSORPTION OF MODERATION VALUE IN THE FATWA FLEXIBILITY; CASE ON HANDLING A COVID-19 CORPSE Muammar Bakry; Abdul Syatar; Muhammad Majdy Amiruddin; M. Ilham
istinbath Vol 20 No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article aims to analyze and provide ideas about the absorption of moderation values to those who are competent. Fatwa is flexible. Fatwas must have moderate dimensions. This article uses a philosophical approach by analyzing literature, both in the form of classic literature, books, journals and other sources. This article provides the idea that absorption of Fatwas is moderated by balancing all aspects. It is neither hard nor loose. Such a style of Fatwa can be seen from the results of the decided Fatwa that remains in the corridor of the Shari’a, weighs greater consideration, matches the reality of the needs of Muslims, and provides equal convenience. Fatwa must become barometer controlling changes in social reality for Muslims. Every emerging legal issue is responded quickly and accurately. However, what needs to be considered is the method used in exploring the laws related to contemporary problems according to the Fatwa procedure and all its consequences. The implications of the study indicatea that the absorption of moderate Fatwa are things that should get attention, both among laity and competent mufti. Mufti is demanded to produce Fatwa that can be accepted by Muslims but does not neglect religious texts originating from Allah. and the Messenger of Allah. Mufti must adopt policies regarding the problems faced by Muslims today. The moderate Fatwa aims to prevent Muslims from carrying out legal arbitrarily and in accordance with their own passions
INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN; KONTRIBUSI LEMBAGA INFORMAL TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER ANAK Arifuddin Arifuddin; M. Ilham
IQRO: Journal of Islamic Education Vol 3, No 1 (2020): JULI 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2824.55 KB) | DOI: 10.24256/iqro.v3i1.1398

Abstract

Lembaga informal (keluarga) merupakan locus pembinaan karakter seseorang yang berada pada fase childhood (anak-anak). Pada fase tersebut, seorang anak cenderung lebih peka terhadap pengaruh pendidikan orang tua. Lembaga informal merupakan wadah sosialisasi yang pertama dilalui seorang anak. Dalam perspektif agama, lembaga informal menjadi ladang yang ideal untuk menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam sehingga dapat membentuk karakter seorang anak. Dalam konsepsi Islam, sosok Nabi Muhammad menjadi figur dan role model dalam proses internalisasi nilai-nilai ajaran Islam di lingkup keluarga. Sikap dan perilaku Nabi saw., diyakini merupakan menifestasi dari ajaran al-Quran. Kendati demikian, dalam konteks penerapannya, Nabi saw. memberikan kesempatan para pengikutnya untuk melakukan improvisasi dalam proses internalisasi tersebut sepanjang tidak keluar dari koridor-koridor yang dicontohkan oleh Nabi saw. Konstribusi lembaga informal melalui pendidikan keluarga dalam membentuk kepribadian anak dapat ditelisik dari upaya penanaman nilai akidah, ritual ibadah, kepekaan sosial, pengawasan dan kepedulian, serta aspek kesehatan. Kelima anasir tersebut merupakan tema sentral dalam pembinaan anak di lingkungan keluarga dan sekaligus menjadi sasaran pendidikan Islam. Sejatinya, pendidikan keluarga harus memuat nilai-nilai akidah yang menjadi pijakan dalam beragama. Selain itu, nilai-nilai ibadah juga menjadi sarana komunikasi seorang hamba dengan Sang Pencipta. Sementara nilai-nilai sosial berfungsi membentuk kualitas perilaku dan pikiran yang sejalan dengan ajaran Islam sehingga dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat. Pengawasan dan kepedulian juga mendukung perkembangan potensi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang sesuai yang diharapkan. Demikian halnya dengan aspek kesehatan anak dapat diupayakan dengan pemenuhan kebutuhan asupan gizi.
Mencegah Kecurangan dalam Transaksi Online dengan mengadaptasikan Konsep Siri dan Pacce Muhammad Majdy Amiruddin; Islamul Haq; Hasanuddin Hasanuddin; Muhammad Ilham; Abdul Syatar; Muhammad Arief
KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial Keagamaan Vol 12 No 1 (2019): The Moderation of Islam, Moslem Communities and Cultural Studies (Sinta 4)
Publisher : LPPM IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35905/kur.v12i1.799

Abstract

The Purpose of this study is conducting mitigate fraud transaction by adapting the concept of siri’ na pacce’. This research is a qualitative research with a critical ethnographic approach. The source of data from this study is primary data in the form of direct interviews to several informants and subjects in the form of data from the research location. Furthermore, the data collection methods used was in-depth interviews, documentation and recording. Then, the processing and data analysis techniques are qualitative analysis by building conclusions with the stages of data collection, triangulation data analysis and final conclusion. The results of this study indicate Lempu’ and ada tongeng 'in the dimension of honesty accountability, namely honesty and wisdom which are keys in reducing fraud. The value of clay is reinforcement in the implementation of accountability can be seen in the process of offering, ordering, payment and delivery.
The Spirit of Al-Gazali against Capitalism in Pandemic Covid-19 Era Muhammad Ismail; Muhammad Majdy Amiruddin; M Ali Rusdi; M Ilham
Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Vol 16, No. 2, November 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/ai.v0i0.3230

Abstract

Capitalist behavior was unavoidable when the co-19 outbreak struck. Panic buying at a number of shopping centers, as well as hoarding of healthcare supplies such as masks and sanitizers, are all manifestations of capitalism’s selfish behavior. This essay stressed the critical importance of ethics in all parts of behavior, including economic activity, in order to dissuade such behavior. This study took a qualitative method, with Al-Gazali’s Sufistic thinking serving as the primary reference point. This study took a sociological perspective. The primary data collection took place over the course of one week at Lakessi traditional market, Sejahtera store, Alfamidi Weke branch, Indomaret Weke branch, Kimia Farma Andi Makkasau Pharmacy, Kimia Farma Pharmacy, Bau Massepe Pharmacy, and Indah Farma Pharmacy. Interviews corroborated the findings. Additionally, this study utilized secondary data from Al-Gazali’s work Ihya Ulumiddin and contemporary research. More precisely, when the sickness struck, Al-Gazali’s beliefs acted as a check on capitalist behavior. The qadr al-hajah and ihsan were revealed to be the most critical aspects in encouraging sharing and caring while simultaneously minimizing panic buying and hoarding. This article is expected to contribute to the scientific riches of the Co-19 Era and to fill the moral hole produced by capitalism.
KONSEPSI KETUHANAN DALAM DISKURSUS TEOLOGI ISLAM Muhammad Adam; Muhammad Alwi; M. Ilham
J-Alif : Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah dan Budaya Islam Vol 7, No 1 (2022): J-Alif, Volume 7, Nomor 1, Mei 2022
Publisher : Fakultas Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35329/jalif.v7i1.2880

Abstract

Artikel ini membahas tentang konsepsi ketuhanan dalam diskursus teologi Islam. Tujuan dari penulisan artikel ini yaitu untuk mengetahui aliran dalam teologi Islam khususnya Mu’tazila, Asyariyah dan Maturiyah dan apa menjadi topik perdebatan aspek ke-Tuhanan dalam teologi Islam. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan teknik studi pustaka digunakan dalam proses pengumpulan data, yaitu berbagai bentuk informasi dan referensi terkait isu yang diangkat. Hasil kajian menunjukkan bahwa aliran teologi Islam secara garis besar terbagi dalam tiga aliran yaitu Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturudiyah dimana pemikiran teologis Mu’tazilah bersumber pada 5 hal pokok yang disebut al-Usul al-Khamsah, yaitu: Tauhid, Al-’Adl (Keadilan), Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman), Al-Manzilah baina al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat), Al-Amru bi al-Ma’ruf wa al-Nahyu ‘an al- Munkar (Menyuruh Kebaikan dan Melarang Keburukan), sementara  aliran teologi Al Asyariah dan Muturidiyah hampir memiliki kesamaan seputar Tentang sifat Allah, Asyari membedakan antara dzatullah dan sifatullah, Kalamullah atau al-Qur’an itu bersifat qadim, Allah SWT akan dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah mempunyai wujud, Pebuatan-perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT, mengenai antropomorfisme, al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah SWT mempunyai mata, muka, tangan dan sebagainya seperti disebut di dalam al-Qur’an, Orang mukmin yang berdosa besar tetap dianggap mukmin selama ia masih beriman kepada Allah SWT dan Rosul-Nya dan Allah SWT adalah pencipta seluruh alam. Dia memiliki kehendak mutlak terhadap ciptaan-Nya. Adapun perdebatan aspek ke-Tuhanan dalam teologi Islam terkait dengan sifat Tuhan, kaum Mu`tazilah berpendapat bahwa Allah itu qadim, qadim adalah sifat khusus bagi zat-Nya.  Mereka mengatakan bahwa Allah Maha Mengetahui dengan zat-Nya, bukan dengan pengetahuan, kekuasaan dan kehidupan, karena semua ini adalah sifat sedangkan sifat adalah sesuatu di luar zat. Karena kalau sifat berada pada zat yang qadim, sedang sifat qadim adalah sifat yang lebih khusus, niscaya akan terjadi dualisme yakni zat dan sifat. Sedangkan kaum Asy`ariyah, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil Tuhan mengetahui dengan zat-Nya, karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (`ilm) tetapi sang Mengetahui (`alim). Keadilan Tuhan, menurut Asy`ariyah, Tuhan berkusa mutlak dan tak ada satupun yang wajib bagi-Nya. Tuhan berbuat sekehendak-Nya, sehingga memasukkan seluruh manusia ke dalam surga bukanlah Tuhan bersifat tidak adil dan jika memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka tidaklah Tuhan bersifat dzalim. Sedangkan paham keadilan bagi kaum Mu`tazilah mengandung arti kewajiban-kewajiban yang harus dihormati Tuhan. Tentang kekuasaan dan kehendak Mutlat Tuhan, Mu'tazilah berpendapat bahwa Kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatan. sedangkan Asy`ari mengatakan bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun, di atas Tuhan tidak ada satu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat Tuhan. Tuhan bersifat absolut dalam kehendak dan kekuasaan-Nya.
Islamic Harmony Examplar: The Qur'an's Frame on Social Interaction with Non-Muslims M. Ilham; Muhammad Majdy Amiruddin; Arifuddin Arif
FITRAH: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Vol 6, No 2 (2020): 10 Articles, Pages 161-302
Publisher : IAIN Padangsidimpuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24952/fitrah.v6i2.2777

Abstract

The actual dynamic authenticity of social life often shows accusations that religion is a source of social friction, violence, or conflict. The spirit of the Koran shows an appreciative attitude, even inviting to the meeting point (common platform) of monotheism (tauhid) which is the basic teaching of the Torah, the Bible, and the Koran. This paper aims to explore the existence of non-Muslims from the perspective of the Koran, the variants, and principles of social harmony with them. This paper uses qualitative as a method and literature as an approach. From the perspective of the Koran, there are 3 variants of arranged interactions. First in trade relations, second in marital relations, and third in political relations. The three variants of interaction must be based on the principle of Ihsan (good behavior) and Adalah (fair). Implications of this research present the idea of a meeting point between religions. This meeting point is expected to eliminate the friction of exclusivity between religious communities to create harmony and peace.